SERANG – Demonstari yang dilakukan ratusan mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda untuk Rakyat (AMPERA) di depan gedung DPRD Banten, Jumat (23/8/2024), diwarnai kericuhan. Hal itu lantaran ratusan siswa SMK melempari gedung lembaga legsilatif dengan batu.
Berdasarkan pantauan bantennews.co.id di lapangan, aksi demo dimulai sekira pukul 16.15 WIB. Massa aksi dari berbagai oramgnisasi kemahasiswaan dengan membawa bendera masing-masing memadati jalan Syeh Nawawi Al Bantani, teoatnya di depan Gedung DPRD Banten.
Namun, sebelum orasi para aktifis dimulai, ratusan siswa SMK yang berlari dari arah Palima langsung masuk ke dalam massa aksi dan langsung melempar gedung DPRD dengan batu dan tiang umbul-umbul. Bahkan videotron yang dipasang di depan kantor wakil rakyat Provinsi Banten itu tak luput dari sasaran.
Hampir selama kurang lebih 15 menit aksi lempar akhirnya dapat diredam oleh petugas Kepolisian yang menjaga jalannya aksi. Bahkan ratusan pelajat juga digiring oleh aparat untuk kemudian dibubarkan.
Pasca dibubarkannya aksi siswa SMK, akhirnya para aktifis AMPERA kembali berorasi menyeruakam sejumlah tuntutan, salah satunya terkait penolakan terhadap revisi Undang-undang (UU) Pilkada dan UU Polri.
Salah satu aktifis, Raju rizki mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan mahasiswa atas vulgarnya rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah menciderai demokrasi di Indonesia.
“Ini terlihat bagiamana ikatan kekerabatan (feodal) Jokowi (semakin) menguat dengan praktik dinasti baik di lembaga negara maupun di berbagai partai politik (parpol). Tentunya hal ini dilakukan untum menutupi kebusukan dirinya selama menjabat sebagai Presiden RI,” katanya kepada awak media.
Menurut dia, proses Pemilu dan Pilkada hari ini menjadi ajang Jokowi mengatur sirkulasi keuasaan.
“Kalau lihat perusakan sistem pemilu kemarin, bagaiaman orang-orang terdekat dia termasuk keluarganya masuk dalam lingkatan kekuasaan,” ujarnya.
“Bahkan kurang merasa puas dengan melolosakm Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden terpilih, kini Jokowi juga ingin meloloskan putra bungsunya yakni Kaesang dengan sekma yang sama,” sambungnya.
Padahal, lanjut Rizki, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang mengatur calon kepala daerah khsusunya Gubernur dan Wakil Gubernur minimal 30 tahun terhitung saat penetapan calon kepala daerah.
“Padahal umur Kaesang belum menyentuh 30 tahun. Dan perubahan threshold tersebut juga dapat menghancurkan koalisi yang sudah dibangun sebelumnya. Untuk itu, kami menuntut DPR untuk menyepakati putusan MK,” ujarnya. (Mir/Red)