Membangun Karakter Melalui Pendidikan Moral Pada Pendidikan Jarak Jauh
Oleh : Muhammad Dzaky
Email: mdzaky.animation@gmail.com
Pendidikan memiliki peran penting dalam membangun karakter yang nantinya akan menjadi ciri khas atau simbol dari suatu bangsa. Bahkan lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan kebudayaan mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to know (belajar agar mendapatkan ilmu pengetahuan), (2) learning to do (belajar agar mendapatkan keterampilan), (3) learning to be (belajar agar bisa menjadi dirinya sendiri, menjadi seseorang yang bermanfaat), dan (4) learning to live together (belajar agar bisa hidup bermasyarakat secara global). Urgensi pendidikan karakter ditunjukan oleh pilar ke (3) learning to be dan pilar ke (4) learning to live together yang bersinergi dengan dua pilar pendidikan lainnya untuk membentuk pola pikir masyarakat global.
Pendidikan karakter menjadi hal yang paling urgen dalam kehidupan masyarakat saat ini, karena semakin banyak orang menyadari pentingnya pendidikan karakter di tengah-tengah kerusakan dan kebangkrutan moral bangsa. Orang cerdas dan pandai memang dibutuhkan dalam memajukan peradaban, namun kecerdasan yang tidak diimbangi dengan moral yang baik justru semakin menjauhkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan dalam kehidupan. Dengan demikian, pendidikan karakter yang menekankan dimensi etika keberagamaan menjadi relevan untuk diterapkan untuk kemajuan peradaban.
Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia , termasuk Indonesia, selain berdampak pada bidang kesehatan juga di bidang perekonomina, sosial, pariwisata . pendidikan dan sebagainuya.. Sehingga pada 17 Maret 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja Dari Rumah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, serta mengubah konsep kegiatan belajar-mengajar dari offline (tatap muka) menjadi online (virtual) dengan menggunakan platform Zoom Virtual Meeting, Google Meet, dan lain-lain. Ini merupakan metode alternatif dari pemerintah untuk tetap melanjutkan kegiatan di bidang pendidikan, agar generasi muda Indonesia tidak terlena dengan liburan karena pandemi Covid-19 dan tetap melanjukan kegiatan belajar mengajar di era new normal
Membangun pendidikan karakter pada masa pandemi maupun pasca Covid-19 merupakan suatu keniscayaan. Beragam kebijakan new normal telah mengubah kebiasaan-kebiasaan lama menjadi tidak seperti biasanya. Penerapan protokol kesehatan yang disertai perilaku menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilisasi dan interaksi, ikut berimbas pada perubahan pola pendidikan dan cara belajar yang biasa berlaku pada masa normal.
Sistem pembelajaran daring di satu sisi memanglah merupakan solusi di masa pandemi ini. Namun di sisi lain dampak buruk pun tak kalah hebatnya mengintai. Meskipun secara formal pendidikan bisa tersampaikan pada murid, namun pendidikan moral peserta didik selama pandemik ini terabaikan. Bebasnya siswa dalam memegang gawai di rumah dan di lingkungan sekitar, bisa membentuk komunitas tersendiri bagi mereka, tidak jarang komunitas tersebut saling mengajarkan penggunaan gawai yang tidak sehat, atau aktivitas lainnya yang tidak menunjang pembangunan mental dan spiritual mereka.
Di samping itu penggunaan perangkat digital atau smartphone sebagai media pembelajaran dalam waktu yang cukup lama tidak menjamin membuat siswa terbebas dari paparan konten negatif, seperti pornografi, perkataan dan perbuatan yang merugikan orang lain dan sebagainya. Begitu juga banyak siswa yang tidak bisa mengatur waktunya untuk berinteraksi dengan gawainya, sehingga melemahkan tingkat kedisiplinannya.dalam berbagai hal. Akibatnya adalah penurunan capaian pembelajaran siswa.
Membangun Karakter Melalui Tripusat Pendidikan
Sebelum era new normal, orang tua siswa atau wali murid umumnya menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah dan universitas. Namun seiring dengan merebaknya wabah Covid-19 telah mengubah pola pikir orang tua dan cara belajar peserta didik, dari metode old normal yang mengandalkan peran sekolah, menjadi new normal yang mengikutsertakan peran orang tua dan masyarakat dalam mengawasi proses pembelajaran. Rumah harus kembali menjadi school of love atau baitii jannatii. Rumah dibawah tanggung jawab ayah dan ibu mejadi tempat penanaman karakter yang kuat. Orang tua harus dapat memberikan rasa aman terhadap anak –anak agar mereka merasa dekat dan menjadikan orang tuanya sebagai role model yang pertama.
Dalam al-Quran surat Luqman ayat 13, telah disebutkan urgensi nilai tauhid sebagai pondasi pendidikan karakter. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya. Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ayat tersebut menekankan pentingnya nilai ketauhidan dan nilai ihsan (selalu merasa dalam pantauan Allah SWT) sebagai dasar pendidikan karakter yang dilakukan orang tua dari rumah, karena pendidikan dari orang tua merupakan pendidikan pertama dan utama yang didapatkan oleh anak sebelum belajar dari luar seperti madrasah.
