SERANG – Buntut dari aksi buruh yang memasuki ruang kerja Gubernur Banten berujung pada pengamanan lima buruh oleh Ditreskrimum Polda Banten.
Ketua Dewan Pimpinan daerah (DPD) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten, Indan Indria Dewi membenarkan adanya pengamanan kepada rekannya.
“Iya benar, itu dari kawan-kawan Cilegon dan juga KSPI dari Tangerang diamankan hari Sabtu (25/12/2021) malam minggu jam 19.14 sama 22.35,” ujar Intan kepada BantenNews.co.id pada Senin (27/12/2021).
Intan menjelaskan, kelima rekannya tersebut diamankan untuk diperiksa sebagai saksi atas pelaporan yang dilakukan oleh kuasa hukum Gubernur Banten. Hingga saat ini pihaknya juga telah melakukan pendampingan terhadap kelima rekannya.
“Iya sementara (diperiksa sebagai saksi-red), kawan buruh yang dipanggil dan diperiksa dilaporkan oleh Kuasa Hukum Gubernur dari foto-foto yang beredar menduduki kursi Gubernur. Ada pendampingan, kami melakukan pendampingan terintegrasi jadi seluruh serikat pekerja serikat buruh itu kuasa hukumnya sehingga nanti kawan-kawan yang diminta keterangan akan didampingi oleh kuasa hukumnya tersebut,” kata Intan.
Namun berdasarkan informasi terakhir yang diterima oleh Intan, saat ini ada satu dari lima buruh tersebut yang sudah dipulangkan ke rumahnya. “Informasi terakhir yang saya dapat satu orang sudah diperbolehkan pulang, yang masih ada diperiksa di Polda tapi itu info tadi malam ya, pagi ini saya belum ada info,” kata Intan.
Intan menilai pelaporan yang dilakukan Wahidin Halim selaku Gubernur Banten melalui Kuasa Hukumnya Asep Abdullah Busro adalah tindakan berlebihan sebab aksi yang dilakukan oleh para buruh pada Rabu (22/12/2021) lalu bukanlah sebuah bentuk arogansi melainkan untuk menyampaikan aspirasi untuk merevisi SK UMK tahun 2022. Namun pada akhirnya para buruh menggeruduk ruang kerja orang nomor satu tersebut dikarenakan Gubernur ataupun perwakilan dari Pemprov Banten tak ada satupun yang menemui massa.
“Terkait pelaporan yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Banten sebenarnya tindakan yang tidak perlu karena kita kemarin ke KP3B untuk melakukan aspirasi kepada Gubernur untuk merevisi SK UMK 2022. Hal itu tidak akan terjadi kalau saja komunikasi antara Gubernur dengan rakyatnya berjalan dengan baik ada sinergitas yang terbangun tapi nyatanya tidak ada sedikit pun Gubernur maupun pejabat Pemprov untuk menemui atau menjalin komunikasi dengan rakyat. Karena buruh itu kan rakyat di Banten, masa seorang Gubernur melaporkan rakyatnya sendiri kan aneh. Kita akhirnya menilai tidak ada demokrasi yang hidup di Banten ini, seolah-olah sudah tidak ada demokrasi karena terbukti dengan adanya kriminalisasi buruh ketika mereka menyampaikan pendapat dan aspirasi kepada pimpinan rakyatnya,” ujar Intan.
Intan juga menerangkan aksi massal yang dilakukan oleh rekan-rekannya adalah bentuk kecewaan yang dipicu oleh pernyataan Wahidin Halim beberapa waktu lalu terkait aksi mogok daerah pada 6 sampai 10 Desember 2021 lalu. “Ini juga salah satunya yang memicu adalah statement Gubernur ketika kita melakukan aksi mogok daerah dari tanggal 6 sampai 10 Desember 2021 di mana statement seorang pemimpin daerah menyatakan bahwa minta kepada seluruh pengusaha jika buruhnya tidak mau menerima upah Rp2,5 juta maka udah ganti saja semuanya dengan tenaga kerja baru. Makanya ketika kami dibilang arogan, anarkis sebenarnya statement Gubernur itu yang memicu dan yang lebih arogan masa seorang pemimpin statementnya seperti itu,” kata Intan.
Rencananya Polda Banten akan menggelar konferensi pers terkait penangkapan kelima buruh tersebut. “Hasil ungkap akan disampaikan kepada publik pada Senin (27/12/2021) di Mapolda Banten,” isi pesan yang diterima BantenNews.co.id pada Senin (27/12/2021) pagi.
(Nin/You/Red)