PANDEGLANG – Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) nasional meminta masyarakat khususnya wisatawan agar tidak panik berlebihan soal isu gempa dan tsunami yang sedang ramai diperbincangkan saat ini.
Ketua Balawista Nasional, Ade Ervin mengatakan, potensi dan bahaya dapat terjadi kapan saja dan dimana saja oleh sebab itu masyarakat diminta tidak terlalu panik. Akan tetapi ia tetap meminta masyarakat khususnya wisatawan untuk tetap waspada.
“Masyarakat tak perlu khawatir berlebihan yang justru itu dapat memicu ketidakstabilan yang nantinya malah dapat menimbulkan kepanikan, padahal gempa-gempa di Selatan Jawa terjadi hampir setiap hari dalam skala kecil. Kalau kita panik nanti malah kita beranggapan bahwa yang biasa terjadi itu justru yang kita khawatirkan dan berakibat pada ketidakstabilan keamanan daerah,” ucap Ade melalui siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (29/9/2020).
Kata Ade, yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah belajar menyusun rencana kontinjensi pada masing-masing individu masyarakat itu sendiri, bisa melalui gempa-gempa kecil yang biasa terjadi saat ini dan mitigasi risiko bencana sangat penting dilakukan.
“Risiko tsunami itu kemungkinan bisa kita hindari apabila kita mampu menghindari risiko saat terjadi gempa, untuk menghindari risiko tsunami itu hanya satu cara yaitu menuju dataran yang lebih tinggi dari tsunami itu sendiri,” jelasnya.
Menurutnya, mitigasi risiko bencana yang perlu dilakukan oleh individu saat ini seperti menyiapkan jalur keluar masuk rumah agar tidak terhalang, menyiapkan berkas-berkas penting dalam satu tempat dan mudah dijangkau, selalu menyimpan makanan cadangan. Sebab hal ini sangat berguna pada saat keadaan darurat supaya mampu berlari secepatnya menuju dataran tinggi.
“Sepatu juga penting disiapkan, sebab dengan kondisi jalan terjal maka sepatu adalah alat yang dapat melindungi kita saat berlari,” ungkapnya.
Selain hal itu, pemerintah daerah juga harus membentuk tim pelaksana krisis kepariwisataan dikarenakan hal itu juga dianggap sangat penting.
“Tentunya kita harus banyak belajar dari musibah tsunami Selat Sunda dimana korban lebih dari 90% adalah wisatawan maka pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata perlu membentuk pusat krisis pariwisata daerah sebagai pelaksana dalam penanganan kegawatdaruratan dalam kawasan pariwisata,” tegasnya. (Med/Red)