Beranda Artis Bing Slamet, Artis Serba Bisa dari Tangsi Cilegon

Bing Slamet, Artis Serba Bisa dari Tangsi Cilegon

Bing Slamet. (IST)

BING SLAMET merupakan salah satu artis serba bisa. Ia piawai bermain musik, punya suara bagus ketika bernyanyi, dan jago melawak juga berakting.

Bing Slamet bisa disebut apa saja. Mulai dari musisi, aktor, dan juga maestro lawak. Dari berbagai keahlian yang dikuasainya, Bing Slamet menjadi seniman panggung hiburan ‘paket komplit’. Popularitas lewat bakat seninya itu berhasil digapainya bahkan sejak ia masih kecil.

Dikutip daro Majalah Historia Edisi No.11 Tahun I/2013, Bing Slamet terlahir dengan nama Raden Slamet pada 27 September tahun 1927 di Cilegon, Banten. Ia adalah anak pasangan Raden Emtik Ahmad (beberapa sumber menyebutkan namanya Rintrik Achmad) dan Hadijah.

Ketika mengandung Bing Slamet, Hadijah tidak ngidam yang aneh-aneh. ”Saya sehat sekali waktu mengandung Bing Slamet. Tanpa muntah dan selalu bergembira,” kata Hadijah di Majalah Kartini, No 17 tahun 1975 yang dikutip BantenNews.co.id dari GNFI.

Bing Slamet (berdiri di depan, kedua dari kanan) ketika berumur empat tahun bersama orangtua dan saudara-saudaranya di Cilegon, 1931. (Istimewa)

Memet tumbuh besar di Cilegon di sebuah tangsi polisi. Semasa kecil, ia akrab disapa Memet. Memet punya julukan si “anak kolong”, itu karena Memet berulang kali menceritakan ari-arinya yang dikubur di bawah jendela asrama polisi.

Menginjak usia 6 tahun, bakat seni Bing mulai kentara. Ia piawai bernyanyi. Guru sekolahnya di Cilegon bernama Arbaiyyah lantas terus-menerus memberi semangat agar Bing mengembangkan bakat menyanyinya.

Kepiawaiannya dalam bernyanyi semakin disorot. Saat masuk Hollandsch-Indische School (HIS, setara Sekolah Dasar), Bing Slamet mendapat julukan “Abdullah kecil”. Orang-orang menilai Memet punya bakat besar sama halnya dengan Abdullah, penyanyi terkenal pada masa itu.

Bakat menyanyinya terasah berkat hobi sang ayah yang sering menyetel lagu dengan gramofon. Dari situ, ia suka mengutak-utik gramofon, mencari tahu lagu-lagu yang keluar dari piringan hitam yang diputarkan olehnya.

Kegemaran Bing menyetel lagu di gramofon menarik perhatian seorang polisi bernama Laurens yang mempunyai kemampuan olah vokal. Bing pun dibimbing. Hasil tempaan dari Laurens membuat Memet semakin percaya diri.

Pada 1939, ketika menginjak 12 tahun, ia akhirnya masuk perkumpulan musik Terang Boelan yang dipimpin musisi tenar, Husin Bangsa (Husin Kasimun). Bersama Terang Boelan, Bing  tampil dari panggung satu ke panggung lainnya. Pengalamannya mentas kian bertambah pada usia belia.

Pendidikan penting di mata Bing Slamet. Namun dilema harus dihadapi sulung tiga bersaudara ini. Ketika masuk dalam Orkes Kerontjong pada zaman Jepang, ia menjadi kian sibuk.

Saking sibuknya manggung, Bing jadi sering membolos sekolah. Ia harus memilih fokus salah satu di antara keduanya, menyanyi atau bersekolah.

Komponis dan pencipta lagu, Iskandar, kemudian menawarkan solusi. Bing harus datang ke Rakutentji (sekarang Lokasari, Mangga Besar), ke sebuah restoran bernama “Kalimantan” di dalam Pasar Tjiplak. Di tempat itu merupakan tempat berkumpulnya para seniman besar.

Pada 1944, Bing ambil keputusan bulat. Agar membatasi dirinya dari kegiatan manggung yang berpindah-pindah dan mengorbankan pendidikannya, ia memilih bergabung dengan grup sandiwara Pantjawarna di Rakutentji.

Di grup sandiwara pimpinan Fifi Young itu, Bing bertemu seniman idolanya, Sam Saimun.

Bing menjadi penyanyi terbaik di Pantjawarna. Bersama Pantjawarna, ia tidak hanya bernyanyi, tetapi juga mengasah kemampuan drama. Sayangnya, keinginan tetap berseni dan tidak bolos sekolah tidak kesampaian olehnya. Bing tetap harus manggung ke luar daerah karena Pantjawarna sering keliling Indonesia.

Nama Bing

Nama “Bing” di depan “Slamet” terinspirasi dari penyanyi Amerika Serikat, Bing Crosby. Suara bariton Crosby khas, dan Slamet mampu menirukannya. Tak hanya suara sebenarnya, setelan dan gaya rambut Crosby juga ditiru oleh Slamet. Wajar, karena ia memang mengagumi penyanyi sekaligus bintang film kenamaan itu. Nama “Bing” itu diberikan padanya pada 1948 ketika menyanyi sekaligus melawak di Yogyakarta.

”Dalam Honolulu Dream ini Slamet sukses membawakan lagu-lagunya di bawah iringan orkes Hardy’s Boys. Demikianlah asal-usul tambahan nama Bing pada nama Slamet sehingga menjadi Bing Slamet, yang didapatnya di Yogyakarta tahun 1948,” terang Sutrisno dalam buku Bing Slamet: Hasil Karya dan Pengabdiannya.

