SERANG – Angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menduduki peringkat pertama nasional.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Al Hamidi menjelaskan, setidaknya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka pengangguran di Banten. Pertama, Banten menjadi magnet utama para pencari kerja.
“Soal ketenagakerjaan di Banten urutan pertama. Untuk kendalanya sudah saya sampaikan, salah satu faktornya karena Banten merupakan daerah strategis,” kata Al Hamidi kepada BantenNews.co.id, Rabu (6/5/2020).
Akibatnya, lanjut Al Hamidi, seluruh masyarakat dari penjuru Indonesia menjadikan Banten sebagai tempat tujuan mencari kerja.
“Banten kan terkenal dengan daerah seribu industri, jadi wajar saja. Jadi Banten ini diibaratkan ada gula ada semut,” ujarnya.
Faktor kedua, jelas Al Hamidi, adalah tingginya upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Banten.
“Bahkan kalau ada perusahaan buka di Jawa, orang Banten nggak mau kerja di Jawa yang UMK nya lebih rendah. Dan itu juga jadi salah satu penyebab (pengangguran),” papar Al Hamidi.
Faktor ketiga, menurut pria berkumis tebal itu adalah pandemi Covid-19. Akibat pandemi itu, puluhan perusahaan di Banten harus tutup dan ribuan karyawan kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Di Banten kalau jumlah perusahaan yang tutup ada 53. Untuk karyawan yang kena PHK ada 6 ribu orang, dan angka itu terus bergerak bisa jadi lebih tinggi nanti. Dan ada 23 ribu karyawan juga yang dirumahkan,” kata Al Hamidi.
Terkait penanganan pengangguran, Al Hamidi menilai, seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) harus terintegrasi. “Harus bertanggungjawab soal pengangguran,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pengangguran di Indonesia. Hasilnya, Banten menduduki peringkat pertama, dengan persentase mencapai 8,01 persen, disusul Jawa Barat dengan 7,69 persen, Maluku 7,02 persen, Kalimantan Timur 6,88 persen dan Sulawesi Selatan 6,07 persen.
(Tra/Mir/Red)