JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menjadi tiga tahun pidana penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. ‘Diskon’ hukuman bagi Irman ini setelah MA mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) mantan Ketua DPD tersebut.
“Apapun hasil dari putusan PK [Peninjauan Kembali] tersebut terlepas dari misalnya saat ini kita kecewa atau tidak, tapi putusan Mahkamah Agung putusan peradilan itu kan harus dihormati. Apalagi KPK adalah institusi penegak hukum,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/9/2019) malam.
Meskipun menghormati, namun KPK tetap mengkritisi putusan MA ini. Febri menegaskan bahwa apa yang telah dilakukan KPK terhadap Irman perihal penetapan tersangka tindak pidana korupsi dan memproses secara hukum merupakan suatu hal yang tepat.
“Tapi satu hal yang jadi clear dalam putusan PK ini tidak benar klaim-klaim yang dikatakan oleh pihak-pihak tertentu, bahwa tidak ada korupsi di sini. Jadi, kalau ada pihak-pihak tertentu yang mengatakan Irman Gusman tidak terbukti melakukan korupsi itu pasti keliru,” ujarnya.
Dalam putusan PK, Irman dikenakan Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sementara di pengadilan tingkat pertama ia dijerat dengan Pasal 12 huruf b UU Tipikor.
“Karena meskipun pasalnya berubah, soalnya dari pasal 12 a kecil atau pasal 12 b kecil menjadi pasal 11. Pasal 11 itu tetap adalah bagian dari tindak pidana korupsi di Undang-undang 31 tahun 1999 itu salah satu bentuk dari suap sebenarnya,” terang Febri.
KPK pun mengingatkan MA terkait keadilan publik. KPK berharap MA sebagai peradilan tertinggi bisa mempertimbangkan aspek tersebut dalam putusan kasasi maupun PK.
“Tinggal harapan ke depan agar aspek-aspek yang lebih dalam termasuk rasa keadilan publik dan juga penerapan hukum dan juga aspek-aspek materi lainnya itu ke depan diharapkan benar-benar dipertimbangkan secara serius,” kata dia.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menambahkan pihaknya akan mendiskusikan putusan MA kepada jajaran di internal lembaga antirasuah itu terlebih dahulu terkait kemungkinan langkah hukum lanjutan.
“Pertama kita harus hargai putusan itu. Nanti diskusi dulu dengan staf dan pimpinan lain apa KPK bisa upaya hukum dan lain-lain,” kata Saut kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/9/2019).
Sebelumnya, MA mengabulkan PK mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman atas kasus suap pembelian gula impor di Perum Bulog. Dalam salinan putusan PK, vonis pidana penjara terhadap Irman dikurangi menjadi tiga tahun dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka kepada Terpidana dikenakan pidana pengganti pidana denda berupa pidana kurungan selama 1 bulan,” demikian bunyi petikan salinan putusan tersebut.
MA menyatakan Irman terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinilai menerima suap sebesar Rp200 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandi Sutanto dan istrinya Memi.
MA juga menghukum Irman dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun terhitung sejak terpidana Irman selesai menjalani pidana pokok.
Putusan PK ini membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang telah menghukum Irman dengan pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon peninjauan kembali/ terpidana Irman Gusman, SE., MBA tersebut. Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 20 Februari 2017 tersebut,” sebagaimana termuat dalam salinan putusan PK. (Red)