Di Jawa, tentu sudah tidak asing lagi dengan yang namanya wayang kulit. Karena wayang kulit ini sangat identik dengan kesenian dari Jawa. Pertunjukan wayang kulit biasanya dimainkan oleh dalang dan seringkali dipentaskan semalam suntuk. Lakon yang dimainkan pun juga bermacam-macam. Umumnya mengangkat kisah Mahabharata dan Ramayana. Bagi saya pertunjukkan wayang kulit sangat menarik karena banyak sekali pesan moral yang disampaikan oleh sang dalang lewat tokoh wayang yang dimainkan. Tokoh wayang yang selalu dijadikan sebagai sang penyampai pesan itu, tak lain dan tak bukan adalah Semar. Semar merupakan nama tokoh punakawan atau abdi paling utama dalam pewayangan. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Karena merupakan tokoh asli ciptaan pujangga Jawa, maka tentu saja kita tidak akan menemukan nama Semar dalam naskah asli Mahabharata ataupun Ramayana yang berbahasa Sansekerta. Dalam lakon wayang kulit sebenarnya ada tokoh punakawan yang lain yang merupakan “anak-anak” dari Semar, yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Menurut salah satu literatur disebutkan bahwa sesungguhnya Gareng, Petruk dan Bagong bukanlah anak kandung Semar. Gareng sebenarnya adalah putra seorang pendeta yang dikutuk dan Semarlah yang telah berhasil membebaskan kutukan itu. Petruk sendiri sebenarnya adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sedangkan Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Namun demikian hanya tokoh Semar saja yang selalu hadir di setiap lakon apapun. Baik itu dalam pewayangan Jawa Tengah, pewayangan Sunda, ataupun pewayangan Jawa Timuran. Sementara ketiga punakawan yang lain belum tentu ada. Artinya tokoh Semar dianggap sebagai figur sentral dalam setiap pementasan wayang kulit karena merupakan sang penyampai pesan. Tentu saja gaya penyampaian pesan ala Semar tidaklah seserius tokoh wayang yang lain karena pada dasarnya Semar seringkali berbicara sambil bercanda. Menariknya tokoh Semar ialah, dia memiliki sifat yang serius, tapi juga santai. Dengan cara “sersan” inilah mungkin diharapkan pesan moral lewat tokoh Semar, lebih mudah diterima dan dicerna oleh setiap penikmat pertunjukan wayang kulit. Dalam kisah Mahabharata, Semar ditampilkan sebagai abdi atau pengasuh dari para Pandawa yang merupakan keturunan Resi Manumanasa. Sementara dalam kisah Ramayana, Semar juga ditampilkan sebagai abdi atau pengasuh Sri Rama dan Sugriwa. Sehingga boleh dikata tokoh Semar akan selalu muncul dalam setiap pementasan wayang kulit, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan. Dalam hal ini Semar tidak hanya berperan sebagai abdi atau pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang. Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Semar dikisahkan bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan merupakan penjelmaan dari Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru yang sekaligus juga merupakan raja para dewa. Memang ada beberapa versi tentang asal-usul dari tokoh Semar ini. Namun semua pada dasarnya menyebut bahwa tokoh ini merupakan penjelmaan dari dewa. Semar juga merupakan lurah yang berdomisili di Karangdempel. Karang berarti gersang. Sedangkan dempel berarti keteguhan jiwa. Kalau kita perhatikan, betapa banyak filosofi dari tokoh Semar ini yang sangat mengagumkan. Dalam filosofi Jawa, Semar disebut dengan Badranaya. Berasal dari kata bebadra yang artinya membangun sarana dari dasar dan naya atau nayaka yang berarti utusan. Maksudnya mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Secara Javanologi, Semar berarti haseming samar-samar. Sedangkan secara harafiah, Semar berarti sang penuntun makna kehidupan. Secara fisik, Semar tidak laki-laki dan bukan pula perempuan. