CILEGON – Belanja modal daerah pada APBD Pemkot Cilegon tahun anggaran 2018 lalu menorehkan catatan yang kurang signifikan. Ini adalah capaian belanja yang paling rendah dari prosentase kelompok belanja lainnya. Dari alokasi Rp644 miliar, pemerintah daerah hanya mampu merealisasikannya di kisaran Rp304 miliar atau hanya sekitar 56%.
Bahkan dalam lembar Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Cilegon 2018 disebut belanja modal daerah dari seluruh komponen yang ada, tidak mampu terealisasi dengan baik. Jumlah itu didominasi oleh belanja modal tanah sebesar Rp250,9 miliar dan hanya terealisasi sekira Rp57,3 miliar atau sekira 22,8%.
“Sebenarnya itu masih kaitannya dengan pembebasan lahan JLU (Jalan Lingkar Utara) saja itu, juga pembebasan lahan kaitan dengan tandon dan sebagainya. Sementara untuk belanja modal peralatan dan mesin, itu hanya pengadaan karena pengadaan mobil lurah (yang tidak terserap),” ungkap Walikota Cilegon, Edi Ariadi, Rabu (24/4/2019) petang kemarin.
Selain belanja modal tanah, rendahnya realisasi belanja modal juga terjadi pada peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan. “Makanya tahun 2019 ini kita juga meminta antar OPD itu bisa bersinergi juga agar serapan itu bisa lebih maksimal,” katanya.
Untuk diketahui, belanja modal daerah pada tahun 2017 tercatat dengan serapan sebesar 74,42% atau sekira Rp570 miliar dari rencana anggaran Rp672,84 miliar. Tak pelak, anjloknya serapan tersebut pun turut menjadi perhatian Wakil Ketua Pansus LKPJ di DPRD Cilegon, Rahmatulloh.
Ia mengatakan, persoalan teknis sesungguhnya menjadi kendala utama daerah sehingga serapan belanja modal tak mampu dilakukan secara maksimal.
“Belanja modal yang menorehkan serapan kecil itu terjadi karena banyaknya pekerjaan yang gagal lelang. Termasuk pengadaan tanah, yang dikarenakan persoalan perencanaan dan SDM OPD yang kurang matang, perencanaannya asal dan kurang akurat,” katanya.
Lebih jauh politisi partai Demokrat ini menyarankan agar para Kepala OPD mampu merealisasikan apa yang menjadi keinginan kepala daerah seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021.
“Dengan kondisi yang ada saat ini saya bahkan menilai harus ada revisi RPJMD sampai 2021. Supaya target yang diinginkan itu bisa terealisasi,” terangnya. (dev/red)