Oleh: Sherly Agustina, M.Ag, Pemerhati Kebijakan publik
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (bukan karena Qishash) atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi (pelaku zinah yang sudah menikah, Teroris, Begal [Mafia], gembong Narkoba, dll), maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya….” (QS. Al-maidah [5] : 32)
Dilansir dari jpnn.com, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Banten menangkap tiga orang yang teribat kasus praktik klinik aborsi ilegal di Kampung Cipacing, Desa Ciputri, Kecamatan Kaduhejo, Kabupaten Pandeglang, Banten. Ketiga orang yang ditangkap yakni NN (53) berprofesi sebagai bidan, ER (38) seorang perawat, dan, RY (23) seorang pasien yang berprofesi karyawan swasta. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, Kombes Pol Nunung Syaifuudin di Serang, Selasa (3/11/2020) mengatakan, pengungkapan kasus tersebut berdasarkan informasi dari masyarakat yang curiga terhadap keberadaan klinik Bidan Sejahtera dijadikan praktik aborsi (3/11/20).
Masyarakat curiga dan menganggap tidak wajar, keluar masuk pasien lebih banyak perempuan. Berbekal dari informasi itu polisi langsung melakukan penyelidikan dengan membuntuti salah satu pasien yang hendak aborsi di klinik Bidan Sejahtra. Ketika di jalan, kita (polisi, red) tanya kepada satu pasien, dan mengaku bahwa dirinya sudah melakukan aborsi di klinik tersebut. Saat di periksa di dalam klinik itu masih terdapat gumpalan darah bekas aborsi di salah satu wastafel.
Nunung menjelaskan, dari keterangan tersangka bahwa klinik aborsi ilegal tersebut sudah beroperasi sejak 2006 dan telah melakukan aborsi lebih dari seratus kali. Menurut pengakuan bidannya ini, sudah 100 lebih yang melakukan aborsi dengan harga atau tarif per pasiennya itu Rp2,5 juta.Polisi mengamankan beberapa barang bukti seperti satu buah sendok kuret, dua buah kominstrumen, obat injeksi, suntikan dan satu buah meja genokologi serta uang senilai Rp2,5 juta.
Atas perbuatannya itu tersangka NN dikenakan Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. “Sedangkan tersangka RY dijerat pasal 346 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP I, bahwa barangsiapa yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain terancam hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Setelah negeri ini dikejutakan praktik aborsi illegal di Jakarta Pusat dengan 32 ribu korban bayi, kini dikejutkan pula di daerah Pandeglang-Banten dengan ratusan korban bayi. Apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini? Mengapa aborsi marak terjadi? Alasan aborsi tentu macam-macam, sebagian ada yang karena ‘kecelakaan’ dengan kekasihnya sehingga muncul benih hasil cinta terlarang di antara mereka. Tak siap menjadi seorang ibu dan ayah maka satu-satunya jalan adalah mengaborsi hasil perzinahan atau kumpul kebo.
Mengapa hingga terjadi hubungan intim terlarang di antara dua jenis kelamin manusia? Bukankah hubungan intim suami-istri hanya dilakukan jika sudah ada ikatan halal. Pergaulan bebas di antaranya bisa menjadi salah satu faktor, di samping pondasi akidah dari masing-masing individu serta pendidikan agama dari kedua orang tua di rumah. Lingkungan juga mempengaruhi, jika berteman di lingkungan yang baik .maka akan terbawa baik. Sebaliknya, jika di lingkungan yang kurang baik akan terbawa kurang baik.
Budaya permisif yaitu serba boleh membuat generasi muda bebas melakukan apa saja yang mereka mau tanpa batas, tak melihat lagi apakah boleh dalam pandangan Islam. Belum ada kontrol dari masyarakat mengenai hal ini, karena dalam sistem sekarang berdalih di balik HAM atau kebebasan. Jika ada yang mengingatkan maka tidak menghargai HAM dan kebebasan orang lain. Ironi di negeri yang mayoritas muslim namun realisasi agamanya minim. Sebelum bicara dosa tentang aborsi, di mana nurani mereka sebagai calon ibu dan manusia membunuh calon bayi yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa.
Lalu, bagaimana dalam pandangan Islam tentang aborsi dan apa solusinya? Pertama-tama harus diketahui dulu hukum aborsi dalam fiqih Islam. Menurut kami, pendapat terkuat (rajih) adalah pendapat yang menyatakan, jika usia janin sudah berusia 40 hari, haram hukumnya melakukan aborsi pada janin tersebut. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (zigote) telah lewat empat puluh dua malam [dalam riwayat lain ; empat puluh malam], maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” (HR. Muslim, dari Ibnu Mas’ud RA)
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Yakni maksudnya haram untuk dibunuh. Maka tindak penganiayaan terhadap janin tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat (tebusan) bagi janin yang gugur. Diyatnya adalah seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (yaitu 10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Maka solusinya adalah, dari individu harus membekali diri dengan akidah dan pendidikan agama yang kuat, bimbingan oleh orang tua di rumah sesuai agama. Menciptakan dan memgarahkan agar bergaul di lingkungan yang baik. Sistem yang ada harus memfasilitasi lingkungan yang baik bagi warganya agar tidak mudah melakukan kemaksiatan. Tentu sistem yang seperti ini tak bisa jika bukan menggunakan aturan dari Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Maka butuh segera diterapkan aturan Allah agar sesuai fitrah manusia dan membawa kebaikan untuk semua umat manusia.
Allahu A’lam Bi Ash Shawab.
(***)