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, yang merupakan simbol dari pria dan wanita. Tangan kanan Semar ke atas, maknanya bahwa sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbol Sang Maha Tunggal. Sedang tangan kirinya ke belakang, bermakna berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik. Semar berambut “kuncung” seperti anak-anak. Maknanya hendak mengatakan bahwa akuning sang kuncung, yaitu sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan melayani umat tanpa pamrih untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan perintah Allah. Ketika barjalan, Semar selalu menghadap keatas. Maknanya adalah dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang ke atas atau Tuhan Yang Maha Pengasih serta Penyayang umat. Selain itu Semar juga selalu mengenakan kain jarik motif Parangkusumorojo, yang merupakan perwujudan Dewonggowantah atau untuk menuntun manusia agar memayuhayuning bawono, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran di bumi. Ciri fisik Semar yang sangat unik lainnya adalah bentuk tubuhnya yang bulat. Ini merupakan simbol dari bumi atau jagad raya, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar juga tampak selalu tersenyum, tapi matanya sembab. Ini menggambarkan simbol suka dan duka. Wajahnya tampak tua, tapi rambutnya berkuncung seperti anak kecil. Ini merupakan simbol tua dan muda. Ia merupakan penjelmaan dewa, tetapi hidup sebagai rakyat jelata. Ini merupakan simbol dari atasan dan bawahan. Bagi saya Semar mempunyai banyak keistimewaan. Selain ciri-ciri fisik, keistimewaan Semar yang lain adalah tentang statusnya. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya disejajarkan dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Menurut versi aslinya, penasehat pihak Pandawa dalam perang Baratayuda adalah Kresna. Akan tetapi dalam pewayangan, penasehat Pandawa menjadi dua yaitu Kresna dan Semar. Sebagai penjelmaan dewa, Semar dikenal juga sangat arif dan bijaksana. Bisa bergaul dengan siapa saja, baik dengan kalangan atas maupun kalangan bawah. Selain itu juga tanggap terhadap perubahan jaman. Akan tetapi jika menemukan ketidakadilan dan tindakan sewenang-wenang, maka Semar akan dengan tegas melakukan tindakan preventif, persuasif dan represif. Bisa dikatakan kalau Semar ini rela mempertaruhkan segalanya demi amanat yang diterimanya dari Sang Maha Kuasa. Bila kita cermati ucapan Semar setiap kali mengawali dialog : “mbergegeg, ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak dulito, langgeng…” Yang artinya diam, bergerak atau berusaha, makan, walaupun sedikit, abadi. Maksudnya dari ucapan Semar itu kira-kira begini, daripada diam (mbergegeg) lebih baik berusaha untuk lepas (ugeg-ugeg) dan mencari makan (hmel-hmel) walaupun hasilnya sedikit (sak ndulit) tapi akan terasa abadi (langgeng). Benar-benar sebuah pesan moral yang sangat dalam agar kita selalu bekerja keras untuk mencari nafkah, walaupun hasilnya hanya cukup untuk makan, namun kepuasan yang didapat karena berusaha tersebut akan abadi. Semar seolah-olah tidak pernah mengenal kata sedih. Bila berbicaranya selalu spontan, tetapi mengandung kebenaran. Setiap bertutur selalu menghibur sehingga orang yang sedih menjadi gembira. Orang yang sedang susah bisa tertawa. Itulah sosok Semar yang selalu tumakninah, mengawal kebenaran dan hati nurani para Pandawa sebagai representasi tokoh dunia putih. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah, yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar, mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka bisa dipastikan negara yang dipimpinnya akan menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
