Oleh: Patma Sulistiana, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pendidikan merupakan alat untuk membangun manusia yang berkualitas, tidak hanya itu pendidikan juga merupakan proses sosialisasi berupa kegiatan mentransfer kebiasaan, nilai dan peraturan. Lingkungan pendidikan tentu akan mempengaruhi proses pendidikan seseorang karena lingkungan sangat menentukan proses pembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan-lingkungan tersebut terdapat proses pembelajaran yang berbeda-beda, dan tentu terdapat permasalahan yang beragam di dalamnya.
Kekerasan seksual merupakan sebuah permasalahan yang terdapat di lingkungan pendidikan, dari tahun ke tahun kekerasan seksual terus terjadi di dunia pendidikan Indonesia mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Kekerasan seksual tidak hanya berupa tindakan fisik, namun kekerasan seksual juga berupa tindakan verbal seperti intimidasi seksual. Pada Tahun 2019 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sekolah. Dilansir dari cnnindonesia.com bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sepanjang 2019 di dominasi oleh guru, khususnya guru mata pelajaran olahraga.
Kekerasan seksual dapat menyebabkan trauma bagi para korbanya, termasuk bagi para siwa yang menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Trauma tersebut biasanya akan memunculkan depresi, dimana korban akan cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpanya. Depresi merupakan gangguan yang terjadi ketika perasaan diasosiasikan dengan kesedihan dan keputusasaan secara terus menerus dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama sehingga mengganggu pola pikir yang sehat.
Ketika siswa telah mengalami pelecehan seksual maka siswa otomatis akan mengalami depresi, hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran siswa terganggu karena kondisi siswa yang tidak memungkinkan untuk melakukan proses pembelajaran, dalam kondisi ini siswa akan cenderung tertutup, stres, ketakutan dan memiliki kecemasan berlebihan.
Jika kekerasan seksual terus terjadi di lingkungan pendidikan maka tujuan pendidikan untuk menciptakan manusia yang berkulitas akan sulit tercapai, jika ingin menciptakan kulitas manusia yang baik maka lingkungan pendidikannya pun harus baik. Ketika seorang guru mencontohkan hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma maka siswa pun akan cenderung melakukan hal yang sama, begitupun sebaliknya ketika guru berperilaku baik maka siswa pun akan berperilaku baik, karena sejatinya guru merupakan model dan panutan bagi para siswa.
Ketika seseorang mengalami kekersan seksual maka akan terjadi perubahan pada diri seseorang tersebut baik secara fisik maupun psikis. Untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dilingkungan pendidikan, maka dapat dilakukan upaya seperti menerapkan pendidikan seksual sejak dini, para siswa diberikan pengenalan tentang berbagai macam bentuk kekerasan seksual dan bagaimana cara menghadapinya, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi jumlah korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
(***)