SERANG – Tudingan atas monopoli proyek sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Banten makin berembus kencang. Belakangan beredar kabar terdapat pengaturan lelang proyek pembangunan gedung 8 lantai RSUD Banten.
Sumber BantenNews.co.id menyebutkan pengaturan proyek senilai Rp200 miliar itu melibatkan oknum berinisial ES. Diduga ES berkongkalikong dengan oknum Kelompok kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Banten untuk mengarahkan pemenang tender.
Disebutkannya, Pokja ULP diduga sengaja mendesain berbagai persyaratan agar perusahaan lain yang mendaftar tender tersebut kandas.
Salah satu syarat yang dicantumkan yaitu peserta lelang harus memiliki ISO BIM 19650. Persyaratan itu diketahui hanya dimiliki oleh salah satu perusahaan pelat merah yang digandeng oleh ES.
“Cuma dia yang bisa masuk. Padahal syarat ISO BIM itu tidak mutlak untuk pengerjaan proyek konstruksi delapan lantai,” katanya, Rabu (16/3/2021).
Bahkan, pada pembukaan dokuken atau tahap satu kualifikasi, hanya perusahaan tersebut yang mendapat nilai tertinggi oleh Pokja ULP. “Lihat saja, peserta lain nilainya pada kosong,” ungkapnya.
Dikonfirmasi akan hal itu, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Soerjo Soebiandono menampik adanya upaya pengkondisian proyek pekerjaan. Apalagi, menurut pria yang akrab disapa Doni itu, proses lelang dibuka kepada publik secara transparan melalui laman resmi Pemprov Banten.
“Nggak ada itu (pengkondisian pemenang lelang). Saya belum bisa jelasin, belum ada pemenang. Belum diplenokan. Kan sudah di wesbite semua itu. Ada di sistem. Bisa dibuka semua itu. Bisa dimonitor,” jelas Doni kepada BantenNews.co.id.
Mengenai ISO BIM sendiri Doni menyebut bagian dari kelengkapan dokumen peserta lelang. “ISO BIM belum, kan saya belum pleno, belum tau saya. Udah ada by dokumen, by dokumen sudah benar. Semua normatif kok nggak ada apa-apa. Semua Pokjalah yang tahu. Kalo saya tahu banyak disangka intervensi,” kata dia.
Diketahui kabar monopoli proyek ini juga disorot oleh Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada.
“Pekan lalu, ada komponen masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa di Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten). Mereka mencium aroma persekongkolan dalam pengkondisian pemenang tender proyek-proyek yang ada di dinas tersebut,” kata Uday kepada wartawan, Senin (14/3/2021).
Menelisik lebih dalam, lanjut aktivis antikorupsi tersebut, dugaan upaya pengkondisian berbagai proyek yang bernilai besar nampaknya tidak di satu dua OPD saja, namun tersebar di beberapa OPD lainnya.
“Dari sumber-sumber yang teruji, terungkap sosok laki-laki muda berinisial ES,” tandasnya.
Laporan yang Uday terima, ES diduga tidak segan mengintervensi para pihak, tidak terkecuali Pokja ULP.
“Nampaknya ia ingin mengendalikan semua proyek besar di APBD Banten. Apalagi kerap menyebut diri ‘Orang Gubernur’,” ujarnya.
“Jika informasi tersebut benar, jargon Provinsi Banten yang “Akhlaqul Karimah” telah rusak. Di sisi lain, jika informasi itu tidak benar, maka Gubernur harus membeberkannya secara terbuka. Siapa sebenarnya yang ia maksud ‘Pihak Ketiga’ yang disebutnya pada 2018?,” sambung Uday, mengingatkan lagi statemen Wahidin Halim yang kerap menyebut broker proyek sebagai Pihak Ketiga.
Menurut Uday, berhembusnya pihak-pihak yang mengaku ‘Orang Dekat’ untuk mengkondisikan sejumlah mega proyek di Pemprov Banten perlu disikapi serius oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Sebab yang dipertaruhkan adalah uang rakyat Banten. Apalagi uang yang dipakai itu sebagian pinjaman dari PT. SMI yang harus ditanggung oleh rakyat Banten hingga tahun 2024. Sedangkan kepemimpinan Wahidin Halim, Maret 2022 sudah selesai,” jelasnya, sambil menyodorkan potensi warisan hutang yang akan ditanggung oleh masyarakat Banten.
“Para Pengusaha Banten harus dibangunkan, jangan mau dikendalikan oleh seseorang sebagai broker yang petantang-petenteng merasa memiliki backing yang kuat,” tegasnya.
Di akhir statemennya, Uday meminta agar persoalan ini disikapi secara serius oleh Gubernur Banten Wahidin Halim dan jajarannya. Sehingga, oknum-oknum yang hanya mengeruk uang rakyat atas dalih kekuasaan tidak ada lagi di Provinsi Banten. (You/Red)