Melihat Potensi Biji Durian Sebagai Solusi Masalah Sampah Plastik

Oleh: Sentani Chasfila

Mahasiswa S2 Magister Teknologi Pangan – Institut Pertanian Bogor (IPB)

Kemasan plastik selalu dihubungkan dengan isu lingkungan dan pemanasan global. Penggunaannya menjadi hal yang paling banyak digemari oleh masyarakat kita karena memiliki bentuk yang lebih ringan, mudah dibentuk, kokoh, lebih mudah digunakan, aman untuk melindungi pangan, dan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan bahan kemasan dari logam dan gelas. Sayangnya, saat ini plastik dianggap telah menjadi penyumbang sampah terbesar di dunia. Negara Asia termasuk konsumen terbesar plastik di dunia yang menyerap hingga 30 % dan diikuti oleh Amerika, Eropa. Sedangkan Indonesia termasuk negara kedua setelah China yang menyumbang sampah terbesar.

Sayangnya, plastik yang beredar saat ini sebagian besar terbuat dari polimer yang tidak mudah terurai. Sehingga apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia, membunuh satwa yang dilindungi, merusak serta menimbulkan pencemaran lingkungan baik di daratan maupun lautan.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilaporkan bahwa timbulan sampah yang terjadi pada tahun 2021 di Provinsi Banten sebesar 1.176.525 ton pertahun, jika dirata-rata maka perhari menyumbang timbulan sampah sebesar 3.223 ton. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).

Namun demikian, masalah sampah ini semakin pelik dengan kapasitas TPA penampung sampah warga yang mendekati batasnya. Sampah plastik dari bahan polimer tentu saja termasuk penyumbang sebagian dari sampah warga. Jika tidak tertangani dengan baik tentunya hal tersebut akan mengakibatkan masalah kesehatan dan bencana ekologi.

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah plastik tersebut salah satunya adalah dengan mengembangkan inovasi kemasan plastik ramah lingkungan yang berbahan dasar bioplastik yang dapat terdegradasi secara alami (biodegradable). Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan.

Teknologi bioplastik bukanlah teknologi baru. Dia telah diperkenalkan sejak 1926 oleh ahli riset Perancis bernama Maurice Lemoigne. Bioplastik yang saat ini banyak beredar umumnya terbuat dari pati (starch) dan umumnya ditambahkan biopolimer lainnya agar memiliki sifat biodegradable.

Meskipun penggunaan kemasan bioplastik merupakan salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran akibat sampah plastik polimer namun pro kontra penggunaannya hingga saat ini tidak pernah berhenti. Salah satunya adalah karena produsen kemasan bioplastik saat ini masih menggunakan pati yang bersumber dari tanaman pangan. Penggunaan pati dari tanaman pangan tersebut dapat mengancam ketahanan pangan dan mendorong perubahan hutan menjadi lahan pertanian. Oleh sebab itu, riset kemasan bioplastik semakin didorong untuk menggunakan bahan yang terbuat dari limbah pangan.

Dari sekian riset kemasan bioplastik dari limbah pangan dengan kadar amilosa tinggi, biji durian adalah salah satunya. Biji durian (Durio zibethinus Murr.) dipilih sebagai pilihan bahan kemasan bioplastik karena selain mudah diperoleh, statusnya yang juga sebagai limbah sisa konsumsi buah durian. Di Indonesia produksi durian cukup melimpah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah produksi buah durian di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 133.195 ton. Hingga saat ini, bagian buah durian yang lazim dikonsumsi adalah bagian dagingnya yang beratnya hanya sekitar 20-35% dari berat keseluruhan buah durian. Berarti sekitar 65-80% yang terdiri atas berat kulit dan biji terbuang begitu saja dan belum banyak dimanfaatkan secara maksimal.

Hanya sebagian kecil orang yang menggunakan kulit dan biji tersebut untuk pakan ternak. Padahal, kandungan pati pada biji durian sekitar 66,49 % lebih besar jika dibandingkan singkong 34,7% ataupun ubi jalar 27,9%. Beberapa riset yang telah dilakukan dengan membuat plastik biodegradable berbahan pati biji durian dengan penambahan plasticizer gliserol dan kalsium karbonat. Biji durian diperlakukan sedemikian rupa mulai dari penghilangan getah, pengeringan, penghancuran (pengurangan ukuran partikel) hingga menjadi tepung biji durian.

Selanjutnya dilakukan pengujian biodegradabilitas yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kekuatan plastik biodegradable terhadap mikroorganisme pengurai, kelembapan tanah, suhu dan waktu yang diperlukan plastik untuk terurai dengan sempurna. Pengamatan pengujian biodegradabilitas dilakukan dengan mengubur sampel kemasan plastik biodegradable di dalam tanah selama 1-2 minggu.

Salah satu riset menunjukkan bahwa pada suhu gelatinisasi tertentu dan penambahan kalsium karbonat dalam jumlah tertentu dapat menghasilkan persentase biodegradasi tertinggi mencapai 97,44%. Hal ini disebabkan pada suhu tersebut tepung biji durian masih belum tergelatinisasi sempurna dan lembap sehingga mikroba/bakteri dapat tumbuh dan membuat plastik biodegradable terurai dengan baik. Selain itu pada riset lainnya juga memperlihatkan bahwa plastik biodegradable berbahan pati biji durian memiliki kemampuan bahan untuk meregang yang baik, ketahanan terhadap air yang tinggi, dan laju perpindahan uap air yang rendah sehingga mengakibatkan produk yang dikemas dengan plastik tersebut dapat terhindar dari kerusakan. Namun, untuk digunakan sebagai bahan kemasan yang kontak langsung dengan pangan secara massal masih diperlukan riset lebih lanjut terkait uji perpindahan bahan penyusun kemasan ke dalam pangan (migrasi) agar nantinya kemasan plastik berbahan biji durian ini tetap dapat menjaga keamanan dan mutu pangan yang dikemasnya.

Melalui hasil riset yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembuatan kemasan plastik dari pati biji durian bisa menjadi salah satu peluang solusi masa depan untuk keberlangsungan pengemasan pangan dan mengatasi masalah lingkungan. Berdasarkan hitung-hitungan kasar saja, jika sepuluh persen dari produksi 133.195 ton durian limbah bijinya-yang hanya sekitar sepuluh persen bobot buah-dimanfaatkan untuk kemasan bioplastik, maka dengan asumsi kandungan pati rata-rata sekitar 66,49%, dalam waktu 1 tahun industri bioplastik lokal dapat memanfaatkan 885 ton bahan bioplastik. Jumlah tersebut dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sekaligus menjawab pro kontra pemakaian bioplastik dari limbah bahan pangan.

Bagikan Artikel Ini