Negara Indonesia di konstruksi bukan hanya oleh pejabat-pejabat dan pemimpin negara, namun di landasi atas dasar demokrasi dan kepercayaan rakyat. Problematika yang sampai saat ini belum terselesaikan adalah kasus korupsi yang banyak dilakukan oleh tikus-tikus berdasi pemerintahan, dan oknum yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dengan menyengsarakan rakyat di banding memprioritaskan kepentingan negara dan hajat hidup orang banyak. Bahkan sampai pada tahun 2023 kemarin, Indonesia masih menepati urutan ke-115 dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 34, dalam predikat negara paling terkorup di dunia, dimana data tersebut di muat oleh jaringan anti korupsi global Transparency International. Dengan adanya data tersebut, tentu yang rakyat harapkan adalah pemberantasan kasus korupsi semakin diperluas dan di percepat oleh KPK, agar setidaknya walaupun tingkat korupsi yang ada di negara kita rasanya mustahil di berantas sepenuhnya, namun dapat mengurangi kasus tersebut. Tentunya sinergitas dalam tatanan hukum ketika proses eksekusi di pengadilan menjadi titik kunci apakah pelaku pidana korupsi akan merasa jera atau justru sebaliknya, sama sekali tidak merasa bersalah karena menganggap hukuman yang di berikan kepada pelaku tidak berat, bahkan justru ketika di penjara pun malah mendapat fasilitas yang setara dengan hotel bintang lima. Seperti halnya kasus yang baru-baru ini ramai kembali di perbincangkan, mengenai korupsi timah senilai 300 T, yang di lakukan oleh suami dari artis Sandra Dewi, yakni Harvey Moeis. Dimana setelah proses sidang di pengadilan, pelaku hanya di vonis penjara selama 6,5 tahun dan denda sebesar 1 miliar dengan alasan selama proses sidang berlangsung, pelaku bersikap sopan, dan memiliki keluarga. Dari adanya hasil tersebutlah, rakyat tentu memanas karena vonis yang diberikan sangat tidak adil, dan cenderung merugikan negara, karena hal tersebut tidak sesuai dengan kerugian yang di dapat oleh negara sebesar 300T. Bahkan rasanya dengan jatuhan hukuman tersebut bukan malah membuat jera, justru akan semakin banyak oknum-oknum lain yang termotivasi dan berani untuk melakukan tindakan yang sama. Komentar dari netizen Indonesia pun mulai banyak bermunculan, bahkan sempat menjadi trending topik di beberapa platform media sosial, seperti Tiktok, Instagram, dan Twitter. Kasus ini tentu memicu reaksi hebat dari netizen, banyak dari mereka merasa kecewa dan marah karena keadilan yang dirasakan tidak ada. Banyak juga netizen yang mengekspresikan ketidakpuasan mereka, dimana kebanyakan menuntut penegakan hukum yang lebih tegas dan adil. Mereka percaya bahwa putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan kenyataan tidak hanya merugikan negara tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam memberantas praktik korupsi yang sama. Selain itu, banyak juga yang menyoroti bagaimana kasus-kasus seperti ini dapat melemahkan kepercayaan publik, sistem peradilan dan pemerintah, serta mendorong persepsi bahwa hukum dapat dibeli dengan uang. Hal ini tentunya menambah rasa geram di kalangan masyarakat yang berusaha untuk hidup dalam lingkungan yang bersih dan bebas dari korupsi. Netizen juga sering kali meminta transparansi lebih dalam mengenai proses peradilan dan peningkatan kesadaran hukum bagi para pejabat agar kejahatan korupsi dapat diminimalisir. Dengan demikian, mereka berharap bahwa langkah-langkah konkrit dapat diambil untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa di masa depan. Dengan adanya trending mengenai kasus tersebut, Presiden Prabowo Subianto bahkan ikut menyoroti dan buka suara untuk dilakukan banding, karena memang kasus tersebut bukanlah sesuatu yang bisa di anggap main-main. Menghadapi kasus tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan publik kembali adalah dengan  peningkatan transparansi dalam sistem peradilan, sehingga setiap tahap proses hukum dapat dipantau dengan baik oleh publik. Hal ini termasuk aksesibilitas informasi mengenai perkara-perkara korupsi yang sedang diusut, sehingga masyarakat dapat mengawasi perkembangan kasus dan memastikan bahwa tidak ada manipulasi yang terjadi di balik layar. Selain itu pula sangat penting untuk memperkuat institusi penegak hukum dengan memberikan pelatihan yang memadai kepada jaksa, hakim, dan polisi agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan integritas dan profesionalisme. Peningkatan sanksi bagi pelaku korupsi juga harus diterapkan secara konsisten untuk menimbulkan efek jera bagi siapa saja yang berpikir untuk melakukan tindakan serupa. Selain itu, pemerintah perlu memperluas program-program pencegahan korupsi, termasuk kampanye kesadaran dan pendidikan hukum bagi masyarakat luas, agar nilai-nilai anti-korupsi dapat lebih ditanamkan dalam budaya nasional. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dan rakyat dapat diminimalisir, dan keadilan dapat lebih mudah ditegakkan