Aslia (Asia Dan Australia): Buku Tan Malaka yang Tak Sempat Kita Baca
Oleh : Try Adhi Bangsawan
Kalau waktu, tempat dan teman membenarkan tidak akan lama lagi akan dikeluarkan satu buku lagi yang dinamakan “GABUNGAN ASLIA”. Malah boleh jadi pengarangnya sendiri akan keluar dari goa persembunyiannya selama hampir dua lusin tahun. Tan Malaka dalam Manifesto Jakarta, 1945
Tan Malaka menulis berbagai buku yang menjadi bahan bacaan berarti bagi khalayak, dulu dan sekarang. Karya Tan Malaka yang termasyhur adalah Madilog (Materalisme Dialektika Logika) yang tulis Tan dari pelarian ke pelarian, sembunyi dari yang paling sunyi. Tidak saja buku, Tan juga menulis berbagai catatan singkat selama perjalanan hidupnya, mulai dari Manifesto Bangkok, Manifesto Jakarta, Kuhandel di Kaliurang, Komunisme dan Pan-Islamisme, dan lain sebagainya.
Tetapi, tahukah anda? Masih ada buku yang tak sempat dicetak oleh Tan Malaka, yaitu Gabungan Asia dan Australia (ASLIA).
Tan Malaka melihat bahwa Indonesia mempunyai persamaan yang berarti dengan Asia dan Australia, bahkan jauh sebelum sejarah tertulis, menurut penyelidikan Ilmu Pasti Asia (Ilmu Bumi), Indonesia dan Australia memang bersatu secara geografis.
Oleh karena itu, ASLIA amat rapat dipengaruhi oleh iklim yang sama, ialah panas dan dikendalikan oleh angin teratur tiap tahun, angin Moeson yang termasyhur itu berkuasa di kawasan ASLIA. Maka berabad-abad sudah, bangsa Indonesia sebagai paduan dari beberapa bangsa di ASLIA yang pada hakekatnya beralat-perkakas, berekonomi, bersosial, berpolitik dan berjiwa (paham keamanan dan perasaan) dan berhasrat atau mempunyai mimpi yang tidak berbeda satu sama lainnya.
Selain itu, Tan menegaskan bahwa ASLIA menjadi kebutuhan bersama dalam suasana dan keadaan dunia setelah Perang Dunia II yang membutuhkan pergabungan dan kerjasama di tingkat kawasan.
Daerah yang dimaksudkan oleh Tan Malaka –ASLIA itu meliputi Birma, Thailand, Annam, Philipina, Semenanjung Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sunda Kecil, dan Australia (kira-kira 1/3 dari keseluruhan wilayah Australia. Wilayah ASLIA itu disandarkan pada Ilmu Bumi, dan Ilmu Bangsa, yang serta akhirnya cocok pula dengan kepentingan perekonomian.
ASLIA juga turut mengubah kenamaan partai yang didirikan oleh Tan Malaka. Semula, kepanjangan dari PARI (Partai Republik Indonesia) sekarang PARI menjadi Proletaris ASLIA Republik Internasional. Partai ini didirikan oleh Subakat, Jamaludin Tamim, dan Tan Malaka di Bangkok pada Juni 1927, mimpi yang sudah 18 tahun lamanya itu akhirnya ditunaikan dengan sungguh-sungguh sekalipun dibawah penderitaan. Sekalipun berubah kepanjangan, Tan tidak mengubah watak PARI yang proletaris dan daerahnya tetap pula internasional, hanya bertambah luas saja.
ASLIA merupakan jantungnya PARI, partai yang didirikan oleh Tan Malaka. Mendirikan republik yang berdaulat pada rakyat pekerja, murba kerja atau mereka yang bekerja dengan tangan ataupun otak. Mereka itu lah yang kelak memberi keputusannya dengan suaranya. Dan untuk kaum kapitalis tidaklah ada kesempatan untuk mengeluarkan suaranya.
Dalam catatannya, Tan juga menjelaskan hasrat hidup PARI disandarkan pada rasa tolong-menolong (gotong royong) dan sama rata. “Kesemua hasrat itu selangkah demi selangkah akan kita laksanakan untuk seluruhnya di ASLIA. Berawal dari Indonesia sempit, semenanjung Malaka, dan Kalimantan Utara yang berati hidup atau mati untuk siasat perang dan perekonomian kita”.
Kiranya itu gambaran yang tidak seberapa tentang Buku ASLIA yang hendak diterbitkan oleh Tan Malaka. Dalam beberapa hal, pemikiran Tan tidak bisa dilepaskan pada proletar dan Internasionalisme ciri seorang marxis. Tetapi ASLIA seakan menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa sekarang Kawasan Asia-Pasifik amatlah penting bagi siasat perang dan perekonomian Indonesia. Sialnya, Tan sudah kepikiran soal ini sejak 1945, 79 tahun yang lalu. (*)
Try Adhi Bangsawan merupakan lelaki kelahiran Bayah, Lebak-Banten. Sebuah kampung yang menjadi tempat pelarian terakhir Tan Malaka dengan nama samaran Ilyas Hussein. Saat ini beraktivitas sebagai pengajar di Universitas Bina Bangsa, Serang Banten, serta aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sanggabuana Institute.