OPINI PUBLIK “Belajar Teori Barat Biar Nggak Jadi Generasi Asal Ikut”

Bagi kebanyakan orang, pembahasan mengenai teori-teori Barat sering kali terdengar asing, berat, bahkan terasa tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari.  Baik teori sosial, politik, dan budaya semua itu tampak seperti bahan diskusi di ruang kelas atau seminar ilmiah, bukan sesuatu yang bersentuhan langsung dengan realitas hidup masyarakat. Namun sebenarnya, teori-teori besar Barat lahir bukan dari ruang atau lingkungan akademik, melainkan dari pergulatan nyata melawan ketidakadilan, penindasan, dan ketidakpuasan sosial.

Sebagai seorang mahasiswa, kami melihat bahwa teori bukan hnya sekadar produk berpikir rumit yang jauh dari masyarakat. Justru sebaliknya, teori adalah bentuk refleksi atau pemikiran kritis atas dunia nyata yang dihadapi manusia sepanjang sejarah. Dalam dunia yang terus bergerak maju dan perkembangan teknologi yang sangat pesat, memahami akar teori Barat menjadi sangat penting bukan untuk mengaguminya melainkan untuk menggunakannya sebagai alat membangun atau mengawali sebuah perubahan.

Sejarah mencatat bahwa teori-teori Barat lahir dari periode-periode besar seperti pergeseran sosial: Renaissance menghidupkan kembali semangat berpikir bebas, Pencerahan menempatkan akal sebagai pusat dalam menilai dunia, dan Revolusi Industri menggugah kesadaran akan ketimpangan sosial yang parah. Semua momen itulah yang memicu lahirnya teori-teori besar seperti Liberalisme, Sosialisme, Feminisme, Hingga Teori Kritis.

Bagi masyarakat umum, hasil dari teori-teori ini paling terasa dalam kehidupan politik dan sosial saja: dimana konsep demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, hingga kebebasan berpendapat. Tanpa kita sadari, banyak sekali hal-hal yang kita jalani hari ini berakar pada pergolakan pemikiran yang panjang dari Barat.

Sementara itu, dari kacamata mahasiswa, teori Barat tidaklah berhenti hanya di tataran sejarah atau ideologi belaka. Melainkan Teori adalah bentuk panggilan untuk berpikir kritis, mempertanyakan status quo, dan mencari jalan keluar atas persoalan baru di zaman sekarang. Misalnya, teori kritis dari Frankfurt School mengajarkan bahwa teknologi dan kapitalisme bukan hanya alat produksi, tapi juga bisa menjadi alat dominasi baru. Atau teori postkolonialisme yang menyadarkan kita bahwa warisan kolonial masih membentuk relasi kuasa hingga hari ini, termasuk dalam dunia pendidikan, ekonomi, hingga budaya.

Namun, penting untuk diingat bahwa memahami teori Barat bukan berarti kita harus menelan semua konsepnya secara mentah-mentah. Sebagai mahasiswa Indonesia, kita ditantang untuk mengkritisi, mengadaptasi, dan membangun sintesis pemikiran baru yang lebih sesuai dengan realitas sosial dan budaya kita sendiri. Karna Teori harus hidup, harus berakar, dan harus membumi, bukan hanya sekadar jargon belaka.

Teori Barat lahir dari semangat manusia untuk memahami, berani mempertanyakan, dan memperbaiki dunia mereka. Maka, tugas kita hari ini  sebagai mahasiswa, sebagai bagian dari masyarakat adalah melanjutkan tradisi berpikir kritis itu. Perlu ditekankan bahwa Teori bukan hanya untuk dipelajari, melainkan untuk dipakai sebagai alat emansipasi: membebaskan diri dari ketidakadilan, menciptakan perubahan sosial, dan membangun masa depan yang lebih adil dan manusiawi.

Karena dunia kita hari ini, seperti halnya teori, tidak pernah diam. Ia terus saja bergerak  dan tugas kita bukan hanya mengikutinya, melainkan berani untuk mengarahkannya.

Penulis : Rhomadhoni, Angga Rosidin S.I.P., M.A.P

Bagikan Artikel Ini