SERANG – Jumariah (48) Ibu paruh baya asal Kampung Cibeurum RT 04 RW 02 Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang harus tegar menghadapi hidupnya. Sebab Siti Masitoh, putri bungsu dari tiga anaknya mengalami sakit Thalasemia. Sebab menurut kalkulasi medis penyakit Thalasemia merupakan penyakit serius yang dapat mematikan jika tak terobati dengan tepat.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal.
Thalasemia kemungkinan dapat diobati dengan transfusi darah tali pusat dan transplantasi sumsum tulang. Namun kedua metode pengobatan ini tidak cocok untuk semua penderita thalasemia dan bisa menyebabkan terjadinya sejumlah komplikasi.
Risiko terkena komplikasi thalasemia dapat dikurangi dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Beberapa kemungkinan komplikasi thalasemia yang dapat terjadi adalah hepatitis, osteoporosis, pubertas terlambat, dan gangguan ritme jantung.
Jumariah menceritakan untuk menjaga anaknya tetap stabil kesehatanya, Siti Masitoh harus transfusi darah secara rutin ke rumah sakit. Ia harus rela 2 minggu sekali mengantarkan bulak balik anaknya ke rumah sakit.
“Pengalaman sedihnya saat saya tak punya ongkos pulang dari rumah sakit. Bahkan, saya berpikir nekat untuk jalan kaki,” ucapnya saat ditemui di RSUD drajat Prawiranegara, Kota Serang.
Jumariah mengaku sedih dengan kondisi penyakit puterinya. Terkadang ia putus asa ketika penyakit puterinya kambuh. Ia sudah pasrah jika anaknya meninggal kelak karena banyak cerita sedih sebab menderita penyakit kelainan darah ini. Akibatnya Siti Masitoh yang duduk di kelas 4 SD ini tak bisa bermain sempurna seperti anak-anak umum lainnya.
“Anak saya mudah letih dan sesak. Bahkan jika sudah parah akan terjadi pembengkakan di badannya. Dan anak saya merasa kesakitan saat itu, karena tak terobati dengan rutin dan tepat,”ujarnya.
Sebab, lanjut Jumariah, untuk merawat puterinya yang sakit membutuhkan biaya yang besar. Sebab penghasilan ia dan suaminya tak mampu untuk mengobati anaknya ke rumah sakit. Ia sebagai penjual nasi, sementara suaminya buruh serabutan di pabrik.
“Saya hanya jual nasi penghasilan perbulan hanya dua juta rupiah dan ditambah dengan penghasilan suami yang tak tentu. Penghasilan kami tak cukup lah untuk berobat. Kadang minjam uang ke pabrik,” keluhnya.
Jumariah selalu merasa kesulitan dan menangis ketika tak mampu mengobati sang buah hati ke rumah sakit. Namun sejak empat tahun terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN-KIS segalanya menjadi ringan.
“Sekarang nyari duit susah, apa lagi saya punya tanggungan untuk anggota keluarga lain yang harus diurus. Kadang saya nangis kalau terus memikirkan kesulitan itu, “ucapnya.
Saat ini ia sudah merasa lega, sebab program pemerintah seperti BPJS kesehatan banyak manfaatnya dan membantu warga yang tak mampu. Ia mengaku bantuan warga melalui program BPJS Kesehatan sangat membantu.
” Saya bersyukur dengan adanya JKN-KIS ini. Kalau program ini hilang. Jujur saya gak tahu harus minta tolong ke mana lagi, karena adanya BPJS, anak saya tertolong untuk mendapat perawatan di rumah sakit, ” ujarnya. (Dhe/Red)