CILEGON – Ketua DPRD Cilegon, Isro Mi’raj menegaskan parlemen akan mendukung langkah Pemkot Cilegon melalui PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) dalam upaya kerja sama pembangunan pelabuhan di atas lahan Warnasari dengan pihak ketiga.
Namun demikian, dirinya meragukan realisasi atas pemanfaatan lahan seluas 45 hektare tersebut akan berjalan mulus. Selain belajar dari sejumlah kendala dan pengalaman yang pernah dilakukan pemerintah daerah sebelumnya, maupun setelah berdasarkan konsultasi antara pihaknya dengan Direktorat BUMD, BLUD dan Barang Milik Daerah pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada pekan lalu.
“Intinya saya mendukung, dan kalau bisa (dibangun pelabuhan-red) silakan jalan. Tapi setelah ke Kemendagri, justru saya pesimis rencana itu akan terealisasi, karena bagaimana pun kepemilikan saham pemerintah daerah itu kan harus lebih besar (bila bekerja sama dengan pihak ketiga-red),” ujarnya kepada BantenNews.co.id, Selasa (11/4/2023).
Selain akan terkendala menyangkut mekanisme dan regulasi yang ada, mantan Ketua Harian Badan Anggaran DPRD Cilegon ini juga menyinggung kemampuan anggaran korporasi mengingat pembangunan pelabuhan daerah tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit.
“Gambarannya, kebutuhan pembangunan pelabuhan itu kan lebih dari Rp1 triliun. Sementara kita hanya memiliki lahan, dan lahan itu pun tidak bisa dijadikan sebagai penyertaan modal (inbreng) dalam suatu kerja sama, jadi persis seperti barang milik mertua yang itu tidak bisa diganggu,” terangnya.
Baca : Soal MoU Warnasari, Pemkot dan PT PCM Disemprot Pimpinan DPRD Cilegon
Senada dikatakan Wakil Ketua II DPRD Cilegon, Nurrotul Uyun. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, DPRD Cilegon mendukung rencana kerja sama salah satu BUMD tersebut dengan pihak ketiga. Terlebih bila hal itu nantinya akan berdampak signifikan pada kesejahteraan rakyat.
“Tapi terkait kerja sama antara PT PCM dengan pihak ketiga, tentu saja harus melihat mekanisme dan aturan yang ada. Pada dasarnya DPRD tidak menghalangi atau pun membatasi kaitan kerja sama itu,” katanya.
Dijelaskan Uyun, sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah DPRD memiliki andil yang besar dalam rencana kerja sama tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Tentang BUMD juga dijelaskan di situ, kemudian turunannya adalah PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, kemudian Permendagri Nomor 118 Tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerja Sama, Pelaporan dan Evaluasi BUMD, kemudian Permendagri Nomor 22 tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga,” papar Uyun.
Pada salah satu regulasi yang dipaparkan, lanjut Uyun, sesungguhnya juga telah diatur bagaimana dan seperti apa tahapan yang harus dipenuhi oleh pemrakarsa kerja sama, dalam hal ini BUMD atau pihak ketiga.
“Tinggal yang harus disampaikan dan dijelaskan oleh PT PCM ke DPRD adalah pola kerja sama seperti apa yang akan dibangun dengan pihak ketiga. Karena kerja sama yang bisa dibangun BUMD itu sudah termaktub semua dalam peraturan dan mekanisme yang ada,” imbuhnya.
(dev/red)