CILEGON – Aktivitas dua perbankan, yakni Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Cilegon Mandiri sejak tahun 2015 dan Bank BJB Cabang Cilegon sejak tahun 2012 pada sebagian bangunan di gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cilegon menuai persoalan.
Informasi yang dihimpun BantenNews.co.id, persoalan itu muncul pasca terbitnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan Kepatuhan Pada Perundang-undangan pada anggaran tahun 2018 lalu. Ditemukan, sejak awal waktu beroperasi hingga akhir 2018 lalu pemanfaatan bangunan oleh kedua perbankan tersebut diketahui tidak membayar sepeserpun retribusi kepada Pemkot Cilegon.
“Itu memang sedang kita proses, kalau 2012 kita itu ada MoU-nya sampai dua tahunan untuk pemanfaatan (sebagian bangunan Pemkot), nah kita ingin meminta keringanan (retribusi). Tapi prinsipnya kita terima atas tagihan yang diberikan ke kita, itu pun yang tahun 2019 sudah kita bayar,” ungkap Kepala Bank BJB Cabang Cilegon, Muhammad Hartami melalui sambungan telepon, Jumat (28/6/2019).
Pemkot Cilegon baru membangun kesepakatan sewa sebagian bangunan terhadap kedua perbankan pada 26 April lalu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang baru dikeluarkan pada tahun 2019 ini. Berdasarkan SKRD itu, Bank BJB hanya dikenakan retribusi senilai Rp29,5 juta dan BPRS Cilegon Mandiri Rp25,3 juta pertahunnya.
Namun berdasarkan penghitungan BPK, bila disesuaikan dengan luas bagian gedung yang digunakan untuk kantor kas di gedung Praja Mandiri dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) seluas 49,2 meter persegi, BJB seharusnya dikenakan retribusi senilai Rp177,1 juta. Sedangkan BPRS Cilegon Mandiri seharusnya dikenakan retribusi senilai Rp76 juta atas sewa bangunan yang digunakan seluas 42,2 meter persegi.
“Jadi kita ingin meminta kebijakan karena saat itu kita ada dasarnya, kita ingin membantu untuk memudahkan pelayanan transaksi keuangan di Pemkot. Kami tinggal menunggu putusan, berapa yang harus kami bayar. Pada prinsipnya kita patuh pada aturan yang berlaku, meskipun itu berlaku surut, kami juga konsultasi dengan pusat, kalau memang itu sudah aturan, kita jalankan,” imbuhnya.
Penetapan nilai retribusi di 2019 itu, menurut BPK kurang tepat. Pemkot Cilegon dianggap telah mengabaikan nilai sewa yang sejatinya dihitung sejak awal waktu kedua perbankan itu menggunakan kekayaan daerah tersebut dengan mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) nomor 10 tahun 2013 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Baca : Sepi Pejabat Daerah, Hearing Catatan dan Temuan di BPRS Cilegon Mandiri Ditunda
Sementara tak ingin dibebankan dengan persoalan temuan auditor negara tersebut, Direktur Bank BPRS Cilegon Mandiri, Idar Sudarma mengaku langsung melunasi tagihan retribusi yang juga dibebankan pada pihaknya.
“Kita sudah bayarkan semua sebulan lalu, (total nominal retribusi) terhitung sejak hitung mundur, setelah LHP keluar. Kita sih oke, kalau memang itu sudah aturannya, saya bayarin. Sudah selesai. Meskipun 2015 dulu, perjanjiannya silakan pakai, intinya mengizinkan (bagian bangunan Pemkot) digunakan oleh BPRS, kita patuh aturanlah. Kalau tahun-tahun sebelumnya belum (ada retribusi), mulai sekarang saya akan siapkan anggarannya,” ujarnya.
Dipaparkan, dari pendapatan retribusi yang dianggarkan senilai Rp22,15 miliar pada 2018 lalu, Pemkot Cilegon melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mampu merealisasikan capaian di kisaran Rp18,82 miliar atau sekira 84,96 persen. Atas temuan tersebut, tulis BPK, mengakibatkan penerimaan Pemkot Cilegon kehilangan potensi retribusi Rp253 juta pada tahun 2018 lalu lantaran tidak mematuhi Peraturan Walikota nomor 8 tahun 2017 sebagai petunjuk pelaksanaan Perda di atas.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Sari Suryati belum dapat dikonfirmasi. Ditemui Jumat (28/6/2019) siang, Sari tidak berada di ruang kerjanya. Ia bahkan tidak merespon panggilan telpon dan pesan singkat yang dilayangkan wartawan.
“Prinsipnya, kalau memang demikian disarankan oleh BPK, yah harus ditindaklanjuti. Yang pasti kan itu diupayakan selesai, karena kan BPK juga dengan adanya temuan ini berpendapat seharusnya ada juga pemasukan untuk daerah,” ujar Kepala Inspektorat Pemkot Cilegon, Epud Saefudin. (dev/red)