Thomas Lickona dalam buku Educating For Character And Responsibility menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yang disepakati secara global, yaitu moral knowing (memiliki pengetahuan tentang moral dan etika dalam bermasyarakat), moral feeling (memiliki perasaan yang sesuai dengan moral), dan moral action (melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai moral). Hal itu melibatkan tiga aspek kecerdasan, yaitu aspek kognitif melalui moral knowing, afektif melalui moral feeling, dan psikomotorik melalui moral acting
Untuk mencapai ketiga karakter tersebut diperlukan peran tripusat pendidikan yang bekerja secara bersamaan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. Di rumah, peran orang tua dan keluarga sangat dominan dalam menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Juga di sekolah, peran guru, kepala sekolah dan para siswa menjadi role model yang akan ditiru. Begitu pula dalam masyarakat, peran komite sekolah, masyarakat sekitar (community based education), maupun organisasi profesi ikut mengasah dan memperkuat pendidikan karakter peserta didik.
Untuk membangun karakter anak di masa pandemi, orang tua bisa berperan sebagai educator, fasilitator, pengawasan,dan pendamping, motivator dan uswah hasanah bagi anak. Sebagai educator, orang tua menggantikan peran guru di sekolah dalam hal transfer pengetahuan kepada siswa. Pengetahuan atau konten materi yang disampaikan oleh guru dirumuskan dan dikembangkan kembali oleh orang tua di rumah sehingga mengarahkan anak agar berprestasi. Sebagai fasilitator, orang tua menanamkan nilai-nilai karakater pada anak untuk dapat hidup berdampingan di tengah-tengah perbedaan yang ada. Sebagai pengawas dan pendamping , orang tua juga harus mampu mengatur waktu penggunaan gawai bagi anak serta mengawasi fitur-fitur dan konten yang dilihat oleh anak. Dan sebagai uswah hasanah, orang tua harus memberikan contoh perkataan dan perbuatan yang yang baik bagi anak.
Adapun peran guru terhadap pendidikan karakter melalui sekolah jarak jauh diantarnya adalah memberikan lembar kontrol karakter. Ada banyak karakter positif yang dapat dikembangkan oleh guru sesuai kompetensi inti dari kurikulum 2013 seperti memiliki sifat religius,integritas, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dan sebagainya. Guru dapat mengembangkan lembar kontrol untuk diberikan kepada siswa dan untuk orang tua. Lembar kontrol tersebut dinilai oleh guru, setelah itu guru memberikan umpan balik. Guru kemudian menguatkan karakter yang sudah baik dan mengubah karakter yang masih belum sesuai. Guru dapat pula memberikan penghargaan (reward) kepada siswa yang berprestasi setidaknya dengan mengucapkan selamat (congratulation) di group WhatsApp (WA) peserta didik, dan memberikan hukuman (punishment) melalui WA jalur pribadi agar nama baiknya tetap terjaga dan anak tidak merasa direndahkan di depan teman – temannya. Peserta didik juga dapat diberikan ucapan selamat jika mengerjakan tugas tepat waktu dan diberikan hukuman jika terlambat mengerjakan tugas sebagai bentuk penanaman karakter disiplin. Ketika ada kabar seorang peserta didik tidak dapat mengerjakan tugas karena tidak memiliki kuota internet, maka guru dapat mengajak teman – teman kelasnya untuk mentransfer pulsa sebagai bentuk penanaman karakter empati dan peduli. Guru dan wali kelas harus selalu mengkontrol setiap kata yang ditulis oleh peserta didik di dalam group WA para siswa sebagai bentuk penanaman karakter sopan dan santun dalam berucap dan bertanggung jawab atas semua ucapan dan perbuatan mereka.
Sedangkan peran masyarakat dalam membangun karakter siswa diantaranya adalah dengan adanya perubahan pola belajar tantangan kedepan bagi siswa agar dapat beradaptasi dengan proses revolusi mental, dan mulai terbiasa dengan sistem merdeka belajar. Peserta didik dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan untuk memperkaya pengetahuannya dari berbagai sumber online, belajar dimana saja, kapan saja, bahkan dengan siapa saja, tentu saja dengan panduan serta bimbingan dari sang guru dan orang tua. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk memerdekakan peserta didik dalam menuntut ilmu pengetahuan yang dibutuhkan sesuai dengan minat, kemampuan dan bakat alamiah yang dimilikinya. Dengan merdeka belajar, nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena selain dapat berdiskusi dengan guru, belajar dengan outing class, dan mendengarkan penjelasan guru, siswa juga menjadi lebih berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem peringkat (ranking), karena setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Sebagai simpulan dari tulisan ini bahwa dalam upaya untuk membangun karakter melalui pendidikan moral diperlukan peran tripusat pendidikan secara bersamaan yang melibatkan siswa, orang tua, guru dan masyarakat. Pendidikan di era new normal telah membuka peluang kepada peserta didik untuk merdeka belajar. Indikator keberhasilan dalam merdeka belajar tidak hanya ditunjukkan oleh prestasi siswa di kelas daring maupun tatap muka, namun lebih tertuju pada partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tiadanya ketertinggalan peserta didik
.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya dengan transliterasi, Departemen Agama RI, Semarang: PT. Karya Toha Putra, t.t.
Abdul Syatar, dkk., Darurat Moderasi Beragama di Tengah Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19), dalam Jurnal Kuriositas: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan, Volume 13 No.1, Juni 2020
Maman Paturahman, Reaktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi (Suatu Tinjauan Andragogi), dalam Jurnal SOSIO-E-KONS, Vol. 9 No. 3 Desember 2017.
Thomas Lickona, 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Wasathiyyah al-Islāmiyyah wa al-Tajdīd: Ma’ālim wa Manārāt, Cairo: Dār al-Syuruq, 2010.