TANGERANG – Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengimbau kepada masyrakat agar tidak mudah percaya promosi alat yang dapat menghemat tagihan rekening listrik.
Pasalnya, penghematan listrik seharusnya tidak dari alat, melainkan dari perilaku konsumen sendiri. Dengan begitu promosi tersebut dinilai tak bisa dipertanggung jawabkan.
Vice President Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah meminta masyarakat lebih waspada dan tidak memasang alat penghemat listrik yang ditawarkan oleh pihak manapun, termasuk yang mengaku petugas resmi PLN.
“Kami tegaskan bahwa PLN tidak pernah mengeluarkan produk berupa alat penghemat listrik berupa peralatan kompensator daya yang diklaim mampu menghemat listrik atau mampu memperkecil pembacaan nilai daya aktif yang terukur pada kWh meter,” ungkap Dwi, Senin (23/3/2020).
Kajian diberbagai laboratorium teknik dilakukan melalui pengukuran langsung nilai daya dan energi, sudut fasa, harmonisa, juga pengamatan bentuk gelombang arus dan tegangan dengan menggunakan peralatan Power Quality and Energi Analyzer serta Osiloskop. Pengukuran dilakukan pada dua kondisi yaitu ketika alat kompensator daya digunakan maupun tanpa alat kompensator daya.
“Hasil kajian dari berbagai merek dagang, penggunaan alat kompensator daya tidak memberikan dampak terhadap konsumsi daya aktif oleh beban dengan demikian alat kompensator daya tidak dapat membantu mengurangi konsumsi energi pada pelanggan dan tidak mempengaruhi pengukuran energi pada kWh meter,” jelas Dwi.
Menurut Dwi, semua alat penghemat listrik yang diteliti di laboratorium dan beredar di pasaran merupakan komponen pasif yang terdiri dari kapasitor dengan rangkaian pendukungnya.
“Saat dipasang pada beban rumah tangga yang bersifat resisitif penggunaan alat penghemat listrik dapat memperburuk faktor daya dan justru akan memperbesar energi terukur. Jadi alat penghemat listrik hampir pasti tidak bisa mengurangi tagihan listrik,” terangnya.
Mengapa tidak bisa, tanya Dwi, Karena alat tersebut mengurangi arus, atau mengurangi energi reaktif (VAr), bukan energi aktif (Watt), sementara yang dibayar konsumen adalah energi aktif (Watt) dikali waktu, yang satuannya kilo Watt-Jam, atau kWh.
“Lalu, mengapa jawabannya hampir pasti tidak bisa? Ya, karena untuk pelanggan tertentu khususnya berdaya terpasang yang besar, PLN membatasi penggunaan energi reaktif (kVArh) dengan memasang kVArh-meter. Artinya apabila pelanggan memakai lebih dari batas daya reaktif yang dikonsumsi, akan dikenakan biaya yang diukur oleh kVArh,” papar Dwi.
“Sehingga pengunaan alat hemat listrik yang dipromosikan ini, bisa saja memang dapat mengurangi kompensasi kelebihan kVArh namun harus dihitung betul berapa daya reaktif yang akan dikompensasi oleh alat tersebut,” tambnya.
Dengan hasil kajian tersebut, lanjut Dwi, PLN mengimbau kepada seluruh pelanggan untuk tidak memasang alat penghemat listrik yang ditawarkan karena tidak terbukti dapat mengurangi tagihan listrik bahkan akan meningkatkan pengukuran energi listrik.
“Peningkatan tagihan biasanya sejalan dengan penambahan penggunaan listrik. Terkadang kita tidak merasa kalau peralatan elektronik kita bertambah, misalnya dulu tidak menggunakan AC, sekarang menggunakan AC ataupun alat elektronik lain. Ini tentu akan meningkatkan penggunaan listrik. Mengingat tarif listrik khususya untuk rumah tangga sejak 2017 tidak pernah ada kenaikan yaitu sebesar Rp1.467/kwh,” pungkasnya. (Ihy/Red)