SERANG – Tiga terdakwa korupsi Pasar Grogol, Kota Cilegon, kompak meminta hakim agar mereka dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon. Hal tersebut disampaikan saat sidang pembacaan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Serang.
Ketiga terdakwa yaitu mantan Kepala Disperindag Kota Cilegon Tb Dikrie Maulawardhana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disperindag Kota Cilegon Bagus Ardanto dan Septer Edward Sihol, kontraktor CV Edo Putra Pratama secara bergiliran membacakan pledoi di depan majelis hakim yang dipimpin Dedy Ady Saputra pada Rabu (3/7/2024) kemarin.
Tb Dikrie dalam pledoinya mengatakan menolak dengan tegas tuntutan JPU pada sidang sebelumnya. Ia merasa sebagai pengguna anggaran pada saat itu, dirinya telah memenuhi seluruh kaidah prosedur dengan benar.
Terkait lokasi pasar yang semula direncanakan di Komplek Argabaja, Kelurahan Kotasari, ia menyebut Kepala Bidang Pasar telah sempat mengirim surat permohonan kepada PT Krakatau Steel selaku pemilik sebagian lahan.
“Bahwa dengan tidak adanya jawaban dari Pihak PT. Krakatau Steel perihal penggunaan lahan Fasos Fasum di lokasi Komplek Argabaja Kelurahan Kotasari, maka Kabid Pasar pada bulan Mei 2018, atau 1 bulan sebelum pensiun melaporkan hal tersebut kepada saya dan menyatakan harus mencari lokasi lain sebagai pengganti lokasi di Komplek Argabaja Kelurahan Kotasari,” kata Dikrie.
Lokasi kemudian direncanakan pindah ke lahan milik PT Laguna Cipta Griya di dekat gerbang masuk klaster Dram Park. Tapi, adanya penolakan dari warga membuat lokasi pasar kembali dipindah ke lokasi yang saat ini terbangun di Perumahan Puri Krakatau Hijau.
Dikrie mengatakan perubahan lokasi disebabkan oleh PT Krakatau Steel yang ingin adanya transaksional dalam penggunaan lahan milik BUMN. Ia mengaku tetap berupaya menjaga keberlangsungan pembangunan pasar karena bagian dari program pemerintah pusat mengenai pembangunan 5.000 Pasar Rakyat (Nawa Cita) yang dananya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018.
“Perlu juga saya jelaskan bahwa saya memutuskan lokasi fasos fasum milik pengembang perumahan sebagai lokasi pembangunan pasar rakyat, bersandarkan kepada pengertian bahwa fasos fasum merupakan lahan yang akan menjadi aset Pemerintah Kota Cilegon,” imbuhnya.
Ia meminta hakim agar membebaskan dirinya dari segala dakwaan dan tuntutan JPU. Dirinya mengaku sangat tertekan dan merasa dizhalimi serta menderita lahir dan batin.
“Saya tidak pernah melakukan tindakan korupsi, bahkan niat pun tidak pernah muncul dalam hati saya, istri dan anak-anak saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim, untuk membebaskan diri saya dari seluruh dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum,” pungkasnya.
Setelah Dikrie, terdakwa lainnya yaitu Bagus Ardanto juga menyampaikan pledoi secara pribadi. Ia mengatakan sebagai PPK dirinya hanya ditugaskan penggna anggaran untuk berkoordinasi dengan bidang pasar dalam mengurus hal-hal teknis semata.
Terkait Feasibility Study (FS) yang dipersoalkan juga, Bagus merasa tidak pernah mendapatkan perintah dari pengguna anggaran untuk melakukan proses tersebut. Ia menyebut bahkan dari 7 pasar yang telah dibangun di Kota Cilegon pun tidak satu pun memiliki FS tapi seluruhnya berjalan baik kecuali Pasar Grogol.
“Dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan pasar rakyat Kecamatan Grogol tidak ada peraturan perundang-undangan yang saya langgar karena kegiatan tersebut mendapatkan pengawalan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Cilegon,” tutur Bagus.
Dalam hal pembayaran dengan memperhitungkan progres pekerjaan ditambah material on site, kata Bagus diatur dalam Pasal 53 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Bahkan menurut Bagus, ahli konstruksi yang dihadirkan di persidangan yaitu Anton Soekiman juga menyampaikan bahwa tidak satu pun ditemukan kriteria kegagalan bangunan. Karena menurut ahli kegagalan hanya karena tidak terpakainya pasar tersebut.
“Itu pun hanya pendapat ahli bukan berdasarkan UU nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi dan Permen PUPR nomor 8 tahun 2021 Tentang Penilai Ahli, Kegagalan Bangunan, Dan Penilaian Kegagalan Bangunan dan apabila di kemudian hari bangunan tersebut dimanfaatkan sesuai peruntukannya, maka status kegagalan bangunan pun akan berubah karena difungsikannya bangunan tersebut,” imbuhnya.
Ia juga membantah mengetahui bahwa terdakwa lainnya yaitu Septer tidak melengkapi dokumen-dokumen persyaratan tender dengan benar. Ia hanya mengetahui Neti Susmaida sebagai Direktur CV Edo bukannya Septer karena Neti yang selalu hadir di Disperindag Cilegon.
“Saya tidak melakukan tindakan yang dituduhkan kepada saya. Saya tahu saya bukan ahli hukum, tapi saya insya Allah dapat mengetahui mana tindakan yang mengakibatkan kerugian negara mana yang tidak. Sekali lagi saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar membebaskan saya, dari semua tuntutan Penuntut Umum, dan mengembalikan hak-hak saya sebagai Pegawai Negeri Sipil yang hilang sejak 9 Mei 2023 hingga saat ini,” pungkasnya.
Terakhir, terdakwa Septer membacakan pledoi secara pribadi dan meminta kepada hakim agar membebaskan dirinya juga. Ia mengakui bahwa CV Edo Putra Pratama merupakan milik Neti Susmaida dan ia diberikan surat kuasa oleh Neti sebagai pelaksana di lapangan.
Mengenai perpindahan lokasi, Septer menyebut hal tersebut lumrah terjadi di seluruh proyek mana pun di Indonesia. Sebagai kontraktor, dirinya hanya bertugas melaksanakan pekerjaan di mana pun yang sudah ditunjuk oleh PKK.
“Jelas-jelas Yang Mulia telah Melihat Fakta sendiri bahwa gedung berdiri kokoh kami bangun dan kami pun masih rugi 1000 % sekitar Rp400 sampai dengan Rp500 juta dalam pembangunan Pasar Grogol tersebut dan tidak pernah Yang Mulia Kami menuntut kepada Pemerintah Kota Cilegon ataupun Disperindag Kota Cilegon,” kata Septer.
“Sekali lagi memohon kepada bapak dan Ibu hakim Yang Terhormat dan Yang Mulia saya dapat dibebaskan dari tuduhan atau tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum,” sambungnya.
(Dra/red)