Oleh : Moch. Nasir Rosyid SH,
Pegiat Literasi
Jujur saja, tulisan ini diilhami oleh tulisan Asep Koswara –selanjutnya AK– dalam media ini dengan judul “Tim Robin Fajar Terapkan Prinsip Sun Tzu dan Filosofi Musashi”. Tulisan ini tidak saya maksudkan untuk menanggapi hal ihwal kemenangan Robinsar-Fajar sebagaimana diungkapkan AK, tetapi justru ingin melengkapi karena dibalik kemenangan Robinsar-Fajar, ada hal yang mendasar dalam masyarakat sehingga Robinsar-Fajar bisa memenangi perhelatan Pilkada Kota Cilegon. Selain itu, ada hal lain yang perlu disampaikan ke publik bahwa dibalik kemenangan itu, terdapat warisan birokrasi yang dapat mengganggu perjalanan roda pemerintahan saat awal keduanya menjalankan kepemipinan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon.
AK dalam tulisannya mengenai kemenangan Robinsar-Fajar bertitik tolak dari prinsip Sun Tzu dengan doktrinnya yang terkenal yakni kemenangan dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri, musuh, dan medan pertempuran. Atas dasar teori itu, AK mengatakan bahwa prinsip ini diterapkan dengan sangat cermat oleh Tim Robinsar-Fajar dalam Pilkada Cilegon. Mereka memetakan siapa pemilih dan bagaimana cara berkomunikasi secara efektif. Selanjutnya AK juga menyitir ajaran Musashi tentang prinsip pertempuran yang mengajarkan bagaimana bertarung dengan hati yang tenang. Tim Robinsar-Fajar sangat terlatih untuk tetap tenang meski mereka diserang oleh opini publik yang cepat dan kadang kejam. Mereka tahu bahwa ketenangan adalah kunci untuk merencanakan langkah selanjutnya dan menjaga agar kampanye mereka tetap fokus pada jalur yang benar.
Ada benarnya juga pandangan AK dalam memetakan pertarungan Pilkada Cilegon dan peran dari Tim Pemenangan Robinsar-Fajar. Harus dipahami bahwa Tim Robinsar-Fajar tidak asal bekerja, tetapi menggunakan cara kerja metodologis dengan cara memadukan hasil survei dengan kondisi lapangan. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa hasil survei telah memetakan sebaran elektoral. Mengacu dari hasil survei ini, dibuatlah struktur Tim Pemenangan yang masing-masing bidang menangani segmen pemilih termasuk relawan yang terstruktur hingga tingkat TPS untuk membina hubungan emosional antara paslon, calon pemilih termasuk dengan tim pemenangan. Adapun kondisi lapangan dipetakan juga oleh tim terkait dengan aspirasi atau kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan yang mendesak. Setelah itu ditindaklanjuti dengan kunjungan langsung paslon untuk melihat secara riil tentang aspirasinya untuk dikaji secara matang, apakah yang disampaikan itu sekadar keinginan segelintir orang atau memang kebutuhan masyarakat.
Charta Politika yang mengadakan survei pada 3-9 Oktober 2024 lalu sebagaimana dirilis Direktur Eksekutif Yunanto Wijaya menunjukkan bahwa paslon Robinsar-Fajar mengungguli dua paslon lainnya yakni 38,7%, paslon petahana Helldy Agustian-Alawi Mahmud 33,6%, paslon Isro Mi’raj (Mantan Ketua DPRD Cilegon)-Nurrotul Uyun (Anggota DPRD terpilih yang mengundurkan diri) 13,6%, sedangkan 14,2% belum menentukan pilihan. Dari survei itu pula dapat diketahui sebaran elektoralnya, daerah mana yang lemah dan wilayah mana yang sudah mapan termasuk pemetaan pemilih dari aspek sosio demografi. Dari sinilah tim menerjunkan paslon untuk terjun langsung ke masyarakat, bersilaturahmi dan tatap muka untuk bersosialisasi serta menyerap aspirasi masyarakat. Sosialisasi dan tatap muka dijadikan senjata utama lantaran hasil survei menunjukkan bahwa kunjungan langsung ke masyarakat punya pengaruh yang besar dari sisi elektoral.
Dari kunjungan ini kemudian terserap aspirasi yang akan dijadikan acuan dalam menyongsong program pembangunan jika terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota. Bahkan jika aspirasi itu perlu penanganan atau solusi yang mendesak, tim dan paslon tak segan langsung mengeksekusi sesuai kemampuan. Contohnya penanganan lingkungan PCI Raya yang tak baik dari segi keamanan dan kerap kebanjiran, pengerukan sedimentasi kali Medaksa Merak dan kali di lingkungan Kadipaten yang jadi langganan banjir, pengerukan pangkalan nelayan di Merak dan Tanjung Peni.
Satu bulan pasca survei Charta Politika, tim pemenangan dan paslon Robinsar-Fajar berjibaku di lapangan dalam rangka meningkatkan simpati warga terhadap paslon dengan berpedoman dari rekomendasi hasil survei. Efektivitas kerja-kerja politik tim pemenangan dan paslon Robinsar-Fajar bisa diukur kemudian dengan hasil survei kedua yang dilaksanakan lembaga survei Indikator pasca debat terbuka yakni pada 12-20 November 2024.
