SERANG– Eks Kepala Desa Seuat Jaya, Kecamatan Petir, Saepulloh alias Aep (47) dan pedagang asongan bernama Andri Sofa (43) divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara. Keduanya merupakan terdakwa korupsi pembayaran pajak desa di Kabupaten Serang.
Vonis keduanya dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang pada Kamis (27/3/2025) lalu oleh ketua majelis hakim Mochamad Ichwanudin. Keduanya terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Pidana penjara waktu tertentu 2 tahun dan 8 bulan,” dikutip BantenNews.co.id dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Serang dengan nomor perkara 33/Pid.Sus-TPK/2024/PN SRG, Selasa (4/3/2025).
Selain pidana penjara, keduanya juga dihukum vonis denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang sebelumnya yang menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 3 bulan serta denda Rp200 juta subsider 4 bulan.
Jaksa juga saat itu menuntut agar Saepulloh dan Andri Sofa agar membayar pidana Uang Pengganti (UP) sebesar Rp71,2 juta yang jika tidak dibayar maka harta bendanya disita oleh negara dan bila tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan. Saat vonis, hakim tidak mempertimbangkan adanya UP yang harus dibayar bagi kedua terdakwa.
Diketahui sebelumnya, saat sidang pembacaan dakwaan pada pada Kamis (31/10/2024) lalu, JPU Kejari Serang, Endo Prabowo mengatakan kejahatan bermula ketika karyawan PT Pos Indonesia, Dasan Sarpono menemui Aep untuk menawari jasa pengurangan pajak desa dengan hanya membayar sebanyak 50 persen dari jumlah tagihan aslinya.
Dasan sendiri sudah divonis 5 tahun penjara dalam perkara yang sama pada Rabu (30/10/2024) lalu.
Pada 2020 Andri mendatangi Aep yang merupakan Kades Seuat Jaya, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang untuk meminta mencari kades lainnya agar mau dibantu oleh mereka.
Dasan kemudian membuat kesepakatan dengan Aep dan Andri untuk membagi keuntungan dari pembayaran pajak tersebut dengan ketentuan Dasan sebesar 45 persen, Andri sebesar 30 persen, dan Aep sebesar 25 persen dari besaran pajak yang tidak terbayarkan.
Dasan juga mengatakan bahwa pembayaran pajak dibantu oleh orang pajak dan orang kantor pos untuk meringankan pajak. Setelah itu, Aep bertemu dengan mantan sekretaris Desa Mekar Baru bernama Dede Sapa’at, Dedy Ardiansyah selaku Kaur Keuangan Desa Kadugenep, kades Kareo bernama Santibi, dan Kepala Desa Kareo bernama Santibi. Mereka ditawari oleh Aep untuk dibayarkan setengah dari total biling pajak yang seharusnya disetorkan desa kepada negara.
Para staf desa tersebut juga kemudian menawarkan lagi jasa terebut kepada staf-staf desa lainnya dengan iming-iming serupa. Uang kemudian dipotong dahulu sesuai perjanjian awal dan akan disalurkan kepada Andri yang kembali disalurkan kepada terdakwa Dasan.
Setelah dua sampai dengan tiga hari Dasan menghubungi Andri Sofa dan mengatakan cetak resi pos pembayaran pajak desa beserta kode biling telah selesai, selanjutnya Andri Sofa dan terdakwa berjanjian dan bertemu untuk mengambil cetak resi pos pembayaran pajak desa beserta kode biling.
Setelah sampai di tangan staff desa, cetak resi pos pembayaran desa beserta kode bilingnya kemudian dilampirkan dalam laporan pertanggungjawaban masing-masing desa. Hal tersebut dilakukan dari rentang tahun 2020 sampai 2023.
Setelah dilakukan pengecekan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) yang tertera di resi pembayaran pajak kantor pos oleh kantor pelayanan pajak (KPP) Serang Timur bahwa NTPN yang dibayarkan melalui terdakwa dan diserahkan resi pembayaran pajak kantor pos oleh terdakwa, pembayaran pajaknya tidak diterima oleh negara.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi