Undangan ke saudara Walikota untuk memberikan penjelasan masalah rotasi dan mutasi Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Cilegon, kok malah menjadi gaduh di kalangan Internal DPRD dan ke sesama personal anggota dewan.
Saya sebagai salah satu anggota dewan pada kesempatan ini ingin menyampaikan, pada dasarnya masalah pemanggilan terhadap Walikota kaitan dengan rotasi dan mutasi Sekwan tersebut tidak mesti menjadi gaduh di internal sesama anggota DPRD sendiri, apalagi kemudian kita sesama anggota malah terjebak menjadikan hal undangan tersebut menjadi sebuah penilaian kepentingan politiklah inilah itulah, apalagi kemudian menjadi sebuah penilaian terhadap sentimen personal ke sesama anggota DPRD secara subjektif, padahal undangan kepada saudara Walikota tersebut hal yang biasa saja terjadi, sebagai bagian dari tupoksi dalam rangka menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang ada. Dan kita semua tahu, bahwa undangan ke saudara Walikota itu kan juga sifatnya hanya meminta penjelasan atas prosedur yang terjadi atas rotasi dan mutasi Sekwan saja, tidak ada hal lain.
Dan menurut hemat saya, Anggota DPRD harus tetap fokus dan tidak keluar dari substansi masalah yang ada, dan sangat tidak etis dan tidak elok lah kalau kemudian hal itu lantas “menjadi konflik” di internal sesama anggota lembaga DPRD, karena bagaimanapun muruah lembaga DPRD harus kita jaga secara bersama-sama. Terlebih proses tersebut adalah bagian daripada menjalankan tupoksi kedewanan yang biasa kita lakukan sesuai azas kolektif kolegial dalam menjalankannya.
Dan menurut hemat saya, sebenarnya masalah tersebut sangat simpel, tinggal bagamana antara lembaga Eksekutif dan Legislatif saling menghargai dan menghormati antar lembaga dan tupoksi masing-masing sesama Lembaga Forkompimda.
Adapun hal undangan saudara Walikota kaitan dengan masalah rotasi dan mutasi Sekwan itu kan sejalan dan sesuai dengan amanat Undang-undang MD3, yang berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detail dari pelaksanaan tugas juga diatur.
Bahwa Lembaga DPRD punya fungsi Anggaran (Budgeting), Kontrol (Controling) dan Legislasi.
Di level fungsi kontrol tersebut, kita sebagai Anggota DPRD mempunyai hak untuk menggunakanya atas hal-hal kebijakan yang terjadi, terutama kaitan dengan mutasi dan rotasi Sekwan yang ada, apakah sesuai atau tidak dengan aturan atau regulasi yang ada.
Oleh karenanya untuk menjadi clean and clear atas permasalah tersebut, mari kita dudukkan permasalahannya pada substansi masalah yang sebenarnya, kan saudara Walikota juga punya hak jawab, dan kami persilakan untuk memberikan argumentasi jawabannya di agenda tersebut, yang bisa diperdebatkan secara bersama-sama atas cantolan payung hukum yang dipakai, apakah prosedur atas rotasi mutasi masalah Sekwan tersebut sudah sesuai atau tidak, simpel kan….!!!
Dan menurut tafsir UU dan regulasi yang saya pahami, bahwa kita semua sudah pasti memahami, bahwa masalah rotasi dan mutasi Sekwan di satu sisi memang betul menjadi diskresi saudara Walikota sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), namun di sisi lain perlu diingat bahwa prosedur rotasi mutasi Sekwan sebagai ASN menjadi hal yang berbeda tidak seperti rotasi dan mutasi kepala OPD lainnya, ada hal substansi perbedaan pertanggung jawaban baik secara administrasi dan secara operasional, karena Sekwan di satu sisi sebagai ASN yang secara struktural dan secara administrasi memang harus bertanggung jawab kepada Pemkot, tapi kan secara operasional Sekwan harus bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD, itu yang membedakan antara jabatan Sekwan dengan Kepala OPD lainnya, sehingga rotasi dan mutasi terhadap Sekwan menjadi klausul dan norma hukum yang “Lex Spesialis” tidak bisa disamakan dengan rotasi dan mutasi terhadap Jabatan Tinggi Pratama lainnya di kalangan ASN.
Hal tersebut juga secara ekplisit diamanatkan diperkuat oleh
√ UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pada pasal 205 dijelaskan bahwa, Sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD.
√ PP 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, dalam pasal 31 ayat (3) disebutkan, bahwa Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Walikota, atas persetujuan pimpinan DPRD setelah berkonsultasi dengan pimpinan fraksi.
√ PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dimana ditegaskan bahwa khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat dewan, sebelum ditetapkan oleh Baperjakat, dikonsultasikan dulu dengan pimpinan DPRD.
Klausul hukum yang menjadi cantolan pegangan hukum masing-masing tersebut, menurut hemat saya tinggal didiskusikan dan diperdebatkan dengan duduk bersama dalam undangan penjelasan dan sekaligus silaturahmi tersebut. Tidak bisa semua memakai ego dan pembenarannya sendiri-sendiri. Karena pembangunan Kota Cilegon butuh kebersamaan antar lembaga yang ada, dan pembangunan ini harus kita dorong secara bersama-sama.
Begitu aja kok repot yah…..?
Penulis : M. Ibrohim Aswadi, SH Anggota DPRD Fraksi FPD