Mahabharata merupakan karya sastra dari India yang pengaruhnya terkenal luas di Seluruh Nusantara dan juga Asia Tenggara saat ini. Mahabharata masuk pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Masehi bersamaan dengan masuknya agama Hindu. Melalui kisah Epos yang menarik di dalamnya, masyarakat Jawa kuno mulai mengenal agama dan budaya India. Mahabharata juga diduga menjadi role model kerajaan Hindu pertama di Indonesia, Kerajaan Kutai. Cerita Mahabharata tidak hanya berupa kisah kepahlawanan, namun juga kereligiusan pada Resi-resi yang ada di dalam ceritanya. Kata dasar religious adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religious berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang (Thontowi, 2012). Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Suparlan, 2010). Jika dikaitkan dengan Epos Mahabharata tentunya kita dapat menemukan kereligiusan pada resi-resi yang ada didalam ceritanya. Salah satunya pada Resi Mandawya, seorang resi yang telah memperoleh kekuatan jiwa dan menguasai pengetahuan tentang kitab-kitab suci. Ia mengisi hari-harinya dengan bertapa dan melaksanakan kebajikan-kebajikan sesuai ajaran suci. (Mahabharata:bab 8) Hal ini tentu saja dapat membentuk karakter religius bagi para pembaca cerita Mahabharata. Kereligiusan tersebut dapat dipergunakan dalam pendidikan untuk membentuk karakter religius dengan pembentukan kebiasaan yang baik dan meninggalkan yang buruk melalui bimbingan, latihan dan kerja keras. Pembentukan kebiasaan tersebut akan menjadi sebuah karakter seseorang. Maka karakter yang kuat biasanya dibentuk oleh penanaman nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Pada kehidupan sehari-sehari tentunya kita sebagai manusia dapat mencontoh kereligiusan Resi Mandawya dengan sikap positifnya percaya dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Saling menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda supaya kerukunan dapat terwujud. Kereligiusan Resi Mandawya dirasakan sangat penting oleh kita sebagai manusia yang hidup di bumi karena dapat menumbuhkan iman dan memberi dorongan,arah dalam bertingkah laku. Nilai-nilai religius juga berperan dalam memberi motivasi dan membimbing seseorang untuk melakukan perbuatan yang baik.
Mahabharata merupakan karya sastra dari India yang pengaruhnya terkenal luas di Seluruh Nusantara dan juga Asia Tenggara saat ini. Mahabharata masuk pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Masehi bersamaan dengan masuknya agama Hindu. Melalui kisah Epos yang menarik di dalamnya, masyarakat Jawa kuno mulai mengenal agama dan budaya India. Mahabharata juga diduga menjadi role model kerajaan Hindu pertama di Indonesia, Kerajaan Kutai. Cerita Mahabharata tidak hanya berupa kisah kepahlawanan, namun terdapat banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa kita ambil dari setiap bab yang terdapat di dalamnya. Terutama pada bab 8 yang mengisahkan tentang Mahatma Widura seorang Bagawan Dharma yang di-kutuk-pastu oleh Resi Mandawya menitis, berinkarnasi dan terlahir ke dunia sebagai Widura, yaitu pelayan Ratu Ambalika, istri Maharaja Wichitrawirya. Kelak Widura, yang sesungguhnya