SERANG – Wajah Pasar Induk Rau (PIR) Kota Serang kian kumuh. Bukan hanya dari sisi kebersihan, bisnis liar yang tak masuk sebagai pendapatan daerah pun semakin menjamur. Salah satu bisnis liar tersebut adalah sewa dan jual beli lapak menggunakan jalan umum dan trotoar di sekitar PIR, Kota Serang.
Para pedagang mengaku harus merogoh kocek jutaan rupiah untuk mendapatkan lapak dagang di sepanjang jalan umum dan trotoar PIR. Praktik jual beli lapak tersebut berlangsung terang-terangan dengan melibatkan oknum-oknum tertentu.
Ada empat orang oknum yang menjual lapak tersebut kepada para pedagang. Mulai dari pedagang sayur, ikan hingga pedagang buah. Empat orang tersebut memiliki blok masing-masing. Dua orang di blok pipa gas PIR, Kota Serang berinisial HW dan HR. Dua oknum lainnya menempati Blok M yang berada di sisi Timur PIR berinisial E dan MR.
Pengakuan salah satu pedagang, mengaku membeli lapak sebesar Rp4 juta untuk ukuran lima meter trotoar yang digunakan. Selain itu, ia juga harus merogoh koscek tambahan dengan membayar fasilitas baja ringan. “Kalau pasang baja ringan Rp4 juta, beda lagi. Total Rp8 juta,” jelas salah satu pedagang yang minta tak disebut namanya, Rabu (23/10/2019).
Pedagang lain, mengaku merogoh kocek sebesar Rp2,5 juta untuk lapak dan Rp4 juta untuk baja ringan. “Itu di luar salaran kebersihan dan keamanan Rp15 ribu per harinya,” jelasnya.
Pantauan di lokasi, sebelumnya lapak pedagang menggunakan bangunan rangka kayu dan atap asbes. Setelah dibongkar, malam ketiga beberapa orang datang dengan mengangkut baja ringan dan langsung memasangnya.
Selain memasang baja ringan, oknum tersebut juga menutup lantai trotoar dengan paving blok. Dari seluruh trotoar yang ada di jalur pipa gas, hampir seluruh trotoar habis diperuntukan bagi pedagang yang membayar lapak.
Di jalur lain, seperti Blok M hampir 5 meter badan jalan digunakan untuk pedagang menjajakan dagangannya. Kondisi tersebut membuat lalu lintas di PIR, Kota Serang kian semrawut. Kendaraaan pikap dan roda dua saling berebut jalur, sementara pejalan kaki harus berdesakan untuk melalui jalur tersebut. Tak jarang pengendara roda dua dan roda empat adu mulut karena berebut jalan.
Dari kedua jalur tersebtu tidak kurang terdapat 55 unit lapak yang disewakan kepada pedagang.
Komisi IV DPRD Kota Serang sendiri mengaku akan memanggil sejumlah pengelola lapak awning Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitaran Pasar Induk Rau (PIR). Dewan menilai keberadaan lapak awning PKL menjadi biang kemacetan dan melanggar Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Dalam Undang Undang tersebut pasal 45 menyatakan definisi trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Pada pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Serang, Muhammad Urip mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan mediasi dan sosialisasi, baik kepada pedagang maupun penanggungjawab lapak awning tersebut. Karena menurutnya, banyak dari pedagang yang tidak tahu bahwa lapak yang mereka tempati telah melanggar aturan.
“Mungkin ada masyarakat kita yang tidak paham terkait dengan Perda K3 dan Undang-undang terkait dengan penggunaan trotoar. Kami juga akan memanggil mereka yang saat ini bertanggungjawab terhadap pembangunan awning ini. Setelah itu, kami akan rumuskan pada tatanan komisi, setelah dibongkar ini akan diarahkan kemana,” jelasnya.
Ia pun meminta kepada para kepala daerah, khususnya Walikota Serang Syafrudin agar dapat tegas dalam menyelesaikan persolan PIR Kota Serang. Jangan malah membiarkan pelanggaran karena alasan tertentu. “Para pimpinan daerah harus tegas. Kalau pimpinan daerah sudah tegas, pasti selesai permasalahan ini. Karena kan mereka itu pemimpin dari masyarakat yang ada di sini,” ungkapnya.
(you/red)