KAB. SERANG – Sejumlah buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Serang pada Selasa (9/8/2022). Dalam aksi tersebut, para buruh menyerukan 3 tuntutan.
Tiga tuntutan yang digaungkan oleh para buruh yaitu meminta pemerintah menghapus praktik percaloan tenaga kerja di Kabupaten Serang, mendesak DPRD Kabupaten Serang agar membuat surat rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mengeluarkan cluster ketenagakerjaan dari Omnibus Law.
Mereka juga mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang untuk membuat atau memperbaiki Peraturan daerah (Perda) Ketenagakerjaan dan melakukan penegakan hukum serta menindak tegas perusahaan yang melanggar hak normatif pekerja.
Salah satu pengurus SPN Kabupaten Serang, Wahyu mengatakan kedatangan para buruh ke DPRD Kabupaten Serang selain menyerukan 3 tuntutan juga menyoalkan lemahnya pengawasan dari pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dalam mengawasi dinamika ketenagakerjaan.
“Yang pertama pasti menolak Omnibus Law, lalu menuntut bidang pengawas ketenagakerjaan dengan masih banyaknya masih lemahnya kinerja pengawasan dari Disnakertrans,” ujar Wahyu saat ditemui di lokasi unjuk rasa.
Sekadar diketahui fungsi pengawasan terhadap ketenagakerjaan di kabupaten/kota yang berada di Provinsi Banten sejak sekitar tahun 2017 sudah menjadi kewenangan Disnakertrans Provinsi Banten.
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Cikoja Rizal Peni menyebutkan beberapa persoalan lainnya yang terjadi di dunia ketenagakerjaan di Kabupaten Serang yakni masih banyaknya pidana ketenagakerjaan yang minim penanganan.
“Pidana-pidana tenaga kerja itu masih banyak sekali terjadi di Kabupaten Serang dan ini minimnya penanganan,” ucap Rizal.
Rizal menambahkan dengan diberlakukannya kewenangan pengawas tenaga kerja yang saat ini berada di Disnakertrans Provinsi Banten membuat para buruh dan serikat sulit untuk melaporkan masalah ketenagakerjaan.
“Kami juga kesulitan, ditambah pengawas tenaga kerja sekarang adanya di provinsi, sehingga ini semakin sulit jalur birokrasinya bagi kami untuk melaporkan permasalahan ketenaga kerjaan,” papar Rizal.
Pihaknya bersama para serikat buruh lainnya juga sempat melakukan aksi di UPT Ketenagakerjaan terkait kasus-kasus tenaga kerja di perusahaan. Namun, hingga saat ini tidak ada kejelasan langkah tindaklanjut dari pelaporan yang dilakukan para buruh.
“Beberapa kasus yang juga kita sempat aksi di UPT, kita sampaikan kasus-kasusnya ada yang ditangani, ada juga yang ditangani tapi enggak serius dan banyak lagi perusahaan-perusahaan lain yang melakukan pelanggaran tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah,” kata Rizal.
(Nin/Red)