Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi
Media sosial saat ini menjadi sarana komunikasi efektif dalam masyarakat. Pengguna media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, Youtube dan lainnya tak pandang stratifikasi, jenis kelamin dan tak pandang institusi, siapa saja bisa masuk. Intinya, media sosial dijadikan sebagai sarana untuk berinteraksi dengan orang lain. Sayangnya, penggunaan media sosial terutama di kalangan institusi (lembaga) pemerintahan, sering kali lepas dari arah yang sebenarnya.
Media sosial bukan hanya dijadikan sarana untuk menyampaikan informasi yang utuh tentang program-program pembangunan termasuk kondisi daerah seperti apa, namun terkadang dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi yang hanya bernuansa pencitraan.
Contoh paling dekat yakni media sosial milik Pemkot Cilegon. Akun resmi Pemkot Cilegon maupun akun pribadi dari Walikota Cilegon seperti Facebook, Instagram selalu dibanjiri dengan kegiatan Walikota Cilegon di antaranya soal pemberian penghargaan terhadap pemerintah/Walikota Cilegon dari berbagai lembaga, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta yang bergerak dalam soal (usaha) pemberian penghargaan serta kegiatan-kegiatan lain.
Salah satu postingan yang saat ini jadi perbincangan di kalangan masyarakatnya yakni rekaman video Walikota kala memberikan sambutan pada acara Ultah Cilegon yang ke 25. Dalam isi pidatonya itu, Walikota di antaranya menyatakan demikian; “…Tahun 2023, mendapat bantuan untuk perbaikan JLS sebanyak 112 miliar dan tahun depan kami mendapatkan Insya Allah 67 miliar dari PUPR Pusat, kami menggunakan inovasi tanpa APBD. Kemudian kami juga membikin dua jalur, jalan kembar juga tanpa menggunakan APBD……”.
Dalam konteks pembangunan daerah, pernyataan Walikota di atas menarik untuk ditanggapi berkaitan dengan tata kelola anggaran pembangunan. Seperti kita pahami, program dan anggaran pembangunan terangkum dalam APBD tiap tahun anggaran. Terdapat tiga sektor pendapatan dalam APBD yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Ketiga sumber pendapatan itulah yang digunakan untuk biaya atau anggaran pembangunan. Jika berkaitan dengan bantuan pemerintah pusat seperti dalam pidato Walikota itu, seharusnya masuk dalam sumber pendapatan Dana Perimbangan yakni dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan dari sektor Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil. Jika bantuan APBN masuk ke daerah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, biasanya melalui sektor DAK yang memang penggunaannya untuk pendanaan aktivitas khusus termasuk di dalamnya untuk infrastruktur jalan.
Pertanyaannya kemudian apakah perbaikan Jalan Lingkar Selatan (JLS) sebagaimana disampaikan Walikota di atas adalah program pembangunan Pemkot Cilegon?. Sepanjang yang saya ketahui, Pemkot Cilegon tahun 2023 tidak memasukkan perbaikan JLS ke dalam APBD. Sejatinya, Pemkot Cilegon bisa saja memasukkan perbaikan JLS ke dalam APBD. Adapun sumber pembiayaannya bisa bantuan dari APBN melalui DAK sehingga bantuan itu masuk dalam postur anggaran APBD yang pelaksanaannya baik lelang maupun pekerjaannya dilakukan oleh Pemkot Cilegon melalui pihak ketiga yang memenangkan lelang. Dalam kenyataannya, pelaksanaan perbaikan atau betonisasi ulang JLS, semua proses pelaksanaan kegiatan itu baik lelang dan pembayarannya langsung ditangani Pemerintah Pusat, bukan di Pemkot Cilegon tersebab pekerjaan itu adalah proyek nasional. Hal ini terjadi lantaran ada kepentingan nasional yang amat mendesak di situ yakni dalam rangka mengantisipasi kemacetan lalu lintas khususnya arus mudik lebaran bagi masyarakat yang akan menyeberang ke Sumatera.
Jadi pernyataan bahwa pelaksanaan perbaikan JLS menggunakan inovasi tanpa APBD tak lain sebagai pernyataan yang absurd dan tidak mendasar. Ada juga proyek nasional di daerah karena ada kepentingan yang mendesak yakni untuk menunjang kelancaran lalu lintas yang dapat berdampak pada pertaruhan nasional karena daerah (Pemkot Cilegon) tidak mau memperbaiki JLS dengan bukti tidak masuk program pembangunan sebagaimana terangkum dalam APBD.
Isi sambutan lain yang disampaikan Walikota Cilegon pada saat itu antara lain mengatakan bahwa “…kami juga membikin dua jalur jalan kembar juga tanpa menggunakan APBD……”. Jalan kembar adalah jalan yang membentang dari lampu merah ADB sampai lampu merah Damkar. Sebutan jalan kembar ini sebetulnya istilah lain dari jalan yang dibikin dua jalur. Jika benar Walikota/Pemkot Cilegon membangun jalan kembar itu, saya pastikan pemerintah daerah akan berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran tidak sesuai dengan kewenangan. Jalan kembar itu bukanlah aset Pemkot Cilegon, tetapi aset nasional karena status jalan tersebut adalah jalan nasional.
Narasi jalan kembar juga tanpa menggunakan APBD, memang benar adanya, tapi menjadi tidak benar ketika ada narasi “kami juga membikin dua jalur jalan kembar”. Faktanya, mau dibolak-balik berapa kalipun dokumen APBD Cilegon tak akan pernah ditemui yang namanya proyek pembangunan jalan kembar lantaran infrastruktur itu (termasuk trotoarnya), bukan dibangun Pemkot Cilegon, melainkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian otomatis tidak menggunakan dan tidak ada dalam APBD.
Jadi pernyataan bahwa Walikota Cilegon membangun jalan kembar bisa jadi merupakan pernyataan yang membohongi publik. Pernyataan itu saya anggap terlalu naif yang tujuannya ingin memperoleh legasi dari masyarakat agar mempercayai bahwa Walikota Cilegon telah membangun infrastruktur jalan (khususnya jalan kembar) dengan baik, padahal dalam kenyataannya, jalan itu dibangun Kementerian PUPR.
Terhadap dua kenyataan di atas, saya menyebutnya pencitraan yang amat sempurna dengan segala kebohongannya, orang bilang politik aku aku, yang bangun siapa, yang ngaku siapa. (*)