JAKARTA – Jika ingin kembali melakukan ibadah haji, bersiap-siaplah untuk mengeluarkan biaya ekstra.
Pasalnya Pemerintah Arab Saudi secara resmi mulai memberlakukan kebijakan visa progresif bagi jamaah yang sudah pernah berhaji dan akan berangkat lagi mulai tahun ini. Biaya tambahan yang harus disediakan juga tidak terbilang kecil, yakni sebesar SAR2000 atau berkisar Rp7,6 juta.
Kepastian pemberlakuan kebijakan visa progresif bagi jamaah yang sudah pernah beribadah haji tersebut disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar. Menurut dia, kebijakan tersebut murni dari Kerajaan Arab Saudi.
“Sesuai ketentuan dan sistem imigrasi Arab Saudi, jamaah yang sudah berhaji akan terkena biaya visa progresif. Tahun ini biayanya dibebankan kepada jamaah haji yang bersangkutan,” ujar Nizar di Jakarta yang dikutip sindonews.com, kemarin.
Nizar menjelaskan, visa progresif sebenarnya sudah diberlakukan sejak tahun lalu. Namun biaya tambahan tersebut dibebankan pada indirect cost atau hasil optimalisasi dana setoran awal jamaah. Tahun ini biaya visa progresif dibebankan kepada jamaah.
“Kebijakan ini sudah disepakati bersama Komisi VIII DPR RI. Biaya visa progresif ini dibayarkan bersamaan dengan pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” katanya. Jamaah yang dikenai visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang dikeluarkan oleh Arab Saudi.
Namun sebagai data awal, Kemenag akan mengidentifikasi jamaah yang sudah berhaji melalui siskohat. Data siskohat ini yang akan menjadi basis awal pengenaan untuk biaya visa progresif yang harus dibayarkan saat pelunasan.
“Ada kemungkinan jamaah dalam data siskohat belum berhaji, tetapi di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, jamaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. Jika tidak, visanya dibatalkan,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyayangkan adanya biaya visa progresif bagi jamaah haji yang sebelumnya sudah pernah melakukan ibadah haji. “Kita menyayangkan sekalipun ini kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Tentu kan butuh lobi, dialog, butuh meyakinkan pihak Saudi,” katanya.
Marwan mengatakan, dalam masalah haji, pihak Arab Saudi sudah berkali-kali membuat kebijakan yang membebani pemerintah dan jamaah asal Indonesia.
“Ini kan sudah bolak-balik. Umrah ada visa progresif. (Visa) haji progresif juga. (Sebelumnya) urusan visa persyaratan geometrik. Ini kan bertimpa-timpa,” keluhnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, dalam pembahasan penentuan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) antara Kementerian Agama dengan Komisi VIII belum lama ini, masalah biaya visa progresif ini belum dibicarakan.
“Tentu ini kebijakan baru karena kemarin juga belum ada. Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kemenag juga dengan duta besar Kemlu melakukan lobi-lobi, dialog yang serius. Kita belum bisa menyelesaikan biometrik sebagai persyaratan. Kita akan panggil Kemenag.
Kita berharap itu tidak berlaku meskipun yang kena tak terlalu banyak,” katanya. Menurut Marwan, masalah biaya visa progresif ini nantinya juga akan membebani para pendamping yang selama ini bisa berangkat haji. Karena itu Komisi VIII akan menanyakan kepada Kemenag mekanisme penyelesaian masalah ini. (red)