Beranda Opini Cilegon di Persimpangan, Antara Efisiensi dan Beban Defisit Anggaran

Cilegon di Persimpangan, Antara Efisiensi dan Beban Defisit Anggaran

Pegiat Literasi, Moch. Nasir Rosyid SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir Rosyid SH,
Pegiat Literasi

Jika tak ada aral melintang, tanggal 20 Februari 2025, pasangan Robinsar-Fajar Hadi Prabowo (Robinsar-Fajar) akan dilantik sebagai Walikota-Wakil Walikota Cilegon periode 2025-2030 bersamaan dengan seluruh Kepala Daerah terpilih hasil Pilkada 2024 di Istana Merdeka, terkecuali bagi yang bermasalah di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan adanya pelantikan ini, tentu saja menjadi harapan baru bagi proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dengan landasan Visi Misi yang disampaikan saat pencalonan.

Namun apa lacur, harapan itu nampaknya tidak akan berjalan mulus lantaran situasi dan kondisi keuangan daerah lagi morat marit ditambah lagi dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Sehingga dalam tahap awal pelaksanaan APBD 2025 penuh dengan tantangan yang sangat terjal.

Keluarnya Inpres itu menjadi kendala tersendiri bagi kepemimpinan Robinsar-Fajar. Dalam Inpres itu di antaranya disebutkan bahwa untuk Gubernur, Bupati/Walikota untuk; membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, study banding, pencetakan, publikasi dan seminar/FGD, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50%, mengurangi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) mengenai standar harga satuan serta melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari transfer ke daerah. Adapun Dana Transfer Daerah sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 secara keseluruhan dikurangi Rp50 triliun lebih untuk seluruh daerah di Indonesia. Atas dasar ketentuan di atas, maka mau tidak mau, berpengaruh terhadap rencana pembangunan yang terdapat dalam APBD 2025 hingga harus melakukan penyesuaian di sana-sini atau dalam bahasa regulatif disebut perubahan APBD.

Dengan adanya Inpres Nomor 1 Tahun 2025, sudah menjadi beban tersendiri bagi pelaksanaan pembangunan daerah di Indonesia. Khusus untuk Cilegon, beban itu menjadi bertambah berat lantaran kondisi keuangan daerah dalam keadaan sakit disebabkan APBD 2024 mengalami defisit ratusan miliar rupiah yang dampaknya ke mana-mana. Bisa dikatakan bahwa untuk Kota Cilegon laksana pepatah “sudah jatuh, tertimpa tangga”.

Baca Juga :  Bahaya Pornografi di Media Sosial

Defisit APBD 2024 meninggalkan utang pembiayaan utamanya untuk membayar pihak ketiga serta pembayaran honor daerah yang tidak bisa dibayarkan hingga berakhirnya Tahun Anggaran 2024. Dampak lain dari defisit itu menimpa pula kepada para guru madrasah, guru ngaji, guru PAUD, kader posyandu dan linmas yang honornya pada Triwulan IV tahun 2024 tidak bisa dibayarkan. Terhadap mereka ini sungguh sangat memprihatinkan lantaran berdasarkan regulasi yang ada, ada potensi hangus alias tidak bisa dibayarkan melalui Perubahan Anggaran APBD 2025. Makanya bisa dimaklumi jika kemudian mereka, termasuk beberapa ormas dan mahasiswa melancarkan aksi demonstrasi menuntut hak-hak mereka.

Terakhir, para guru madrasah mengadakan hearing dengan DPRD Cilegon. Adapun hasilnya sebagaimana disampaikan dalam pertemuan itu bahwa honor guru madrasah, guru ngaji, guru PAUD, kader posyandu, linmas yang berjumlah Rp8 miliar lebih sudah dimasukkan dalam usulan perubahan parsial APBD 2025 dengan embel-embel pelaksanaannya tergantung keputusan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam konteks ini, ada keanehan bahkan bisa dikatakan ada kejanggalan mengingat BPK bukanlah lembaga yang membuat aturan, tetapi sebagai institusi yang justru memeriksa tentang pelaksanaan aturan. BPK bisa saja tidak mau ambil risiko lantaran persoalan ini adalah soal kebijakan pimpinan daerah. Dilaksanakan atau tidak, tergantung sejauh mana pimpinan daerah punya empati terhadap para guru madrasah, guru ngaji, guru PAUD, kader posyandu dan linmas. Kebijakan itu harusnya dilaksanakan sebelum tutup Tahun Anggaran 2024. Jika Walikota Cilegon mengambil kebijakan pelaksanaan tahun ini, yakin maju kena mundur kena. Maju kena aturan, tidak maju, kena “timpuk” para guru madrasah, guru ngaji, guru PAUD, kader posyandu dan linmas. Namun, apapun kondisinya, potensi untuk tidak bisa dibayarkan tetap masih ada lantaran memang tidak ada regulasi yang mengatur tentang hal di atas.

