SERANG – Program Studi Ilmu Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) mengajak masyarakat untuk belajar mengolah mangrove guna meningkatkan penghasilan di sektor pariwisata.
Studi peningkatan kapasitas dilakukan di Brebes Jawa Tengah pada 8 sampai 11 Mei 2023 berkolaborasi dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) dan PT. Asahimas Chemical (PT. ASC Group).
Di sana, para warga diajarkan mengolah mangrove oleh Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan Pesisir (KMPHP) Mangrove Sari Brebes, menjadi makanan siap saji yang dapat dijual di sektor pariwisata dan masyarakat luas.
Turut serta dalam studi belajar tersebut adalah perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pandeglang.
Kemudian, Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, para Kepala Desa (Margasana, Panimbangjaya, Mekarsari, Cigorondong, Tamanjaya, Ujung Jaya), Kelompok Masyarakat Peduli Mangrove di Panimbang (KOMPAKSI), dan Sumur (KOMPILASI) serta Kelompok Sadar Wisata Desa Tanjungjaya.
Dosen Fakultas Pertanian Untirta, Adi Susanto mengaku sengaja membawa masyarakat yang peduli dengan mangrove untuk belajar mengolahnya agar menjadi pendapatan tambahan.
Apalagi, KMPHP sudah melakukan aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan mangrove selama lebih dari 20 tahun. Sehingga masyarakat bisa belajar dan berinovasi untuk mengembangkan potensi mangrove di Banten.
“Para peserta mendapatkan pengalaman berharga bahwa ekosistem mangrove harus dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan dengan tetap mengedepankan aspek keberlanjutan,” katanya,
Terlebih, keinginan untuk mengelola dan melestarikan mangrove telah dimiliki kelompok masyarakat di Banten. Proses pembelajaran hanya menambah pengetahuan agar meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Selain mengolah mangrove, masyarakat juga diberi pengetahuan tentang budidaya dan pembesaran kepiting, garam rebus hingga budidaya udang vaname dengan sistem bioflok.
“Aktivitas tersebut tidak hanya mampu memberikan nilai tambah ekonomi namun juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar,” ucapnya.
Menurutnya, Untirta sadar betul ekosistem mangrove yang terjaga dapat dikelola menjadi objek ekowisata yang menjanjikan. Sehingga tinggal menambah pengetahuan untuk masyarakat bisa berinovasi.
“Keberadaan Dewi Mangrove Sari sebagai desa wisata mangrove mampu menarik perhatian berbagai wisatawan, dengan nilai perputaran uang mencapai Rp3 sampai Rp5 miliar setahun,” jelasnya.
Dengan kekayaan alam pesisir Selat Sunda di Banten, pihaknya yakin tidak akan kalah dengan di Brebes. Hanya saja perlu melahirkan penggerak agar menghidupakan potensi ekowisata mangrove menjadi salah satu alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan di masa mendatang.
“Pengelolaan ekosistem mangrove yang tidak hanya dapat berfungsi secara ekologis sebagai pelindung pantai, namun juga memberikan daya ungkit bagi pengembangan ekonomi produktif di desa pesisir Selat Sunda,” tutupnya. (*)