SERANG – Akademisi Univeritas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Ikhsan Ahmad mempertanyakan kinerja Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar. Bahkan dirinya menilai Sekda Banten tak paham dengan tupoksinya.
Dikatakan Ikhsan, Sekda bertugas membantu Gubernur dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh Perangkat Daerah Provinsi Banten. Ini sebenarnya yang harus bisa dilakukan Sekda Provinsi Banten.
“Namun kami belum melihat tupoksi sebagai seorang Sekda dilaksanakan dengan benar. Hal ini dapat kita lihat bahwa Sekda Provinsi Banten tidak dapat membantu Gubernur Banten,” kata Ikhsan, Rabu (7/4/2021).
Ikhsan menyebut setidaknya terdapat beberapa kebijakan yang diambil oleh Gubernur Banten membuahkan hasil blunder. Hal ini karena Sekda Banten tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.
“Ini dapat merugikan citra dan elektabilitas Gubernur Banten. Dan yang sangat kami tidak habis pikir adalah pada permasalahan pinjaman dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) tahap dua. Kok Sekda Provinsi Banten sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) yang katanya orang pusat dan dekat dengan pusat kok sampai terlewatkan satu peraturan yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia nomor: 179/PMK.07/2020 yang dikeluarkan pada tanggal 11 November 2020,” ucapnya.
Padahal, lanjut Ikhsan, PMK ini sangat berdampak signifikan bagi perencanaan dan pelaksanaan anggaran pembangunan Provinsi Banten yang akan menggunakan dana pinjaman dari PT SMI.
“Karena terlewatnya PMK tadi itu akhirnya membuat pusing Gubernur Banten dalam hal pelaksanaan kebijakan. Selain itu, hal ini berdampak signifikan juga kepada unsur eksternal di Provinsi Banten. Misalkan pengusaha. Salah satu dampaknya terhadap pengusaha adalah saat pengusaha ikut lelang, lalu dia menang lelang, namun ternyata uangnya tidak ada, maka ini dapat merugikan pengusaha. Karena pekerjaan tidak dapat dilaksanakan akibat uang tadi tidak ada. Hal ini kan dapat berdampak kepada iklim usaha di Banten juga,” jelasnya.
Menurut Ikhsan, permasalahan lain adalah gagalnya pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tahun 2020 dari Pemprov Banten ke kabupaten/kota. Dirinya mengungkapkan, banyak program kegiatan yang dilakukan kabupaten/kota kepada pihak ketiga yang saat ini belum terbayar, dan menjadi utang pada 2021.
“Seharusnya dapat segera dilunasi, jika TAPD Provinsi Banten konsisten mentransfer DBH Pajak terhutang kepada pemkab/kota pada triwulan I Tahun 2021. Hal ini jelas sangat merugikan para pengusaha di kabupaten/kota, di lain pihak pemerintah kabupaten/kota telah menanggung denda atas kontrak yang gagal bayar tersebut,” ujarnya.
Sementara, Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) menilai, kinerja Sekda Banten hingga saat ini masih pada jalurnya. Dirinya juga meminta kepada seluruh pihak untuk bertanya dulu sebelum mengeluarkan pernyataan.
“Tanya dulu. Kata kita (kinerja Sekda stabil). Kalau kata ini (LSM) mah beda aja. Kalau ada ngomong-ngomong gitu biarin saja, yang penting yang milih Sekda kan Menteri Dalam Negeri (Mendagri),” ujar WH. (Mir/Red)