Dampak Covid terhadap Pendidikan di Indonesia

Foto Dokumentasi Penulis

Sejak merebaknya pandemi Covid-19 pada Maret 2020 lalu, banyak perubahan besar yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Salah satu yang paling terkena imbasnya adalah dunia pendidikan, dimana pembelajaran di sekolah terpaksa dilakukan secara online.

Hal ini menimbulkan pro kontra yang tak berujung. Pasalnya, penyampaian materi menjadi kurang efektif jika dilakukan secara online. Belum lagi rendahnya akses internet di beberapa daerah. Namun, para orangtua juga khawatir jika sekolah dibuka kembali, sementara pandemi belum juga pergi.
Rentetan Kebijakan Pemerintah
Dampak pandemi Covid-19 terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tentu tak terlepas dari kebijakan yang diterapkan pemerintah. Untuk mencegah penyebaran virus corona, pemerintah memberlakukan kebijakan “belajar dari rumah” melalui surat edaran bertanggal 24 Maret 2020.
Sejak saat itu, semua lembaga pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi meniadakan pembelajaran langsung. Sebagai gantinya, para siswa mengikuti kelas online yang diselenggarakan melalui platform teleconference, seperti Zoom atau Google Meet.

Tentu saja tidak semua sekolah di seluruh Indonesia menerapkan cara pembelajaran seperti itu. Bagi masyarakat kota yang telah akrab menggunakan gadget tentu bukan hal yang sulit untuk sekadar mengaktifkan Zoom. Namun, beda ceritanya dengan para pelajar yang ada di pedesaan.
Sejumlah sekolah yang menyadari terbatasnya kepemilikan gadget dan akses internet akhirnya hanya melaksanakan pembelajaran setengah-setengah. Para guru lebih sering memberikan tugas, tugas, dan tugas. Sedangkan siswa diminta belajar secara mandiri bersama orangtua dan buku.

Selama tahun pelajaran 2020, pembelajaran lebih sering dilakukan secara online, dengan sesekali siswa diminta datang ke sekolah secara bergantian. Berbagai kebijakan terkait pendidikan pun lebih dilonggarkan seperti penghapusan Ujian Nasional untuk siswa tingkat SD, SMP, dan SMA.
Akhirnya Mendagri mengeluarkan Instruksi nomor 35 tahun 2021 yang mengijinkan pembelajaran tatap muka secara terbatas di beberapa daerah. Aturan itu membolehkan sekolah di daerah dengan PPKM level 2 dan 3 melaksanakan pembelajaran langsung mulai 31 Agustus 2021 lalu.

Karena sifatnya terbatas, pembelajaran langsung itu pun masih belum merata di semua daerah. Sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka pun masih belum bisa menerapkannya secara maksimal. Misalnya karena pengurangan jam pelajaran dan pergantian pemakaian ruang kelas.
Dampak Negatif Pembelajaran Online
Sekolah daring yang diberlakukan sejak awal pandemi punya banyak kekurangan yang tidak hanya menimpa murid, tapi juga guru dan orangtua. Berikut 3 hal yang paling dirasakan siswa ketika harus bersekolah secara online berkepanjangan. Pembelajaran Kurang Efektif
Dibandingkan online, penyampaian materi secara langsung tentu lebih efektif. Karena siswa bisa lebih fokus memperhatikan dan menyimak materi pelajaran dari guru. Apalagi untuk materi-materi praktis yang membutuhkan praktek di lapangan atau laboratorium.

Tidak maksimalnya pembelajaran online juga semakin diperburuk dengan ketimpangan akses internet. Menurut survei INOVASI, dari 300 responden yang tersebar di 18 kabupaten, hanya 28% yang menggunakan media daring. Sisanya, masih mengandalkan pembelajaran mandiri dari buku. Beberapa guru dan orangtua juga tidak mempunyai keterampilan yang baik dalam mengakses teknologi digital. Khususnya keluarga kurang mampu yang memang tidak terbiasa menggunakan gadget. Sehingga mereka pun kurang maksimal saat mendampingi siswa belajar secara online.

Siswa Rentan Mengalami Kejenuhan
Terus menerus memperhatikan layar HP atau laptop, tentu membuat para siswa mudah merasa jenuh. Apalagi ditambah dengan minimnya aktivitas fisik di luar rumah. Mereka pun cenderung lebih malas belajar dan kurang fokus saat mengikuti pembelajaran daring.
Kurangnya Aktivitas Sosial Siswa
Belajar di rumah menjadikan siswa tidak bisa bertemu teman-teman sebayanya yang biasa ditemui di sekolah. Hal ini berakibat pada rendahnya kemampuan komunikasi dan sosialisasi antar siswa. Bahkan, beberapa siswa justru lebih senang ketika menghabiskan waktunya bersama ponsel.
Dampak Positif Pembelajaran Online
Selain menimbulkan banyak dampak negatif, pembelajaran online selama pandemi sebenarnya juga punya sisi positif. Berikut beberapa manfaat pembelajaran daring yang bisa dinikmati masyarakat. Khususnya para siswa, guru, dan orangtua.
Meningkatnya Inovasi Teknologi Digital
Pelaksanaan sekolah daring mendorong banyak ahli dan kreator menciptakan inovasi digital untuk mendukung proses belajar. Mulai dari penyediaan platform belajar online yang digagas pemerintah, seperti Rumah Belajar dan Spada. Sehingga siswa bisa belajar lebih optimal melalui internet.
Melatih Siswa Lebih Kreatif dan Mandiri
Meski pembelajaran dilakukan secara terbatas, namun beberapa guru menyiasatinya dengan cara-cara kreatif. Misalnya, guru menyediakan materi pelajaran di YouTube atau TikTok, sehingga siswa lebih semangat menyimaknya.
Para siswa pun mulai diajarkan cara mengkreasikan video untuk mengumpulkan tugasnya. Sehingga mereka bisa melatih kreativitasnya sejak dini.

Orangtua Lebih Aktif Menemani Anak Belajar

Jika sebelumnya orangtua cenderung melepas anaknya agar belajar mandiri bersama guru di sekolah, kini orangtua lebih peduli untuk menemaninya belajar. Tentu ini adalah hal yang positif, karena orangtua bisa lebih memahami perkembangan perilaku dan kemampuan akademik anaknya.

Secara tidak langsung, pembelajaran online telah mendorong siswa, guru, dan orangtua untuk lebih meningkatkan keterampilan digital. Namun, hal itu juga membatasi sejumlah proses belajar. Itulah mengapa kita berharap pembelajaran tatap muka bisa segera dilaksanakan secara normal kembali.

 

Guntur Ramadan – Magister Akuntansi Universitas Pamulang

Bagikan Artikel Ini