adalah inkarnasi Bagawan Dharma, disegani orang-orang sebagai seorang mahatma yang sakti dan mumpuni dalam ilmu pengetahuan tentang dharma, peradilan, sastra, dan ketatanegaraan. Widura tidak pernah mempunyai ambisi apa pun dan sama sekali tidak pernah marah. Kemudian Bhisma mengangkatnya sebagai penasihat utama Raja Dritarastra ketika Widura baru berumur belasan tahun. Menurut Bagawan Wyasa, tak ada orang yang bisa menandingi Widura di ketiga dunia ini, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kebajikan. Suatu ketika Dritarastra mengijinkan anak-anaknya berjudi dadu. Widura segera menyembah di kakinya sambil berkata, “O, Tuanku Raja, hamba tak dapat menyetujui perbuatan itu. Putra-putra Tuanku akan berselisih dan berseteru karena berjudi. Mohon Paduka renungkan katakata hamba dan jangan ijinkan mereka berjudi.” Sayang sekali, Maharaja Dritarastra berwatak lemah. Cintanya yang sangat mendalam kepada putra-putranya membuatnya tak kuasa menolak permintaan mereka. Ia bahkan meminta Yudhistira agar mau menerima undangan Kaurawa untuk berjudi dadu. Dalam kisah tersebut kita dapat mengambil pelajaran hidup bahwa dalam hidup janganlah sampai melampaui batas, sama halnya dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Bahwa jika kita ingin hidup dengan tentram maka janganlah sampai melampaui batas apalagi sampai berjudi karena itu akan merugikan diri kita sendiri. Dalam bab lain yang mengisahkan Pandu Memenangkan Sayembara Dewi Kunti terdapat kisah Dewi Kunti yang menelantarkan bayinya. Hal tersebut berwawal dari Resi Durwasa yang menghadiahkan mantra suci kepada gadis cilik itu. Katanya, “Jika engkau ingin memanggil seorang dewa, siapa saja, mantra suci ini akan membantumu. Dewa yang kaupanggil akan muncul di hadapanmu dan engkau akan mempunyai anak yang keagungannya sama dengan keagungan dewa yang kau panggil.” Resi Durwasa menghadiahkan mantra itu kepada Dewi Kunti, karena dengan kekuatan yoganya ia bisa meramalkan bahwa kelak gadis itu akan menemui nasib buruk dengan suaminya. Karena sangat ingin tahu dan tidak dapat menahan kesabarannya, Dewi Kunti mencoba kekuatan mantra itu. Diam-diam ia mengucapkan mantra itu sambil menyebut nama Batara Surya, Dewa Matahari yang dibayangkannya bercahaya-cahaya di kahyangan. Tiba-tiba langit menjadi gelap gulita, tertutup awan tebal. Kemudian, dari balik awan muncullah Dewa Matahari mendekati Kunti yang cantik jelita. Batara Surya berdiri di dekatnya sambil memandangnya dengan takjub dan penuh gairah. Dewi Kunti, yang berada dalam pengaruh kekuatan gaib dan keagungan serta kesucian tamunya berkata, “O Dewa, siapakah engkau?” Batara Surya menjawab, “Wahai putri jelita, akulah Batara Surya, Dewa Matahari. Aku terseret ke mayapada oleh kekuatan gaib mantra yang kauucapkan untuk memanggilku.” Dengan perasaan kaget dan gembira Dewi Kunti berkata, “Aku gadis kecil yang masih berada di bawah pengawasan ayahku. Aku belum pantas menjadi ibu dan tidak pernah memimpikannya. Aku hanya ingin mencoba kekuatan mantra pemberian Resi Durwasa. Kembalilah ke kahyangan dan maafkanlah ketololanku.” Tetapi Batara Surya tak bisa kembali ke kahyangan karena kekuatan gaib mantra itu menahannya. Melihat itu, Kunti sangat cemas kalau-kalau ia hamil padahal belum menikah. Ia takut dihina oleh seluruh dunia. Batara Surya menghibur dan meyakinkannya, “Tak se–orang pun akan menghinamu, karena setelah melahirkan anakku engkau akan kembali menjadi perawan suci.” Maka, karena karunia dan kesaktian Dewa Matahari yang memancarkan