Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Perceraian merupakan terputusnya hubungan suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang kemudian hidup terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum.
Meski demikian, ternyata perceraian dapat berdampak pada kesehatan mental anak.
Melansir dari Healthine dan Parent, dampak perceraian terhadap kesehatan mental anak pun berbeda-beda, tergantung usia anak ketika menghadapi perceraian orang tuanya.
Selain itu, Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Susanto menyoroti tingginya angka perceraian. Ia menyatakan, kasus perceraian seringkali membawa dampak buruk pada anak, Senin (23/7).
“Hal ini perlu menjadi perhatian orang tua agar mengukuhkan dan menguatkan ketahanan keluarga,” kata Susanto kepada Republika.co.id
Ia menjelaskan, perceraian sebenarnya merupakan masalah orang dewasa. Akan tetapi jika tidak dikomunikasikan dengan baik, hal itu daat menggangu tumbuh kembang anak. Pada saat yang sama, perceraian juga menghambat terpenuhinya hak anak, mulai dari hak pendidikan, kesehatan, bermain dan juga hak perkembangan bakat anak.
Selain masalah anak akibat perceraian, Susanto juga menyebutkan beberapa masalah lain. Diantaranya adalah kejahatan seksual terhadap anak, pengabaian pemenuhan hak dasar dan radikalisme.
Dilansir dari Republika.co.id
Berdasarkan data Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat 3,97 juta penduduk yang berstatus perkawinan cerai hidup hingga akhir juni 2021. Jumlah itu setara dengan 1,46 % dari total populasi Indonesia yang mencapai 272,29 juta jiwa.
Dari 10 provinsi dengan penduduk berstatus perkawinan cerai terbanyak di tanah air, lima diantaranya berasa di Jawa. Sebanyak dua provisi di Sumatera, satu provinsi di Nusa Tenggara, satu provinsi di Sulawesi, dan satu provinsi di Kalimantan. Dilansir databoks.katadata.co.id
Dari data yang kita temukan maka dapat disimpulkan bahwa perceraian sering kali terjadi di Indonesia. Hal ini sangat disayangkan, rumah yang merupakan tempat berlindung dan berbagi suka duka baik orang tua dan anak malah berbalik menjadi ancaman dimana anak menjadi malas untuk kembali kerumah mereka.
Namun walau demikian banyak orang yang menentang adanya perceraian dalam rumah tangga namun tetap saja hal tersebut kadang kala tidak bisa dihindarkan, berikut ini 5 dampak buruk dari perceraian bagi tumbuh kembang anak :
- Menumbuhkan setres, cemas dan trauma
Jika anak sudah dalam usia yang cukup matang untuk memahami situasi, perceraian yang terjadi pada orangtuanya akan menimbulkan trauma yang dalam. Dia bisa mengalami setres, merasa tidak dicintai, terabaikan cemas yang berlebihan dan efek psikologis lain yang mungkin terjadi.
- Menurunnya prestasi belajar
Anak-anak korban perceraian biasanya memiliki masalah dengan perilaku mereka sehingga berpengaruh dalam fokus belajar dan nilai-nilai disekolah. Jika selama ini dia sudah cukup berprestasi, bukan tidak mungkin setelah orang tuanya berpisah dia jadi kehilangan motivasi belajarnya sehingga prestasinya tidak sebaik dulu lagi.
- Merasa rendah diri
Dampak negatif lainnya adalah anak akan sulit bersosialisai karena merasa rendah diri, malu, dan iri pada teman-teman lainnya yang memiliki keluarga utuh dan bahagia.
- Mudah terpengaruh hal negatif
Dalam tahap tumbuh kembang anak, mereka akan mudah terpengaruh dengan hal buruk seperti narkoba, alkohol, maupun rokok. Ini bisa saja terjadi karena anak tidak merasa diperhatikan oleh orang tua. Apalagi jika perceraian melalui proses yang berliku, bisa jadi orang tua mengabaikan anak-anak mereka
- Apatis dalam melakukan hubungan
Dalam masa jangka panjang, ketika kelak anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, dia bisa menjadi apatis. Karena takut dengan komitmen dan mungkin menganggap pernikahan itu tidak penting dan hanya berakhir pada perpisahan
Itu tadi dampak perceraian bagi tumbuh kembang anak. Semoga dengan begitu tidak banyak orangtua yang memutuskan untuk berpisah yaa. Agar anak tetap tumbuh dengan optimal. Sebisa mungkin setiap masalah diselesaikan dengan kepala dingin dan baik-baik karena walaupun seberat apapun masalah itu tetap ada solusi yang terbaik bagi rumah tangga selain perceraian. Namun bila harus berpisah beri anak pengertian yang baik agar tidak ada kesalah pahaman antara orang tua dan anak. Segera lakukan konsultasi pada psikologi bila anda melihat adanya perubahan sifat dan kebiasaan yang tidak wajar pada anak setelah perceraian terjadi.
Penulis
Erika Cyndiana