Beranda Hukum Banten Darurat Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Banten Darurat Kekerasan dan Pelecehan Seksual

(Ilustrasi: kabar24)

SERANG – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Banten khususnya di Kabupatan/kota Serang menjadi keprihatinan untuk semua pihak.

Sistem hukum di Indonesia yang disinyalir dapat menjadi solusi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dinilai belum cukup mumpuni untuk menghentikan maraknya kasus tersebut.

Aktivis Perempuan Nasional, Veni Siregar menilai peran aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang menangani kasus-kasus pelecehan maupun kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih banyak yang belum mengerti bagaimana menangani kasus pelecehan serta kekerasan seksual.

“Kita berharap besar pada polisi-polisi yang ada di sana adalah polisi-polisi yang memiliki kapasitas pengetahuan untuk isu kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual yang mumpuni, ternyata tidak juga justru melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum sebenarnya seperti Restorative Justice lah, pendamaian terus SP3 dan segala macam,” ujar Veni kepada BantenNews.co.id, Rabu (16/2/2022).

Penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang masih kurang baik berdampak pada impunitas pelaku.

Dampak impunitas tersebut juga dirasakan oleh korban kekerasan dan pelecehan seksual yang tidak mendapatkan keadilan dan justru menambah rasa traumatis berkepanjangan.

Ketidaktegasan dalam menindak kasus pelecehan dan kekerasan seksual juga diduga memicu adanya korban-korban baru.

“Ini fenomena yang kenapa kita butuh sekali sikap aparat penegak hukum yang memahami ataupun berpihak pada kepentingan korban,” tegas wanita yang pernah menjabat sebagai Direktur LBH Apik Jakarta ini.

Pada 15 Februari 2022 lalu, Polda Metro Jaya meluncurkan buku SOP penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan. Peluncuran buku tersebut tercetus akibat banyaknya polisi yang masih belum mengerti bagaimana menangani kasus-kasus pelecehan maupun kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Veni menilai buku SOP penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan merupakan langkah yang baik namun perlu dilihat kembali terkait isi dari buku SOP tersebut.

“SOP ini merupakan salah satu langkah baik sebenarnya, dulu saya pernah mendorong SOP penanganan kasus kekerasan terhadap disabilitas yang bersama Bareskrim. Ini langkah baik sebenarnya tapi kita perlu lihat isinya apakah porsi tentang keberpihakan korban ataupun masyarakatnya besar dan bagaimana proses hukumnya gitu,” terang Veni.

Veni berharap buku SOP penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak juga turun kepada Polda dan pemerintah daerah lainnya termasuk Polda Banten mengingat sebelumnya Banten sempat dihebohkan dengan penyelesaian kasus perkosaan pada gadis difabel yang diselesaikan secara Restorative Justice.

“Kita berharap Polda Banten harusnya menyelenggarakan SOP ini karena sempat adanya kasus di Restorative Justice itu,” tutur Veni.

Selain itu Veni juga menilai kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak kerap kali dilakukan oleh orang-orang terdekat. “Perlu edukasi juga untuk masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah karena kerja layanan yang ada di pemerintah itu harus bersama dengan masyarakat sipil,” kata Veni. (Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News