cahaya pemberi kehidupan ke seluruh muka bumi, Dewi Kunti pun mengandung. Berkat kesaktian sang Dewa juga, maka begitu mengandung seketika itu juga ia melahirkan anaknya — tidak seperti umumnya manusia biasa yang dikandung selama kurang lebih sembilan bulan. Anak itu dinamakan Karna karena dilahirkan melalui telinga.Karna terlahir lengkap dengan seperangkat senjata perang yang suci dan hiasan telinga yang indah berkilau seperti matahari. Kelak Karna menjadi senapati perang yang mahasakti. Meski kesuciannya tak ternoda, Dewi Kunti merasa bingung, tak tahu apa yang harus dilakukannya dengan bayinya. Untuk menghindarkan segala kutuk dan malu, bayi itu dimasukkannya ke dalam sebuah kotak yang tertutup rapat lalu dihanyutkannya di sungai. Dalam kisah tersebut menunjukkan betapa kejinya perbuatan Dewi Kunti yang menelantarkan bayinya. Padahal bayi itu sebuah anugerah yang diberikan untuk Dewi Kunti. Hal ini tentu saja bisa dijadikan sebagai pelajaran hidup bagi kita bahwa janganlah menelantarkan bayi karena bagaimanapun itu sebuah anugerah dari Tuhan, dan menjadi tanggungjawab kita. Tentunya hal ini juga seringkali terjadi pada perempuan-perempuan yang memiliki bayi namun dengan teganya membuang bayi tersebut dengan alasan malu karena hamil di luar nikah. Dalam Novel Mahabharata karangan Nyoman S.Pendit tentunya banyak sekali pelajaran hidup yang dapat dijadikan sebagai cerminan hidup untuk seseorang yang mengarah ke lebih baik. Epos ini dengan jelas menggambarkan bahwa manusia yang berbudi luhur juga memiliki kelemahan, sementara yang berwatak buruk juga memiliki sisi baik. Tidak ada manusia yang sempurna.
Pandemi virus corona (Covid-19) telah mengubah kehidupan masyarakat hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat. Seluruh sektor mulai dari kesehatan, pendidikan, pariwisata, hingga ekonomi terkena imbas negatif akibat virus ini. Salah satu yang paling menonjol adalah pada sektor ekonomi. Banyak masyarakat yang mulai khawatir dengan masalah ekonominya. Saat pandemi seperti ini masyarakat mau tidak mau wajib melakukan perputaran ekonomi. Roda perekonomian tentunya harus digerakkan karena kebutuhan individu masing-masing. Di sisi lain, beberapa pelaku ekonomi mengalami kerugian dan harus banting setir beralih profesi atau jenis usaha akibat pandemi. Terlepas dari itu, kegiatan ekonomi yang dilakukan harus inovatif dan adaptif agar bisa meraih keuntungan yang maksimal. Oleh karenanya beberapa kegiatan bisnis baru muncul dan digemari oleh banyak masyarakat di tengah situasi yang tidak menyenangkan seperti ini. Seperti yang kita ketahui, bisnis thrift shop mulai hits di Indonesia semenjak awal pandemi Covid-19, banyak sekali sektor yang terdampak pandemi. Masyarakat yang dulunya masih tabu dengan “Berbelanja pakaian bekas”, mereka berfikir untuk apa membeli pakaian bekas, sedangkan mereka bisa membeli pakaian baru. Ya benar, beberapa dari mereka bisa saja membeli pakaian baru dengan harga yang fantasis di salah satu pusat perbelanjaan atau platform belanja online ternama. Tetapi tidak semua orang bisa membeli pakaian dengan harga yang cukup menguras kantong, apalagi saat masa pandemi seperti sekarang. Dari sanalah muncul ide bisnis thrift shop, bisnis ini banyak digeluti dan menjadi jalan keluar dalam masalah ekonomi oleh masyarakat karena untuk memulai bisnis thrift shop tidak memerlukan modal yang besar, untuk harga satu ball-nya hanya membutuhkan modal berkisar dari Rp.1.000.000 sampai 5.000.000. Jika kita beruntung, maka kita akan