Hasil survei yang dipresentasikan Indikator di hadapan Timsus Pemenangan Robinsar-Fajar pada 22 November 2024 sungguh mengejutkan. Adapun hasilnya antara lain dari sisi elektoral paslon Robinsar-Fajar melenggang jauh yakni memperoleh 42,8%, Helldy-Alawi 36,3% serta Isro-Uyun 11,5%, sementara yang belum menentukan pilihan 9,4%. Dilihat dari aspek sosio demografi pemilih khususnya kelompok umur, Robinsar-Fajar juga unggul. Misalnya banyak dipilih oleh kaum milenial dan Gen Z. Data menunjukkan pemilih di bawah 25 tahun, memilih Robinsar-Fajar sebanyak 46,1%, Helldy-Alawi 29%, Isro-Uyun 13,7%, sedangkan yang belum menentukan pilihan 10,9%. Demikian halnya dengan Gen Z dengan usia 26-40 tahun, 49,4% memilih Robinsar-Fajar, 33,4% Helldy-Alawi serta 11,8% memilih Isro-Uyun, sedangkan 5,4% belum menentukan pilihan.
Paslon Robinsar-Fajar memang kalah di kalangan orang tua dengan hasil yang menunjukkan Robinsar-Fajar 37,2%, Helldy-Alawi 39,7%, Isro-Uyun 11,1% dan yang belum menentukan 11,9%. Adapun usia >56 tahun Robinsar-Fajar 34,3%, Helldy-Alawi 45%, Isro-Uyun 85% serta yang belum menentukan pilihan sebanyak 11,3%.
Khusus terkait petahana, terdapat temuan yang menarik soal keinginan kembalinya incumbent atau petahana jadi Walikota Cilegon. Ketika ditanyakan apakah bapak/ibu menginginkan atau tidak menginginkan Helldy Agustian kembali menjadi Walikota Cilegon untuk periode mendatang, jawabannya sungguh mengejutkan yakni hanya 38,7% yang menginginginkan kembali, sedangkan 42,9% tidak menginginkan dan 18,4% tidak tahu.
Dengan melihat hasil suvei di atas, tim paslon Robinsar-Fajar optimis bisa memenangkan pertarungan Pilkada. Alasan paling rasional adalah karena selisih antara Robinsar-Fajar dengan Helldy-Alawi sebanyak 6% lebih, sementara masih ada massa mengambang sebanyak 9,4%. Massa mengambang ini biasanya tidak akan menentukan pilihan ke petahana, tapi kepada penantang. Demikian pula suara dari segmen kelompok umur, meskipun paslon Robinsar-Fajar kalah di kelompok umur orang tua, tetapi menang di kelompok milenial dan Gen Z. Harus diingat bahwa sebaran pemilih di Cilegon, kelompok milenial dan Gen Z cukup mendominasi. Sebaliknya, kemungkinan besar yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemilihan, lebih banyak dari kelompok umur 40 tahun ke atas. Apalagi ditambah masyarakat Cilegon lebih banyak yang tidak menginginkan Helldy Agustian kembali menjadi Walikota (42,9%) dibandingkan dengan yang menginginkan (38,7%), masih adalagi yang belum menentukan yakni 18,4%. Besar kemungkinan yang belum menentukan ini tidak akan ikut arus yang menginginkan, jadi kemungkinannya bisa ke Robinsar-Fajar atau Isro-Uyun.
Hasil survei ini sengaja tidak dipublikasikan sebagai bagian dari strategi pemenangan dan kerja-kerja politik tim pemenangan Robinsar-Fajar untuk lebih memantapkan lagi perolehan akhir dalam pelaksanaan Pilkada 27 November 2024 dengan cara penetrasi terhadap kantong-kantong suara yang lemah agar lebih banyak simpati masyarakat dan menjaga soliditas calon pemilih, relawan dan tim di kantong suara yang sudah kuat.
Akhir dari pertarungan, adu strategi, adu program ditentukan hari Rabu 27 November 2024. Hasilnya sangat fenomenal, berdasarkan hasil quick count Indikator, Robinsar-Fajar 50,97%, Helldy-Alawi 27,98% dan Isro-Uyun 21,04%. Adapun hasil real count KPU Robinsar-Fajar 50,53%, Helldy-Alawi 28.09% dan Isro-Uyun 21,38%. Selisih perhitungan antara quick count Indikator dengan real count KPU tidak jauh berbeda, hanya beda nol koma saja. Dengan hasil yang demikian, maka dapat dipastikan Robinsar-Fajar menjadi pemenang pilkada dan akan dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota Cilegon Februari 2025 mendatang. Itu artinya, Robinsar-Fajar yang dianggap belum punya pengalaman, bisa mengalahkan calon yang sudah pengalaman. Kekalahan itu tak tanggung-tanggung, suara dua paslon yang kalah, jika digabungkan, Robinsar-Fajar masih tetap unggul. Secara ekstrem bisa juga dikatakan bahwa paslon yang berpengalaman kalah telak dengan paslon yang masih muda dan relatif pendatang baru dalam kancah politik.
Lantas kesimpulannya apa?, ya ternyata petahana sudah tak dikehendaki masyarakat untuk menduduki Walikota 2 periode, sama dengan kelompok yang membuat kaos dengan jargon Stop 2 Periode. Jadi dibalik kemenangan Robinsar-Fajar, tidak hanya peran Tim Pemenangan yang solid, tapi pengaruh paslon yang masih muda juga banyak digandrungi kaum milenial termasuk juga ibu-ibu muda.
Hal lain yang berpengaruh sebagaimana disebutkan dalam survei, masyarakat lebih banyak yang tidak menginginkan Helldy Agustian menjadi Walikota lagi. Sungguhpun demikian, dibalik kemenangan Robinsar-Fajar dan euforia para pendukung, terdapat pula warisan birokrasi yang dapat mengganggu roda pemerintahan pasca pelantikan. Yakni kondisi birokrasi yang sedang tidak baik-baik saja. Apa itu?, tunggu tulisan babak berikutnya. (*)