Sawah Jadi Beton: Ancaman Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan di Provinsi Banten

Teodora Maelani Setiyawati, Mahasiswi Administrasi Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Provinsi Banten menjadi salah satu lumbung pangan nasional dengan produksi padi sebesar 1.550.623,46 ton pada tahun 2024 dan menempati urutan ke-9 terbesar di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Hal tersebut seharusnya menjadi kabar baik untuk mendukung swasembada pangan yang ingin dikejar Pemerintahan Presiden Prabowo saat ini. Namun, adanya alih fungsi lahan pertanian yang kian masif menjadi ancaman serius terhadap ketahanan pangan di Provinsi Banten. Sawah-sawah subur yang sebelumnya menjadi tulang punggung produksi pangan, khususnya beras di Provinsi Banten, perlahan berubah menjadi kawasan beton untuk pemukiman, industri, dan infrastruktur lainnya. Hal ini tidak hanya mengurangi luas lahan produktif, tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas pangan di wilayah Provinsi Banten yang mempunyai peran strategis dalam mendukung kebutuhan nasional dan swasembada pangan.

Sejatinya, Provinsi Banten sebagai lumbung pangan nasional mengalami penurunan produksi sejak dua tahun terakhir ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 2022, produksi padi di Provinsi Banten sebesar 1.777.583,00 ton. Kemudian, pada tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 1.686.483,29 ton dan yang terbaru pada tahun 2024 kembali mengalami penurunan menjadi 1.550.623,46 ton. Hal tersebut tidak dipungkiri bahwa salah satu penyebabnya adalah alih fungsi lahan.

Bahkan, data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menunjukkan bahwa Luas Baku Sawah (LBS) di Provinsi Banten pada tahun 2019 seluas 204.335 hektar dan mengalami penyusutan pada tahun 2023 sebesar 194.465,39 hektar. Luas lahan sawah di Provinsi Banten mengalami penurunan signifikan antara tahun 2019 dan 2023, dengan penurunan total sebesar 5%. Penurunan terbesar terjadi di Kota Tangerang Selatan sebesar 100% atau dapat dikatakan tidak memiliki lahan sawah, diikuti oleh Kota Tangerang 84% dan Kota Cilegon 34%. Faktor utama penurunan adalah alih fungsi lahan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, permukiman, industri, serta perubahan penggunaan lahan menjadi semak atau pertanian tanah kering. Kenyataan ini mencerminkan tantangan dalam menjaga keberlanjutan lahan pertanian di tengah masifnya pembangunan di wilayah Provinsi Banten.

Berdasarkan data di atas, keadaan tersebut menempatkan posisi yang sulit bagi Provinsi Banten. Pada satu sisi, alih fungsi lahan untuk pembangunan di Provinsi Banten mendukung pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat urban yang terus meningkat. Pada sisi lain, hilangnya lahan sawah karena alih fungsi lahan berisiko mengancam ketahanan pangan lokal dan keberlanjutan sektor pertanian serta gelar Provinsi Banten sebagai salah satu lumbung pangan nasional akan lenyap. Baik pembangunan maupun pemanfaatan lahan pertanian mempunyai nilai yang penting dan tidak dapat diabaikan. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol dan pemukiman merupakan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh Provinsi Banten untuk memajukan daerahnya. Namun, apabila pembangunan tersebut mengganggu bahkan menghilangkan lahan sawah, seperti yang terjadi di Tangerang Selatan yang kini tidak memiliki lahan sawah sama sekali patut menjadi perhatian serius.

Solusi saat ini yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Banten untuk ketahanan pangan dan mempertahankan posisinya sebagai salah satu lumbung pangan nasional, yaitu pemerintah harus mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten dan sanksi tegas bagi pelaku alih fungsi yang ilegal, mengoptimalisasikan lahan yang tersisa dengan memanfaatkan teknologi pertanian, diversifikasi pangan lokal perlu digencarkan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, serta melakukan kolaborasi dengan masyarakat dan swasta.

Jika lahan produktif terus mengalami penyusutan, swasembada pangan hanyalah angan semata. Peralihan lahan sawah menjadi beton bukanlah sekadar perubahan hanparan alam, melainkan ancaman bagi ketahanan pangan di Provinsi Banten. Penetapan LP2B, sanksi tegas, diversifikasi pangan lokal, dan kolaborasi harus menjadi senjata dalam mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Banten.

Bagikan Artikel Ini