Baca Juga :  Usung Helldy Agustian, PKS Banten Siapkan Balon Wakil Walikota Cilegon

Kegaduhan yang terjadi di Cilegon terkait dengan situasi dan kondisi kekinian dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, mau tidak mau membawa Cilegon di Persimpangan antara Efisensi dan Beban Defisit APBD 2024. Dengan adanya efisiensi yang diperintahkan oleh Pemerintah Pusat melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 sudah terasa sangat berat bagi pemerintahan yang baru di bawah pimpinan Walikota dan Wakil Walikota Robinsar-Fajar. Beban berat yang dipikul Robinsar-Fajar dalam melaksanakan APBD 2025 bisa dilihat dengan adanya pemotongan Dana Transfer Daerah baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Tak tanggung, adanya efisiensi dari Pemerintah Pusat ini, Dana Transfer Daerah untuk Kota Cilegon dipotong sebesar Rp400 miliar lebih atau yang semula Rp1.093.242.739.000,-, hanya kebagian Rp688.629.515.000,-.

Pemotongan dana transfer jelas akan merubah struktur APBD 2025 yang berakibat pada terkendalanya pelaksanaan pembangunan Cilegon baik dalam bidang infrastruktur maupun terhadap program lainnya. Pundak Robinsar-Fajar ditambahi beban defisit anggaran APBD 2024 yang terindikasi sakitnya kas daerah. Makanya sebelum adanya Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Kota Cilegon sudah terlebih dahulu mengadakan pemangkasan anggaran di semua OPD. Tujuannya bukan untuk pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tetapi untuk membayar utang APBD 2024 yang mencapai ratusan miliar rupiah baik untuk pembayaran pihak ketiga maupun untuk membayar honor daerah, bahkan mungkin untuk membayar tuntutan honor guru madrasah, guru ngaji, guru PAUD, kader posyandu, linmas meskipun pelaksanaannya tergantung dari keputusan BPK.

Pil pahit lain yang ditelan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon Robinsar-Fajar dalam memimpin Kota Cilegon untuk tahun pertama kepemimpinannya adalah harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD 2024 kelak. Padahal, pelaksanaan APBD itu secara nyata adalah pelaksanaan era kepemimpinan Walikota lama Helldy Agustian. Dengan melihat karut marutnya pelaksanaan APBD 2024 yang ujungnya mengalami defisit dengan meninggalkan beban utang ratusan miliar rupiah di atas, bisa jadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Cilegon oleh BPK akan diganjar dengan penilaian Disclaimer. Andai saja ini terjadi, maka label itu akan dipikul Walikota Robinsar-Fajar sebagai pimpinan daerah.

Baca Juga :  Mari Kita Rayakan 14 Maret Sebagai Hari Aksara Nasional

Situasi seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyerang dan melakukan framing terhadap kepemimpinan Robinsar-Fajar yang isinya akan menjelek-jelekkan ketidakmampuan Pemerintah Kota Ciegon dalam pengelolaan keuangan daerah. Inilah yang disebut dalam sebuah anekdot, tidak makan nangkanya, tapi kena getahnya. Terhadap hal ini, memang tidak bisa dibantah. Hanya saja masyarakat harus mengetahui dan menilai secara obyektif bahwa ketidakmampuan pengelolaan itu terjadi bukan saat kepemimpinan Robinsar-Fajar, tapi saat Helldy Agustian menjadi Walikota Cilegon.

Dengan melihat uraian di atas, maka tak ada kata yang paling pantas untuk disematkan selain label bahwa saat ini Cilegon ada di persimpangan, persimpangan antara Efisiensi dan Beban Defisit Anggaran. Banyak permasalahan yang terjadi di persimpangan, seperti kesemrawutan, kerawanan bahkan keamanan. Jika tidak hati-hati akan membahayakan. Untuk itulah, diharapkan Walikota dan Wakil Walikota yang baru Robinsar-Fajar harus ekstra hati-hati dalam mengambil langkah agar tidak terjebak di antara riuhnya persimpangan. Semoga saja bisa menemukan solusi atas kesemrawutan di persimpangan itu. (*)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News