CILEGON – Unsur pekerja dan buruh membantah bahwa pihaknya menyepakati usulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Cilegon 2020 naik 8,51 persen atau sebesar Rp4.246.081 per bulan.
Menurut Rudi Sahrudin Ketua Serikat Buruh Cilegon, pada Rapat Pleno penetapan UMK Cilegon 2020 pada Kamis (7/11/2019) kemarin buruh menolak dengan tegas usulan UMK berdasarkan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Menurutnya, buruh mengusulkan kenaikan UMK Cilegon 2020 sekitar Rp4.382.647 per bulan atau naik 12 persen dari UMK 2019 yakni sebesar Rp3.913.078.
BACA : UMK Cilegon Ditetapkan Rp4,2 Juta per Bulan, Berlaku Januari 2020
“Jadi apa yang disampaikan pak Kadisnaker itu salah. Kemarin saat pleno UMK 2020, dari unsur buruh menolak dengan diberlakukannnya UMK 2020 sesuai PP 78. Soalnya kita dari unsur buruh punya usulan 12 persen,” terang Rudi, Jumat (8/11/2019).
Rudi menjelaskan bahwa usulan kenaikan UMK sebesar 12 itu juga berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh unsur buruh.
“Seperti survei yang dilakukan adalah survei pasar dengan besaran hasil survei itu kenaikannya 12 persen. Itu usulan kita,” paparnya.
Dia menyatakan bahwa Rapat Pleno penetapan UMK 2020 tersebut belum tuntas. Sebab, unsur buruh menolak kesepakatan jika kenaikan UMK berdasarkan PP 78.
“Tapi kita juga mempersilakan kalau Rapat Pleno penetapan UMK itu tidak selesai kita serahkan ke walikota (Edi Ariadi-red) untuk memutuskan, rapat kemarin kan belum selesai karena masih ada penolakan. Tidak ada bahasa kita di rapat pleno legawa dengan keputusan PP 78, tapi yang kita maksud legawa dengan hasil keputusan Walikota,” paparnya.
Rudi menegaskan saat ini pihaknya belum menerima keputusan Walikota terkait penetapan UMK 2020 tersebut.
“Kan kita belum tahu hasil dari Walikota seperti apa. Kalau memang seperti itu silakan, kita tidak akan menggugat, kita tidak akan aksi demo. Sekarang kita masih nunggu hasil rekomendasi dari Walikota. Sekarang saya juga di Kantor Walikota ingin nanya ke Walikota langsung. Soalnya saya belum menerima suratnya,” tegasnya.
(Man/Red)