SERANG – Dua mantan pejabat Bank bjb Cabang Tangerang didakwa korupsi Kredit Modal Kerja Kontraktor (KMKK) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp6,1 miliar. Keduanya sengaja meloloskan KMKK seorang pengusaha tanpa prosedur yang benar.
Dua mantan pejabat bank plat merah itu adalah Dindin Akhmad Syabarudin (45) selaku mantan manajer komersial dan Ershad Bangkit Yuslifar selaku mantan relationship officer (RO). Diketahui, Ershad merupakan terpidana perkara korupsi KMKK lain yang baru divonis 2 tahun penjara pada Agustus 2024 lalu.
Selain keduanya, ada dua terdakwa lainnya yaitu Direktur Utama PT Karya Multi Anugrah (KAM), Syarip Nurdin Zain (45) dan peminjam bendera bernama Jamaludin.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Syarip Nurdin Zain sebesar Rp111,6 juta dan memperkaya Jamaludin sebesar Rp4,67 miliar,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten, Subardi di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (13/2/2025).
Pembacaan dakwaan mereka dibacakan secara bergiliran. Keempatnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subardi mengatakan awalnya pada 14 September 2016, PT KAM mengajukan KMKK sebesar Rp5 miliar ke Bank bjb untuk pekerjaan peningkatan Jalan Purabaya-Jati-Saguling di Kabupaten Bandung Barat. Pekerjaan itu didapatkan PT KAM dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Bandung Barat dengan nilai kontrak Rp16,9 miliar.
Pengajuan itu dilakukan oleh Jamaludin dengan meminjam bendera PT KAM dengan cara mendapatkan kuasa direksi dari pengurus serta berkas-berkas persyaratan dari Syarip. Padahal Jamaludin bukanlah pengurus perusahaan itu dan Syarip juga sebagai dirut mengetahui kalau perusahaannya berstatus kolektibilitas 5 karena kredit macet di Bank bjb Syariah cabang Cirebon.
Jamaludin kemudian menghubungi Ershad terkait pengajuan itu. Keduanya sudah saling mengenal karena Jamal sebelumnya pernah mengajukan KMKK juga menggunakan perusahaan yang lain.
“Terdakwa Ershad selaku RO dalam memproses, memeriksa, dan mengevaluasi permohonan KMKK untuk PT KMA tersebut ternyata tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian,” tutur Subardi.
Ershad meloloskan proses pengajuan itu tanpa melakukan wawancara kepada pengurus perusahaan, tidak melakukan trade checking, pengecekan BI checking, survey, dan analisa kelayakan persetujuan kredit.
Setelah Ershad, giliran peran Dindin yang memproses KMKK tersebut tanpa prosedur yang benar. Ketika analisa kredit bernama Esti Erliyanti sedang menyusun Memorandum Analisis Kredit (MAK), Dindin memerintahkan agar hal tersebut segera dirampungkan dengan alasan Jamaludin merupakan nasabah lama.
MAK itu ternyata hanya dibuat dengan cara salin tempel atau copy paste dari mermorandum untuk perusahaan lain. Dana itu kemudian cair sebanyak dua tahap sebesar Rp2 miliar di tahap awal dan Rp2,67 miliar di tahap kedua.
PT KMA kemudian menerima pembayaran pekerjaan jalan sebesar Rp10 miliar setelah dipotong pajak karena tidak berhasil mengerjakan hingga tuntas. Mereka hanya berhasil mengerjakan jalan dengan presentase 67,11%.
Uang dari Dinas Marga itu mestinya masuk ke rekening Bjb cabang Tangerang agar bisa langsung membayar KMKK. Tapi uang pencarian proyek itu malah dimasukan ke rekening BRI. Akhirnya kredit tersebut macet dan tidak terbayarkan.
Jamaludin juga memberikan hadiah berupa umroh melalui travel miliknya kepada Dindin dan Ershad karena telah membantu dirinya dalam pengajukan KMKK. Total KMKK yang macet ditambah beban bunga yang tidak terbayarkan sebesar Rp1,5 miliar kini menjadi kerugian keuangan negara.
“Telah merugikan keuangan negara sebesar Rp6,1 miliar, atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut,”tutur Subardi.
Atas dakwaan yang dibacakan ini, hanya terdakwa Ershad dan Dindin yang mengajukan keberatan atas dakwaan JPU. Sidang akan dilanjutkan pekan selanjutnya untuk agenda eksepsi.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor : TB Ahmad Fauzi