Beranda Opini Belenggu Patriarki Buat Perempuan Jauh dari Politik

Belenggu Patriarki Buat Perempuan Jauh dari Politik

FOTO: heylaw.id
Oleh Siti Santinah
Budaya patriarki adalah suatu sistem sosial yang menganggap bahwa kedudukan laki-laki itu lebih tinggi dibandingkan perempuan. Di Indonesia sendiri, budaya patriarki ini masih sangat melekat, bahkan hampir semua masyarakat di Indonesia masih menganut sistem patriarki.
Masyarakat masih menganggap bahwa peran, kedudukan, serta posisi laki-laki masih sangat dominan dibandingkan dengan perempuan.
Kedudukan perempuan masih dianggap di bawah laki-laki, meskipun sebenarnya laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama termasuk di bidang politik.
Dunia politik dianggap oleh masyarakat sebagai dunia yang keras, yang memerlukan kecerdasan dan nalar, serta dunia yang penuh perdebatan. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa dunia ini hanya milik laki-laki bukan milik perempuan.
Kebanyakan orang melihat perempuan sebagai sosok yang tidak layak menjadi pemimpin karena sifatnya yang tidak rasional dan mengandalkan emosi serta kepekaannya dalam mengambil keputusan.
Padahal menurut realitas sejarah, menunjukkan bahwa perempuan telah ikut berperan pada masa pergerakan di zaman sebelum kemerdekaan, mereka memperjuangkan kemerdekaan dengan berani melawan para penjajah, serta memperjuangkan hak-hak perempuan di bidang sosial, budaya, maupun politik.
Dimulai dari R.A Kartini yang mempelopori Gerakan emansipasi wanita lalu di lanjut oleh aktivis-aktivis perempuan lainnya. Gerakan dan organisasi perempuan pun mulai berkembang setelah kemerdekaan, meskipun pada zaman Orde Baru organisasi perempuan mengalami penurunan karena pada masa itu dilarang berserikat dan berkumpul. Namun para perempuan Indonesia tidak pantang menyerah dan ikut serta dalam menurunkan pemerintahan otoriter Soeharto.
Keterlibatan perempuan dalam ranah politik di Indonesia merupakan isu yang kompleks dan terus berkembang. Keterlibatan dan partisipasi perempuan pada umumnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat kita lihat bahwa pada saat ini banyak perempuan yang ikut terlibat dalam parlemen.
Tercatat dalam data BPS bahwa pada pemilu tahun 2019 keterwakilan Perempuan di DPR mencapai 20,5% dan pada tahun 2021 meningkat menjadi 21,39%. Namun, sebenarnya angka tersebut belum mencapai kuota pemenuhan keterwakilan perempuan dalam politik yang seharusnya 30%. Ada beberapa faktor mengapa kuota pemenuhan 30% tersebut belum bisa terpenuhi dengan baik.
1. Belenggu Budaya Patriarki 
Indonesia adalah negara yang masih kental dengan budaya patriarkal nya. Budaya ini menciptakan streotip bahwa politik adalah “dunia laki-laki”. Telah banyak Perempuan yang ikut berpartisipasi dalam politik yaitu dengan cara mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau pemimpin daerah.
Perempuan berfikir bahwa keterlibatan perempuan dalam politik itu sangat penting, apalagi dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Namun keikutsertaan mereka seringkali masih di pandang sebelah mata oleh masyarakat.
2. Minimnya Dukungan dan Kebijakan Efektif
Meskipun terdapat kebijakan 30% untuk keterwakilan perempuan dalam partai politik dan parlemen. Namun, implementasi dan komitmennya masih sangat lemah. Masih banyak partai yang belum serius mendukung keterlibatan perempuan di ranah politik. Dan terkadang, kuota di penuhi hanya sebagai simbolis atau formalitas saja.
3. Minimnya Peran Media Dalam Menggiring Opini Publik
Pada zaman serba digital ini, media sangatlah berperan penting dalam membangun opini public bahwa representasi perempuan dalam legislatif itu sangat penting. Pemimpin perempuan atau politisi sering kali lebih banyak di sorot dari segi penampilan atau kehidupan pribadinya daripada kinerjanya. Media yang tidak adil dalam membuat pemberitaan dapat memperkuat streotipe masyarakat bahwa Perempuan hanya digambarkan sebagai sosok yang emosional dan kurang tegas.
4. Keterbatasan Finansial
Ironisnya, banyak Perempuan sulit berkiprah di ranah politik hanya karena keterbatasan finansial untuk mendukung kampanye dan membuat jaringan politik yang luas dan kuat. Hal tersebut disebabkan karena dalam sistem politik membutuhkan modal yang sangat besar, keterbatasan itulah menjadi penghalang bagi perempuan yang serius dan berkomitmen ingin maju.
Begitu banyak tantangan dan hambatan yang harus di lalui perempuan yang ingin terlibat dalam dunia politik baik hambatan dari masyarakat maupun dari partai-partai politik. Oleh karena itu dibutuhkan Langkah-langkah yang efektif untuk meningkatkan keterwakilan dan keterlibatan perempuan dalam politik. Yaitu dengan cara mulai merubah mindset masyarakat, yang melihat politik hanyalah panggung dari laki laki dan perempuan tidak mampu untuk bertarung dalam ranah politik.
Dengan adanya upaya merubah mindset ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan gender, di mana perempuan dan laki-laki sebenarnya memiliki kesempatan yang sama dalam berpolitik. Keterlibatan Perempuan dalam dunia politik adalah Langkah penting untung mencapai demokrasi yang lebih inklusif dan berkeadilan serta mendorong kebijakan yang lebih responsive terhadap kebutuhan semua lapisan masyarakat.
Penulis adalah mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP Untirta
Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News