Oleh : IR Zulfa S.Pd (Pendidik dan Pengamat Sosial)
Mengawali tahun 2020, banjir bandang melanda wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Banjir yang menimpa sepuluh desa dan enam kecamatan tersebut telah banyak menimbulkan kerugian dan juga korban jiwa.
Belakangan diberitakan bahwa presiden Jokowi mengungkap penyebab dibalik bencana banjir bandang yang menimpa kurang lebih 6 kecamatan di Lebak.
Beliau mengatakan bahwa banjir bandang tersebut dikarenakan aktivitas tambang emas ilegal di Gunung Halimun Salak.
Menanggapi hal itu, Polda Banten mulai menyelidiki aktivitas tambang emas ilegal di lokasi tersebut. “Tindak lanjutnya kita dari Polda, Ditkrimsus dan Polres Lebak telah menurunkan tim penyidik langsung ke TKP diperkirakan tempat kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI),” kata Dirreskrimsus Polda Banten Kombes Pol Rudi Hananto ( Kompas.com, Kamis 9/1/2020)
Banjir bandang yang menimpa Lebak, Banten sejatinya merupakan buah dari kerusakan alam yang disebabkan oleh sistem kapitalisme sekuler. Dengan hanya memikirkan keuntungan semata, banyak pihak yang tidak bertanggung jawab mengeksploitasi alam demi mencari keuntungan.
Bahkan dalam penyelidikannya polisi menemukan beberapa bahan berbahaya yang digunakan dalam aktivitas tambang emas ilegal tersebut. Lokasi penambangan pun meluas. Berdasarkan data dari Balai TNGHS Wilayah Lebak, hingga saat ini masih terdapat 178 hektar tambang emas liar yang beroperasi. Total ada 28 titik penambangan emas tanpa izin yang 22 di antaranya adalah di Lebak. (Disarikan dari : detik.com).
Aktivitas tambang ilegal ini jelas merusak struktur alam. Karena penggalian demi penggalian yang dilakukan harus didahului dengan penebangan pepohonan besar di wilayah kawasan gunung halimun salak.
Di sisi lain pepohonan besar tersebut berguna untuk menjaga kestabilan tanah. Dengan kata lain berkurangnya vegetasi pepohonan besar yang menopang tanah di sekitar kawasan Lebak berpengaruh terhadap ketahanan tanah saat hujan besar tiba. Akibatnya banjir pun tak lagi dapat dielakkan.
Jika sudah demikian, rakyat pun harus menanggung beban. Tak terhitung besarnya kerusakan yang ditimbulkan. Kerugian infrastruktur akibat longsor dan banjir bandang di Lebak diperkirakan sampai Rp85 miliar. Khususnya akibat kerusakan infrastruktur jembatan dan jalan milik provinsi. Ditambah dengan kerusakan parah yang menimpa banyak rumah warga.
Pemerintah dalam hal ini harus serius mencarikan solusi tuntas bagi permasalahan banjir ini. Selain memberikan sanksi tegas kepada para penambang liar, pemerintah pun diharapkan serius melakukan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) secara baik dan benar.
Diperlukan paradigma pengelolaan yang tepat agar SDA di daerah Lebak diantaranya emas, dapat tergarap dengan baik. Saatnya menjadikan Islam sebagai landasan alternatif bagi pengelolaan sumber daya alam. Dalam Islam, SDA yang dimiliki suatu daerah adalah milik bersama.
Pengelolaannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, dan hasilnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Tak boleh ada satupun pihak swasta yang mengambil alih pengelolaannya dengan alasan apapun.
Semoga kedepannya Lebak dapat berbenah dari banjir yang mengakibatkan kerusakan yang cukup parah ini. Perlu upaya semua pihak terutama pemerintah agar pemulihan kehidupan di Lebak bisa berjalan lebih optimal.
(***)