Sementara Majalah Ekspres Volume 4 tahun 1973 menulis penyematan nama “Bing” konon diberikan oleh tiga aktor film Indonesia yaitu Panji Anom, Awaluddin, dan Basuki Zaelani. Hanya saja ada versi lain, bahwa yang memberikan nama “Bing” adalah aktris papan atas Fifi Young.

Di usianya menuju dewasa, Bing telah bertemu banyak tokoh-tokoh musik nasional kala itu. Seperti Ismail Marzuki, Sjaifoel Bachri, Sam Saimun dan lainnya. Ia menimba ilmu hingga menemukan ciri khas vokalnya sendiri.

Akting dan Lawak

Tak hanya di dunia tarik suara, Bing Slamet juga merambah keahlian seninya lewat akting dan lawak. Pada tahun 1956, Bing Slamet bersama grup lawak Los Gilos yang beranggotakan Mang Cepot dan Mang Udel menjejakkan kaki mereka di dunia sinema untuk film Raja Karet Dari Singapura. Beberapa lawan mainnya adalah para pelawak dari grup tersohor Srimulat.

Deretan filmnya yang berjumlah puluhan itu cukup mencatatkan namanya sampai di tahun 1970an. Bahkan tidak sedikit nama “Bing Slamet” menjadi awalan sebuah judul layar lebar. Seperti, “Bing Slamet Merantau”, “Bing Slamet Dukun Palsu”, “Bing Slamet Koboi Cengeng’ dan masih banyak lainnya. Dengan rentetan karirnya itu, Bing resmi mendapatkan piala FFI di tahun 1960.

Di dunia lawak, Bing Dlamet sempat mendapat julukan ‘Joey Adams Indonesia”, pelawak asal Amerika yang juga cukup mencuri perhatian. Mereka akhirnya bertemu dan adu lawak di hadapan presiden Soekarno pada tahun 1961.

Perkenalan Bing dengan panggung lawak datang dari kemauannya mencoba hal lain di dunia seni. Di tahun 1953, Bing mencoba untuk menantang dirinya dalam sebuah lomba lawak yang diselenggarakan oleh majalah Ria di Gedung Kesenian Jakarta. Ia berhasil memenangkan perlombaan itu dan mendapat gelar “Bintang Pelawak”. Lalu, karir melawaknya semakin melonjak saat bergabung dengan Radio Republik Indonesia. Di mana, Bing bertemu dengan Mang Udel dan Mang Cepot yang kemudian jadi kawannya dalam grup Los Gilos.

 Los Gilos bisa disebut sebagai pelopor komedi cerdas di tahun 1950an. Hal itu ditunjukkan oleh mereka dengan lawakan yang tak segan menyenggol politik dan kritik sosial terhadap pemerintahan.

Saat Los Gilos bubar, Bing memulai grup  bersama Edy Sud dan Atmonadi dengan nama SAE. Kemudian, Iskak dan Ateng juga ikut bergabung. Maka mereka mengubah nama menjadi Kwartet Jaya. Kwartet Jaya berbeda dengan Los Gilos. Mereka secara sengaja menonjolkan masing-masing karakter personelnya. Dengan menyanyi dan membawa alat musik lalu dibalut dengan komedi.

Panggung Hiburan Berduka

Pada 1971 Bing dikabarkan jatuh sakit. Ia didiagnosa sakit jantung dan liver tahap lanjut. Walau dalam kondisi sakit, Bing Slamet masih tetap menghibur masyarakat. Ia bahkan masih sempat bermain film terakhirnya bersama Ateng dan Iskak berjudul Bing Slamet Koboi Cengeng (1974).

Pernah suatu ketika saat sedang mengisi acara bersama Kwartet Jaya di Tegal pada April 1974, ia roboh di depan penonton. Seluruh penonton terpingkal, mengira Bing sedang ngebanyol. Bing pun dilarikan ke rumah sakit, dirawat tiga hari, lalu minta dipulangkan ke Jakarta, ia pun terkulai lemah di atas ranjang.

Pada 17 Desember 1974, Bing Slamet berpulang pada usia 47 tahun. Panggung hiburan berduka kehilangan sosok penghibur penuh talenta. Jenazahnya diantar dengan iring-iringan warga sepanjang 4 kilometer ke tempat peristirahatan terakhir di tempat pemakaman umum Karet Bivak, Jakarta Pusat. Ia meninggalkan delapan orang anak dari pernikahannya dengan Ratna Komala Furi.

Titiek Puspa dan Benyamin S, dua artis sangat berduka dengan kepergian Bing Slamet. Bagi keduanya, Bing Slamet bukan hanya artis idolanya tapi juga sebagai sahabat sekaligus guru.

Ketika Bing Slamet wafat, Titiek langsung menciptakan lagu khusus untuknya yang berjudul “Bing”. Benyamin S tidak menciptakan lagu, tetapi memberikan wasiat ingin dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang ia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat mempengaruhi hidupnya. Wasiat itu Benyamin sampaikan langsung kepada Pemda DKI Jakarta.

Pada 5 September 1995, Benyamin S meninggal ketika namanya sedang berada di puncak. Ia meninggal dunia ketika sinetron Si Doel Anak Sekolahan merajai sinetron di tanah air. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta sesuai wasiat yang dituliskannya agar dapat dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet.

(Ink/red)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News