SERANG – Badan Pusat Statistik (BPS) Banten merilis angka kemiskikan di Banten periode September 2020 mencapai 857,64 ribu jiwa. Angka itu naik 81,65 ribu jiwa dibanding periode Maret 2020 yang berjumlah 775,99 ribu jiwa.
BPS juga menyebut jika rokok hingga kopi menjadi penyumbang peningkatan angka kemiskinan di Banten. Selain itu, peningkatan kemiskinan juga bagian dari dampak pandemi Covid-19.
Kepala BPS Banten, Adhi Wiriana mengatakan, pada September 2020 rokok kretek filter masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan (GK) di perkotaan sebesar 18,13 persen. Sedangkan di perdesaan yang berperan sebagai penyumbang terbesar adalah beras sebesar 22,09 persen.
Keempat komoditi makanan lainnya penyumbang GK di perkotaan adalah beras 12,63 persen, susu bubuk 3,77 persen, telur ayam ras 3,32 persen dan daging ayam ras 2,58 persen.
“Sedangkan di daerah pedesaan, empat komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap GK adalah rokok kretek filter 15,54 persen, telur ayam ras 3,93 persen, kopi bubuk dan kopi instan saset 3,43 persen serta daging ayam ras sebesar 3,10 persen,” kata Adhi.
Adhi menjelaskan, sementara komoditi non makanan pemberi sumbangan terbesar untuk GK baik di perkotaan maupun di perdesaan sama. Rinciannya, untuk di perkotaan adalah biaya perumahan 10,38 persen, bensin 4,22 persen, listrik 2,34 persen, pendidikan 1,69 persen dan perlengkapan mandi 0,69 persen.
“Sementara di pedesaan adalah biaya perumahan 11,09 persen, bensin 2,17 persen, listrik 1,10 persen, perlengkapan mandi 0,98 persen dan biaya pendidikan sebesar 0,95 persen,” jelasnya.
Adhi menuturkan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Pada periode Maret 2020 hingga September 2020, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. P1 naik dari 0,995 pada Maret 2020 menjadi 1,141 pada September 2020. Demikian pula P2 naik dari 0,229 menjadi 0,345 pada periode yang sama.
“Peningkatan nilai kedua indeks tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi GK dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar,” tuturnya.
Selanjutnya, pada September 2020 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur oleh gini ratio tercatat sebesar 0,365. Angka ini naik 0,002 poin jika dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar 0,363.
“Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,361, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,360. Sedangkan di daerah pedesaan pada September 2020 masih sama seperti Maret 2020 yaitu sebesar 0,296,” ujarnya.
(Mir/Red)