SERANG – Masyarakat Banten, terutama di Kota Serang, umumnya minim pengetahuan akan sejarah kemerdekaan di tanahnya sendiri.
Sebagai satu contoh, tidak dikenalnya sosok perempuan bernama Sri Sahuli. Hanya segelintir orang yang mengetahui apa yang dilakukan Sri Sahuli ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, di Kota Serang tanggal 22 Agustus 1945.
Sangat sedikit sekali informasi mengenai sosok Sri Sahuli, jangankan dicari di tempat lain, di Kota Serang saja tidak ada. Terkait hal tersebut, sejarawan Bonnie Triyana mengatakan, keadaan itu menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah Kota Serang.
“Orang Serang harus tanggung jawab dong,” katanya Jum’at (16/8/2019).
Satu-satunya naskah yang berhasil ditemukan yakni menceritakan sosok Sri Sahuli, adalah buku berjudul Dokter Gerilya karya Matia Madjiah. Itupun hanya sedikit menceritakan sepak terjang perempuan perkasa tersebut.
Belum ada naskah yang menjelaskan kapan dan di mana Sri Sahuli dilahirkan, apa etnisnya, bagaimana penampakan fotonya, dan hal lain yang penting diketahui oleh generasi penerus bangsa Indonesia, terutama warga Kota Serang – Banten.
Dari tulisan Matia Majah menuliskan dalam Dokter Gerilya, bisa disimpulkan Sri Sahuli merupakan anggota Jawatan Kesehatan Tentara di Banten, relawan kesehatan yang memiliki kemampuan dasar seorang tentara, ketika itu dilatih oleh seorang Letnan II Cakradijaya.
Sri Sahuli adalah pemudi lulusan SMP yang mempunyai seorang teman bernama Jimamba. Dua orang gadis itu mengabaikan keselamatan jiwanya, nekat menurunkan bendera Jepang yang berkibar di Hotel Vos Kota Serang, dan menggantinya dengan sang saka merah putih. Padahal jarak antara Hotel Vos dan markas tentara Jepang (Kempetai) tak lebih dari 100 meter.
“Sri Sahuli membangkitkan semangat para pemudi di selutuh Banten. Sri Sahuli sendiri sering menyamar sebagai gadis desa ketika menyusup ke garis depan (pertempuran),” tulis Matia Madjiah seperti dilansir merahputih.com.
Sang saka merah putih baru dikibarkan pada tanggal 22 Agustus 1945, hal tersebut terkait dengan infrastruktur penyebaran informasi ketika itu. Kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia, baru sampai ke Banten pada tanggal 20 Agustus 1945. Informasi yang dibawa oleh Pandu Kartawiguna, Ibnu Parna, Abdul Muluk, dan Aziz.
Penerima informasi tersebut adalah KH Ahmad Chotib, KH Sjam’un, Zulkarnain Surya, serta para tokoh pemuda.
Terkait kenyataan bahwa masyarakat Banten khususnya warga Kota Serang yang tidak mengenal tokoh Sri Sahuli, Ketua Masyarakat Sejarah Banten Djimo S Wijono mengatakan, ini menjadi tanggung jawab pihak pemerintah daerah untuk melacak, menggali seluruh informasi tentang sosok tersebut.
“Dan tentu saja tidak berhenti di sana, harus ada kerja-kerja kebudayaan untuk menempelkan nama Sri Sahuli dalam hati dan pikiran orang Banten,” ungkapnya.
(Red)