ADA sebuah wilayah di Kabupaten Serang, Banten, yang kerap tak konsisten dalam penulisan namanya. Padahal wilayah ini cukup ternama di Kabupaten Serang. Wilayah yang terkenal dengan pesona wisata pantainya tersebut kerap ditulis Anyer namun ada juga yang menulisnya Anyar. Tidak seragam alias boten kompak.
Berdasarkan cerita lisan masyarakat, dulu sebelum Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883, wilayah ini bernama Sudimampir karena banyak orang asing yang mampir ke sni. Namun setelah Krakatau meletus dahsyat, desa ini lenyap rata dengan tanah. Dan beberapa waktu kemudian muncullah permukiman baru sehingga disebutnya Anyar yang artinya baru.
Namun dalam catatan sejarah, nama Anyer sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Pasca keruntuhan Kesultanan Banten, yang ditandai dengan dihapusnya kesultanan oleh pemerintah kolonial pada abad ke-19, Belanda membuat pusat administrasi pemerintahan baru yang terletak di selatan Banten Lama, yang disebut dengan nama Serang. Pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang memerintah Hindia Belanda pada tahun 1808 – 1811, wilayah Banten dibagi menjadi tiga daerah setingkat kabupaten, yakni Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Ketiga daerah tersebut dikepalai oleh seorang prefek/landromsambt yang berkedudukan di Serang.
Pada era Daendels ini juga dibangun jalan pos sepanjang 1.000 KM dari Anyer hingga ke Panarukan. Dengan menerapkan sistem kerja paksa, Daendels selama tiga tahun membangun jalan ini untuk mengamankan Pulau Jawa dari serangan Inggris dan kelancaran dalam menyampaikan informasi melalui dinas pos.
Pada tahun 1813, pada masa Gubernur Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles berkuasa, Anyer tidak menjadi kabupaten di wilayah Banten. Pada masa itu wilayah bekas Kesultanan Banten dibagi menjadi 4 yakni Banten Lor, Banten Kidul, Banten Tengah dan Banten Kulon. Anyer saat itu berada di bawah Banten Lor yang berpusat di Serang. Hingga saat ini, Anyer berada di bawah Kabupaten Serang.
Pada masa penjajahan, sejumlah media menulis wilayah ini Anjer (dibaca Anyer) bukan Anjar (dibaca Anyar). Sementara Banten ditulis Bantam.
Pada era 1980-an nama Anyer melejit bukan hanya sebagai daerah pariwisata pantainya saja yang elok. Wilayah ini ini juga makin terkenal karena banyaknya seniman yang membuat karya hits berdasarkan pesona daerah ini. Oddie Agam menciptakan lagu berdasarkan pesona Pantai Anyer dengan judul ‘Antara Anyer dan Jakarta’. Lagu ini dipopulerkan oleh penyanyi asal Malaysia yakni Sheila Majid dan masuk dalam album Emosi. Pada tahun 1993, band Slank juga merilis album Piss dan salah satu lagunya berjudul ‘Anyer, 10 Maret’.
Walau publik lebih mengenal nama Anyer, nyatanya masih banyak yang menuliskannya sebagai Anyar. Dalam situs resminya, pemerintah kecamatan menuliskan nama wilayahnya sebagai Anyar hal ini juga terlihat di plang nama kantor pemerintahannya. Instansi vertical seperti polsek, gedung Kantor Urusan Agama (KUA) juga menulis nama instansinya Polsek Anyar atau KUA Anyar.
Hal berbeda di satuan pendidikan. Untuk satuan pendidikan yang menjadi kewenangan Pemkab Serang setingkat SMP, di plang namanya tertulis SMPN 1 Anyar sementara untuk tingkat SMA yang merupakan kewenangan Pemprov Banten tertulis SMAN 1 Anyer.
Sementara untuk gedung-gedung bisnis seperti hotel, hampir sebagian besar menulis Anyer, misalnya Aston Hotel Anyer, Anyer Beach Hotel, Anyer Cottage, Patra Anyer Hotel, dan sebagainya.
Sastrawan William Shakespeare pernah berkata, apalah arti sebuah nama. Ungkapan penulis drama ‘Romeo & Juliet’ ini tak sepenuhnya benar. Nama tetap memiliki peran penting sebagai tetenger atau identitas. Beda nama bahkan beda huruf saja bisa memiliki makna berbeda. Ketek dengan katak tentu berbeda, batu dan buta tentu juga berbeda.
Ke depan, para pemangku kepentingan bisa lebih seragam untuk penulisan nama daerah ini, antara Anyer atau Anyar. Masak, untuk penulisan nama daerah saja ternyata kita boten kompak. (/qizink la aziva)