YOGYAKARTA — Selain bimbingan teknis produksi sarang burung walet (SBW), Kementerian Pertanian juga menyediakan kemudahan pembiayaan melalui akses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Permasalahan modal memang menjadi kendala pelaku sektor pertanian, tak terkecuali peternak sarang burung walet.
Mereka yang sukses bisnis sarang walet ialah mereka yang berani memulai bisnis ini dengan modal yang memadai, tetapi sebanding dengan laba yang diperolehnya sanggup dua kali lipat atau lebih.
Kementerian Pertanian sendiri mempersiapkan kemudahan akses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah, hanya 6 persen.
Lantas bagaimana caranya peternak burung walet bisa mengakses KUR? Kepala Seksi Fasilitasi Pembiayaan, Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Siswoyo menuturkan, peternak bisa mengajukan Kredit ke Bank Negara (Himbara) dengan surat Kuasa dan pendampingan dari Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang berperan sebagai offtaker.
“BumDes ini menghubungkan Peternak dengan beberapa Penjual sarang, termasuk
Menjaga kredit Bank dengan mengelola uang sampai dengan
transaksi pembelian sarang burung walet dan Obat, mengatur Pendampingan Dinas Peternakan (Dokter Hewan)
dan Asuransi Ternak hingga menghubungkan dengan Pembeli sarang burung Walet, ” jelasnya.
Kredit sendiri akan disalurkan ke Bumdes untuk digunakan peternak walet yang tergabung di dalamnya. Dengan demikian, peternak walet tidak perlu rumit mengurusi cicilan KUR setiap bulannya karena Bumdes bisa melakukan pemotongan cicilan dari hasil produksi dan penjualan sarang burung walet.
“Sama seperti KUR Pertanian lainnya, limit sampai Rp 100 juta tidak dikenai agunan, ” tambahnya.
Untuk pengajuan KUR, Siswoyo mengatakan peternak walet setidaknya sudah menggeluti usaha walet selama 6 bulan sebagai syarat akses KUR. Besaran nilai KUR pun tergantung penilaian dari perbankan.
“Misalnya dari RAB, butuh KUR Rp 200 juta untuk pembuatan gedung walet 3 lantai. Pihak perbankan tidak langsung acc. Karena nilainya Rp 200 juta, pastinya membutuhkan agunan. Pihak perbankan akan menilai agunan yang diberikan. Kalau untuk pengajuan KUR pertama, nasabah biasanya hanya 85 persen saja, ” jelasnya.
Diakui Siswoyo, ada beberapa titik kritis atau resiko pembiayaan, mulai dari ratusan gedung walet, gedung yang berhasil
hanya sekitar 10 %, Gedung walet yang agak produktif sekitar 30 %. “Gedung kosong biasanya akibat kesalahan desain. Gedung walet juga rawan pencurian, salah penerapan pola panen juga bisa menjadi gagal bahkan populasi walet yang tidak berkembang, ” tuturnya. (Red)