Beranda Politik LPI Paparkan Temuan Isu Seksisme di Pilkada Banten 2024

LPI Paparkan Temuan Isu Seksisme di Pilkada Banten 2024

Pemaparan tentang isu seksis pada pilkada Banten. (Audindra/bantennews)

SERANG– Literasi Pemuda Indonesia (LPI) memaparkan hasil temuan isu seksisme di Pilkada Banten 2024 lalu. Dalam temuannya, permyataan Calon Wakil Gubernur Banten Achmad Dimyati Natakusumah yang seksis saat debat perdana pilkada menjadi isu yang paling ramai diperbincangkan di media pada waktu itu.

Pemaparan itu disampaikan dalam acara media brief and capacity building di Hotel Santika Premier, ICE BSD, Tangerang Selatan pada Rabu (22/1/2025). Hadir sebagai pemateri yaitu tim divisi media brief LPI, Purnama Ayu, dan Direktur Eksekutif Perhimpungan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Fransisca Ria Susanti.

Ayu memaparkan hasil temuan LPI mengenai pemberitaan Dimyati saat debat perdana Pilkada Banten pada 16 Oktober 2024 yang mengatakan hal seksis ‘Perempuan itu harus mendapat perhatian, maka kita harus melindungi perempuan dan memuliakannya dengan enggak ngasih beban berat jadi gubernur’.

Pemberitaan mengenai perkataan Dimyati itu kemudian ramai diberitakan oleh berbagai media nasional dan lokal dan mencapai puncaknya dua hari pasca debat. Tidak hanya itu, isu tersebut juga ramai di media sosial karena banyak dikomentari oleh banyak tokoh publik.

Dari hasil temuan, pemberitaan isu tersebut didominasi oleh media nasional dibandingkan media lokal Banten.

“Mungkin bukan berarti media lokal di Banten tidak mengambil peran, tapi memang kalah duluan dari segi sumber daya, energi dan segala macam dari media nasional yang punya sumber daya lebih besar,” kata Ayu.

Ayu menjelaskan,  seksime berarti prasangka atau pandangan terhadap perempuan yang dinilai berbeda, seperti lebih lemah dan tidak lebih cakap dari laki-laki.

Isu seksisme di dalam politik menjadi sangat krusial karena pandangan-pandangan merendahkan posisi perempuan bisa berdampak pada kurangnya akses kebijakan publik yang menguntungkan bagi perempuan, terbatasnya akses perempuan pada posisi kepemimpinan, stereotip gender yang membatasi, dan meningkatnya kekerasan dan intimidasi.
“Waktu kami menggelar diskusi online sebelumnya, ada salah satu pakar dari Untirta yang mengatakan, bisa jadi kemenangan Dimyati ini adalah kemenangan dari seksisme leadership,” ujar Ayu.

Baca Juga :  JB Beri Bocoran Siapa Pendamping Hasbi Asyidiki Jayabaya Pada Pilkada Lebak 2024

Meski melontarkan perkataan seksi, Dimyati akhirnya tetap terpilih sebagai Wakil Gubernur yang dipasangkan dengan Andra Soni. Dari telaah LPI, kemenangan ini terjadi karena banyaknya faktor seperti rendahnya kesadaran mengenai isu gender dalam politik.

Media yang merupakan produsen informasi, dinilai turut berperan dalam framing pemberitaan mengenai seksisme yang harusnya mencerahkan pemahaman masyarakat. Tapi, dari hasil temuan LPI, pada Pilkada Banten lalu, isu ekonomi, infrastruktur, dan kebutuhan dasar masih jadi isu yang populer bagi masyarakat.

“Ada kecenderungan kita untuk menormalisasi sikap seksis. Dalam budaya patriarki, seksisme kerap dianggap ‘biasa saja’ dan tidak memengaruhi penilaian terhadap kapasitas kepemimpinan seseorang,” imbuhnya.

Alasan lainnya yaitu Dimyati juga berasal dari dinasti politik yang sudah kuat. Meski kemudian ‘digoreng’ isu lain pasca kata-kata seksisnya yaitu mengenai isu kekerasan seksual pada anak dan kasus dugaan korupsinya di masa lalu, Dimyati masih tetap memiliki pendukung karena namanya sudah dikenal.

Kemudian mengenai dukungan mesin politik dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang juga dimotori oleh Prabowo menjadi kunci kemenangan. Pola kebiasaan pemilih di Banten juga berbeda dengan Jakarta karena saat Ridwan Kamil dan Suswono melontarkan perkataan seksis, warganya dinilai lebih kritis.

“Dalam budaya lokal yang kental dengan norma tradisional, masyarakat lebih terpengaruh oleh aspek agama atau adat yang melekat pada kandidat, daripada isu gender,” tuturnya.

Pemateri kedua, Fransisca Ria Susanti, mengatakan pentingnya media dalam pemberitaan kesetaraan gender. Tujuannya, untuk terus memperjuangkan agar perempuan dan laki-laki menikmati tingkat rasa hormat dan status yang sama di masyarakat, hak yang sama terhadap hak asasi manusai, dan peluang serta kemampuan membuat pilihan tentang kehidupan mereka.

Baca Juga :  Kawal Pilkada Cilegon, JRDP Bakal Terjunkan Relawan ke TPS 

Ia mencontohkan pandangan seksis yang masih kerap terjadi, misalnya seperti saat seorang ayah pulang kerja lebih awal demi menonton anaknya berlompa di suatu kompetisi, sang ayah akan dipandang sebagai ayah yang hebat.
Sebaliknya, jika seorang ibu yang melakukan hal serupa, maka pandangannya adalah ia dicap tidak bertanggungjawab dengan pekerjaannya karena tidak bisa membagi waktu.

“Itu sebabnya kenapa kita mendorong kesetaraan gender,” kata Ria.

Media menurut Ria, punya tanggungjawab besar untuk membentuk pola pikir masyarakat mengenai hal tersebut. Sebaliknya, jika salah mengambil framing berita, maka pola pikir seksis pun bisa terus langgeng.

“Karena bagaimanapun, peran orang dari semua gender itu memiliki hak yang sama,” sambungnya.

Pemberitaan yang peka gender, harus dianggap sebagai prinsip utama produksi media profesional dan dianggap sebanding dengan nilai akurasi dan keseimbangan. Karena pemberitaan yang seksi, memiliki efek bola salju yang membentuk pola pikir masyarakat yang menuntun pada bagaimana ia bertingkah secara sosial.

“Gender harus dipertimbangkan di semua tingkatan produksi berita, dari departemen redaksi tempat keputusan dibuat tentang berita apa yang akan diliput, hingga lapangan tempat berita dikumpulkan,” ucapnya.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News