TANGSEL – Bukan pahlawan kesiangan, julukan itu kiranya pantas ditujukan pada Rumini (44) yang mencoba membongkar kasus pungli di SDN 02 Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Namun begitu, alih-alih Rumini mendapatkan pujian, terlebih lagi penghargaan, justrus pihak sekolah mengintimidasi dan memperlakukannya dengan kasar. Seperti tak puas dengan perlakuan itu, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) justru memecatnya.
Saat ditemui di kediamannya di Jalan Salak, RT04 RW07, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Rumini pun sambil meneteskan air mata bercerita kepada awak media.
Dari curhatannya itu membawa rasa emosional para pewarta menjadi naik, namun kita sadar akan tetap berada di Tengah.
Rumini sendiri mengaku tak rela dunia pendidikan dikotori oleh ulah oknum-oknum mafia anggaran. Dia pun menitip pesan kepada Walikota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmy Diany beserta jajaran, agar segera memberantas praktik pungli yang marak di Tangsel, serta mencintai dunia pendidikan tak terbatas pada ucapan belaka.
“Moto Tangsel itu kan Cerdas, Modern, dan Religius. Bagaimana anak-anak mau cerdas, kalau buku-buku saja tidak dibelikan. Saya berharap dengan kejadian ini, Ibu Walikota Airin dan jajaran lebih terbuka lagi, lebih sering memantau hal itu dari sekolah ke sekolah,” pesannya kepada Airin seraya meneteskan air mata saat ditemui di kediamannya, Senin (1/7/2019) lalu.
“Jangan hanya menerima laporan saja, biasanya laporan itu kan pasti kebanyakan bilangnya baik, berjalan baik, tidak ada masalah, padahal kalau dicek masalahnya banyak,” tambahnya.
Sedangkan surat pemecatan dirinya itu ditandatangani pada 3 Juni 2019 lalu dengan Nomor : 567/2452-Disdikbud. Surat itu merujuk pada surat Pelaporan dan Permohonan Pemecatan dari Kepala SDN Pondok Pucung 02 bernomor : 421.1/015/SP/PP02/2019, tanggal 14 Mei 2019.
“Itu risiko buat saya, dipecat. Saya tahu banyak sebenarnya orang tua murid yang terbebani dengan pungutan-pungutan itu, tapi mereka juga nggak bisa berbuat apa-apa. Masyarakat banyak yang berusaha keras memasukkan anaknya di sekolah negeri, harapannya itu karena ada keringanan biaya, ditanggung pemerintah,” ungkapnya.
Rumini terbilang sosok guru yang bersahaja, kritis, dan menyayangi anak-anak. di tempatnya, dia tinggal di kontrakan sederhana, dan dia terbiasa menanggung kebutuhan hidup seorang diri, setelah dikabarkan berpisah dari sang suami.
Kebanyakan, menurutnya, saat seseorang menyuarakan kebenaran, intimidasi kerap datang. Bahkan, hal tersebut dirasakannya hingga disambangi ke rumah.
“Kasihan loh orangtua murid, jangankan mereka, keluarga saya sendiri korban disambangi satu-persatu. Mudah-mudahan di Kota Tangsel tidak akan pernah terjadi lagi, cukup saya, Rumini, terakhir kali yang terzolimi dari arogansi pihak sekolah,” tutupnya. (Ihy/Red)