SERANG– Mantan Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak bernama Herliawati dan suaminya Yadi Haryadi membacakan nota pembelaan sambil menangis. Keduanya mengaku menyesal dan meminta agar dihukum seringan-ringannya.
Keduanya membacakan nota pembelaan secara pribadi setelah kuasa hukum keduanya juga membacakan nota pembelaan. Sambil menangis, keduanya memohon kepada majelis hakim agar dihukum seringan-ringannya.
“Saya mohon keringanannya kepada yang mulia anak saya yang satu mau nikah. Iya merasa bersalah,” kata Herliawati sambil menangis kepada majelis hakim yang dipimpin Dedy Ady Saputra di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (2/7/2024) kemarin.
Yadi kemudian lanjut membacakan pledoi pribadinya kepada hakim. Ia mengatakan menyesali perbuatannya tapi mengaku jika uang tersebut merupakan hak dirinya berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh mereka. Ia juga membantah melakukan pemerasan.
Yadi juga khawatir bila ia dianggap bersalah, maka status Pegawai Negeri Sipil (PNS) nya akan dicabut. Ia merupakan guru sekaligus Kepala Sekolah di SDN 1 Kadujajar.
“Sedangkan saya tulang punggung keluarga yang harus menafkahi anak istri saya. Di mana anak saya sekarang ada yang lagi di pondok secara psikologis dia butuh perkembangan pendidikan,” kata Yadi sambil terisak.
“Jadi yang mulia saya sangat menyesal dengan kejadian ini dan tidak akan saya ulangi lagi karena saya tidak tahu hukum tadinya seperti apa. Mereka mengajak saya seperti itu. Apabila memang saya bersalah saya mohon putusan yang sangat seringan ringannya. Allah maha mengetahui apa yang telah saya lakukan,” sambungnya.
Sebelumnya, kuasa hukum kedua terdakwa juga dalam pembelaannya mengatakan permintaan uang kepada Haji Farid selaku pemilik PT Royal Gihon Samudra (RGS) merupakan perjanjian yang disepakati bersama.
Haji Farid disebut sudah menjanjikan fee sebesar Rp130 juta kepada Herliawati dan Rp100 juta kepada Yadi Hariadi. Surat perjanjian tersebut dibuat oleh Yadi Hariadi mengenai kesepakatan bagi keuntungan dari pembebasan lahan.
“Telah jelas terlihat ada kesepakatan-kesepakatan antara terdakwa Yadi Hariadi dan saksi Farid beserta saksi M Ridwan terhadap keuntungan dari pembebasan lahan untuk tambak udang (milik) PT RGS di Desa Pagelaran di mana kesepakatan tersebut dibuat secara sadar dan tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun,” kata Supian Ahmad selaku salah satu kuasa hukum kedua terdakwa
Perjanjian tersebut dinilai tidak melanggar peraturan undang apa pun. Penagihan yang dilakukan Yadi juga merupakan bentuk dari pelaksanaan perjanjian kesepakatan yang dilanggar Haji Farid dan M Ridwan.
Sebagian uang yang niatnya diberikan kepada kedua terdakwa juga disebut dilakukan pemotongan oleh M Ridwan selaku perantara saat Haji Farid melakukan transfer kepada Ridwan untuk diberikan kepada kedua terdakwa. Padahal kedua terdakwa telah berjanji membagi tiga uang tersebut dengan Ridwan.
“Faktanya yang terjadi oleh saksi M Ridwan uang yang seharusnya diberikan oleh saksi Farid kepada terdakwa sebagaimana telah dipotong oleh saksi M Ridwan oleh dirinya dikarenakan saksi M Ridwan merasa ada hak atas uang tersebut,” imbuhnya.
Dengan hadirnya fakta-fakta tersebut di persidangan-persidangan sebelumnya, kuasa hukum menilai setiap unsur dalam dakwaan mau pun tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebak tidaklah terbukti.
“Bukanlah suatu perbuatan pemerasan di mana saksi Farid dan saksi M Ridwan yang memberikan uang sebesar Rp345 juta adalah sebagai bentuk kerja sama antara ketiganya,” tuturnya.
Kuasa hukum kemudian meminta kepada majelis hakim yang dipimpin Dedy Ady Saputra agar nota pembelaan tersebut dapat diterima dan menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi.
“Membebaskan terdakwa Yadi Hariadi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” kata kuasa hukum memohon kepada majelis hakim.
(Dra/red)