Beranda Peristiwa Aktivis Lebak Soroti Pemanggilan Warga Mekarsari Oleh Polda Banten

Aktivis Lebak Soroti Pemanggilan Warga Mekarsari Oleh Polda Banten

Warga Mekarsari, Lebak, unjukrasa menuntut penutupan galian C. (Sandi/bantennews)

LEBAK – Aktivis PKTP Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lebak menyoroti pemanggilan tujuh warga Kampung Papanggo, Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, oleh Polda Banten.

Diketahui, pemanggilan ketujuh orang itu terkait aksi penolakan galian tanah merah ilegal.

Menurut informasi yang didapat, jika aktivitas galian tanah merah tersebut telah terkonfirmasi oleh pihak ESDM Provinsi Banten sebagai galian tanah ilegal.

Aktivitas galian itu telah dilaporkan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Namun, hingga saat ini tidak ditindaklanjuti.

Kenyataannya berbanding terbalik, masyarakat yang melaporkan aktivitas galian itu yang dipanggil oleh Polda Banten.

Belakangan diketahui, pemanggilan sejumlah warga itu atas dasar pelaporan pengusaha galian tanah merah, dengan dugaan tindak pidana kekerasan atau penghasutan dengan menerapkan pasal 170 dan 160.

Wakil Bendahara Umum PTKP HMI Cabang Lebak, Muhamad Saroji mengatakan, jika dirinya sangat menyayangkan adanya pemanggilan kepada warga tersebut.

Seharusnya semenjak warga melayangkan laporan pengaduan bisa segera ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dengan cepat.

“Hadirnya aktivitas galian tanah merah tersebut tentunya telah meresahkan warga. Bahkan sampai merusak fasilitas umum seperti akses jalan,” kata Saroji, Jumat (3/1/2025).

“Belum lagi jam operasional truk yang tidak sesuai dengan aturan. Hingga tidak ada pemasukan ke pendapatan daerah. Ini justru sangat merugikan, sudah alamnya dieksploitasi tapi Pemda tidak menanggapi,” sambungnya.

Ia mengungkapkan, seharusnya yang mesti diproses oleh pihak Polda adalah pihak perusahaan karena pihak yang memiliki galian tanah merah tanpa izin atau ilegal.

Apalagi masyarakat sudah melayangkan lapdu kepada Polres Lebak tetapi lambat dalam proses penindakan. Bahkan di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Baca Juga :  Wisatawan Asal Bogor Hilang Terseret Ombak di Pantai Sawarna

“Pada pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar,” ungkapnya.

Ia menambahkan, bahkan di dalam Perda Nomor 7 tahun 2023 tentang RT/RW Pasal 11 bahwa Kecamatan Rangkasbitung tidak termasuk kedalam zona pertambangan, tetapi zona permukiman.

“Seharusnya Perda RT/RW ini menjadi acuan sebagai tatanan ruang sosial yang sudah komprehensif apalagi RT/RW ini berdasarkan kajian lingkungan hidup strategis. Seharusnya hukum itu jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Lebak Harry Agung Nurfaizi menyampaikan, dirinya mengecam keras pengusaha yang telah melaporkan masyarakat yang tidak bersalah kepada Polda Banten.

“Bahwa HMI Cabang Lebak akan berkomitmen dan konsisten mengawal isu ini. Jika memang masyarakat yang meminta keadilan lalu ditersangkakan dengan penerapan pasal 170 dan 160 KUHP sangat tidak objektif serta komprehensif,” tegas Harry.

“Saya meminta agar APH segera menindak pihak perusahaan tambang galian tanah merah ilegal, lantaran sudah melanggar aturan yang berlaku dan merusak tatanan lingkungan, apalagi tidak ada pemasukan ke pendapatan daerah, apakah mau dibiarkan begitu saja,” tambahnya.

Penulis : Sandi Sudrajat
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News