mendapatkan pakaian bekas yang bermerek dengan harga yang sangat murah. Pakaian thrift ini dijual dengan harga sangat terjangkau berkisaran Rp.30.000 sampai Rp.65.000. Sebelum siap dijual kembali, kita juga harus selektif dalam memilih pakaian agar tidak memiliki kekurangan seperti terdapat noda atau robekan dalam pakaian yang akan dijual. Oleh karenanya, berburu pakaian bekas di pasar secara langsung akan memberikan sensasi tersendiri bagi mereka yang ingin bergelut dalam dunia thrift. Terjun dalam dunia thrift akan memberikan pengalam tersendiri bagi pelaku usaha. Selain berbagai kemudahan yang ditawarkan, dunia thrift juga sangat mudah untuk dikerjakan. Seluruh kalangan dapat jadi target pasar maupun pelaku usaha thriftshop pakaian. Dengan demikian bisnis thriftshop ini hadir sebagai alternatif usaha untuk mencari rezeki yang dapat memberikan berbagai keuntungan bagi para penggelutnya.
Kata orang, diriku sudah tua renta, terlihat tak berkecukupan yang menjaga dirinya melalui kesendirian. Melihat sesuatu dari kedua mata, bukan berarti hal itu yang benar-benar terjadi. Aku merasa hidupku damai, berkecukupan, meski benar katanya bahwa diriku tua renta menyendiri. Perihal apa yang sudah terjadi dalam kehidupanku, tak kupungkiri bahwa hidupku memang sebatang kara. Lahir tepat sepuluh tahun setelah kemerdekaan, di bawah jembatan lintas perkotaan, ibuku melahirkanku sekaligus meninggalkanku, bapakku entah kemana. Sampailah 63 tahun hidupku menyendiri tanpa kasih saying, juga tanpa pasangan. Sudah terlalu wajar tatapanku dipenuhi wajah-wajah manusia yang merasa iba dan simpati. “Dek, tolong beri roti ini pada Ibu itu, ya! Kasihan, sepertinya ia belum makan,” suruh seorang ibu pada anaknya. Diriku tak menyangkal, memang benar aku terlihat menyedihkan. Jika tak memiliki semangat hidup, sudahlah aku terlihat sangat menyedihkan. Untuk apa menyesal pada takdir, jika memang sudah merasa berusaha yang terbaik? Maka dari itu,hidupku damai. Pernah hatiku menangis, Ketika kakiku terus bergerak di atas aspal saat di sampingku penuh akan kaki yang hanya diam ataupun yang terus menginjak gas pada kendaraanya, namun hatiku meringis Ketika akal dan pikiranku masih diberi rasionalitas saat ada yang akal pikiran rasionalnya hilang sebab kehidupan duniawi. Ketika beranjak pada umurku yang ke-70, aku semakin renta. Apa hidupku masih damai? Ya, sebelum esoknya ada yang mengusik kehidupanku. “Mentang-mentang saya nenek tua miskin, bukan berarti saya mau disuruh untuk meminta-minta! Mentang-mentang kalian preman, bukan berarti dunia memihakmu dan merasa pantas untuk memaksa-mak—” Teriakanku menggema ungkapkan emosi. Istilah orang muda bilang, bogem mentah langsung menghantam wajahku sebelum aku menyelesaikan ucapanku. Aku sudah tua, menghadapi ini jelas kesadaranku hilang. Lantas terbangun pada udara yang terasa pengap, lengan dan kakiku ditali dan tak kuasa untuk bangkit. Waktu terus berlalu, disadari ternyata bukan hanya aku du dalam ruangan pengap ini, puluhan manusia menyedihkan tertidur tak kuasa untuk bangkit berontak. Diriku lemas tanpa asupan makanan sedikitpun, lalu tiba-tiba dipaksa untuk meminta-minta Ketika matahari sudah tenggelam. Bagaimana ini? Aku tak kuasa untuk berusaha. Berdiri pun, kakiku gemetar. Apakah hidup masih damai? Ya, aku masih punya semangat hidup. Terlelap aku di kursi taman dengan udara dingin yang menusuk. Aku terbangun Ketika bahu serasa dipukuli oleh seseorang. Ternyata hari masih gelap. “Bu, ini tempat saya!” kata seorang wanita muda. Walau