Virus corona pertama kali muncul sekitar Desember 2019, dimana WHO menerima laporan dari negara China tepatnya di Kota Wuhan tempat pertama kali wabah tersebut terdeteksi. Wabah meluas begitu cepat ke hampir seluruh negara di dunia dan menjadi pandemi global. Di Indonesia sendiri virus corona masuk dan menjadi bencana nasional pada bulan Maret 2020.
Pemerintah langsung melalukan langkah-langkah kebijakan agar virus tersebut tidak makin meluas dan berusaha menekan jumlah korban jiwa. Mulai dari pemberlakukan 3M (Mencuci tangan, Memakai Masker dan Menjaga jarak) , 5 M (Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, Membatasi mobilisasi dan interaksi) , PSBB ( Pembatasan Sosial Bersekala Besar) dan berlanjut pada kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro, PPKM Level 1,2,3,4 dan lain sebagainya. Dan pada 1 Juni 2020 di tetapkan New Era oleh pemerintah merupakan salah satu Langkah untuk pemulihan ekonomi atau bisa disebut sebagai jalan recovery untuk perekonomian yang terpuruk akibat dari adanya pendemi covid-19.
Dengan adanya pandemic Covid-19, kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari kita berubag dan kebiasaan baru tersebut diharapkan bisa menjadi hidup kita lebih efektif dan efisien. Kebiasaan baru tersebut diantaranya adalah Work From Home, Online meeting, School Form Home, Virtual office dan lainnhya. Tentu saja semua ada pro kontra dalam pelaksanaannya .
Dikarena terjadi beberapa pembatasan, otomatis kita memerlukan teknologi dan akhirnya teknologi menjadi kebutuhan primer agar semua menjadi lebih efektif dan efisien.
Dalam pemanfaatan teknologi kita harus bisa menjadikan platform baru ini bisa mempermudah pekerjaan dan kebiasaan baru kita dalam masa pandemic ini.
Dibidang akuntasi dimana memiliki peran penting dalam membantu perbaikan perekonomian, karena itu seorang akuntan professional di masa pandemic harus bisa menggunakan teknologi sebagai tools yang bisa memaksimalkan peluang. Meskipun semua pekerjaan akuntan menggunakan teknologi di masa pandemic ini, seorang akuntan harus bisa menyakikan para pengguna laporan keuangan bahwa laporan keuangan yang di buat sudah memiliki standar akuntabilitas sesuai dengan aturan yang sudah berlaku.
Teknologi sendiri untuk para akuntan bisa melahirkan bagaimana cara berkomunikasi dengan klien, cara bekerjasama dengan para pembisnis dan cara berinteraksi dengan para investor.
Seorang akuntan juga harus terbiasa menggunakan big data, cyber security dan lainnya yang berhubungan dengan menyajikan laporan keuangan sesuai kebutuhan para penggunanya.
Dan pada akhirnya para akuntan harus melakukan penyesuaian pada masa pandemic karena perkembangan teknologi juga memaksa mereka untuk bersaing dengan digitalisasi system informasi, dimana tenaga manusia akan mulai bergeser akan tergantikan oleh mesin.
Beberapa tantangan pada profesi akuntan diantaranya adalah bagaimana seorang akuntan harus bisa menggunakan aplikasi mobile bagi perusahaan , dimana para pimpinan dan pemilik perusahaan bisa mengakses data keuangan dari gadget mereka. Tantangan lain dalam mengelola data perusahaan berbasis internet , dimana tidak semua akuntan memiliki kemampuan itu. Dan para akuntan harus bisa menyimpan data keuangan mereka didalam cloud dan social networking. Yang paling besar tantangan nya adalah dimana para akuntan bisa tergeser perannya karena penggunaan perangkat lunak para pemilik dan pimpinan perusahaan bisa membuat laporan keuangan secara otomatis dan mandiri .
Semua tantangan itu memaksa seorang akuntan harus bisa lebih mengembangkan inovasinya dan harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi yang terus berkembang secara massif.
Profesi akuntansi sejak adanya pandemic ini dipaksa memiliki kemampuan dalam penguasaan teknologi dan platform digital untuk membantu dalam analisis data keuangan, analisis bisnis dan pekerjaan lain.
Sebagai akuntan , kita juga diminta untuk berperan dalam membuat ekonomi berkelanjutan , mendukung Sustainable Development Goals ( SDG) dan bisa memberikan dampak optimal sebagai akuntan yang berkualitas dan membantu pertumbuhan ekonomi.
Rakhmawati Oktavianna, Mahasiswa S2 Akuntansi Universitas Pamulang
(***)