ingin membantah, namun aku memilih diam dan langsung beranjak dengan tubuh yang semakin lemas. Samar-samar kudengar, “Sudah tua, mati saja sana!” Aku terkejut. Apa maksud Wanita muda tersebut? Begitukah sikap seorang anak muda? Apa aku yang terlalu lenyap dalam kesendirian, hingga tak sadar sikap asli manusia zaman sekarang? Bibirku kelu, tubuhku lemas. Jatuh terduduk, menganggapi fakta aku sudah tua. Aku menyadari, tak lagi yang muda menghormati yang tua. Andaikan usia adalah hari, mungkin memang sudah senja, matahari pun berkedip sayu, tak lagi bersinar terang, kalah jika dibandingkan pagi. Senja tak terima, jika dianggap tak layak menjadi bagian dari hari. Apa salahnya senja diberi hak untuk tetap menyinari hari meski sayup-sayup? Toh sayupnya matahari sebelum terbenam masih selalu dipandang. Jadi, apa salahnya aku hidup. Anak muda?
Gadget adalah seperangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus dan sangat praktis dalam menggunakannya karena tidak perlu terhubung dengan stop kontak yang memiliki aliran listrik. Zaman sekarang perkembangan teknologi sangat pesat salah satu diantaranya adalah gadget, banyak manfaat dan kemudahan yang disajikan di dalam menggunakan Gadget. Diantaranya komonikasi makin lancar meskipun yang diajak komonikasi sangat jauh, juga berbagai informasi yang tersedia di dalamnya. Hanya tinggal mencari di kolom pencarian informasi langsung hadir di hadapan kita. Bukankah itu hal yang bagus?. Dengan mudahnya mendapatkan berbagai macam informasi maka wawasan pun akan makin bertambah. Selain itu gadget pun dapat dijadikan sebagai alat hiburan untuk melepaskan kepenatan atau kelelahan setelah melakukan berbagai aktivitas. Perkembangan smartphone kini digandrungi mereka. Tiada hari tanpa smartphone. Bukan hanya dampak positif tetapi dampak negatif pun ada di sini. Peran orang tua sangat diperlukan untuk anak tercintanya, kehati-hatian sangat diperlukan supaya anak berkembang lebih baik karena pembelajaran tidak cukup jika mengendalikan dari hasil pembelajaran di sekolah. Sebagai tenaga pendidik di sekolah menyarankan untuk memberikan pengawasan yang lebih baik di rumah supaya proses pembelajaran di sekolah dapat tercapai sesuai dengan tujuan. Macam-macam pengawasan yang diperlukan kepada anak yang kecanduan gadget : Perhatikan apa yang dilihat oleh mereka, apakah mereka sedang menimba ilmu yang bermanfaat atau hanya sekadar bermain-main saja dengan gadgetnya. Sebagai orang tua berhak mencurigai anak yang kesehariannya tidak lepas dari smartphone. Tidak lepas dari smartphone perhatian orang tua yang dapat meminimalisir keterpurukan anak karena kecanduan gadget. Perhatikan secara rutin hasil belajar di Sekolah. Apakah hasil belajarnya baik atau kurang baik karena tidak sedikit belajar banyak menonton gadget lupa akan kewajiban sebagai pelajar yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak maksimal. Akibat anak kecanduan gadget mereka akan kesulitan bersosialisasi perkembangan perilaku dan interaksi sosialnya sangat kurang dan cenderung memiliki sikap acuh dan mudah marah karena mereka lebih suka dengan kesendiriannya dan tidak mau lepas dari gadget. Sebagai orang tua tidak membiarkan anak selalu dengan gadgetnya. Sisipkan pelajaran moralitas, saling bantu dan menciptakan kebersamaan yang tercipta dengan baik. Maka dari itu begitu pentingnya pengawasan orang tua pada anak yang sedang bermain gadget. Anak-anak tidak akan mudah kecanduan bermain gadget jika orang tua membatasi penggunaan gadget pada anaknya.