Oleh: Ahmad Supena (Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Untirta)
Kampus idealnya menjadi persemaian dan lahirnya kreativitas dan pengetahuan yang selalu aktual dan segar. Hidup dan berkembang maju dengan riset dan diskusi yang sehat dan produktif. Menjadi tempat penyebaran gagasan yang senantiasa berkesinambungan. Rumah bagi keteladanan sains sekaligus literasi. Sudah tentu yang diharapkan menjadi motor penggeraknya adalah para guru besarnya.
Dalam dunia kampus dan perguruan tinggi, kita mengenal sejumlah guru besar yang kerapkali juga sanggup menghadirkan tulisan-tulisan segar dan inspiratif. Mereka juga asyik dan enak ketika menyampaikan gagasan dan pengetahuan mereka secara lisan kepada publik penyimak. Kita bisa mencontohkan seperti Karlina Supeli, almarhum Kang Jalal dan yang lainnya.
Kita sudah tentu mengharapkan teladan-teladan serupa di kampus-kampus kita. Orang-orang itu bisa menciptakan situasi yang hidup dan menyenangkan saat mengajar, dan juga sanggup berbagi informasi dan pengetahuan-pengetahuan bernas ke khalayak di luar kampus atau kepada masyarakat umum.
Kita sudah tentu akan sangat gembira dan bersyukur ketika para guru besar di kampus-kampus kita menulis tulisan-tulisan atau menerbitkan buku-buku yang akan memperkaya khazanah pengetahuan dan literasi kita. Figur-figur yang juga tentu kita harapkan menjadi teman dialog dan diskusi yang menggugah di forum-forum ilmiah kampus kita.
Dengan begitu, suasana dan kualitas kampus pun akan hidup dan terbangun secara berkelanjutan. Keteladanan para guru besar juga diharapkan sanggup membangun budaya akademik yang kuat dan kokoh yang akan berdampak pula dengan sendirinya kepada bawahan mereka dan para mahasiswa.
Sudah terbukti pula, seperti telah disebutkan contoh dua namanya, para guru besar yang produktif dan inspiratif segera menjadi panutan dan teladan para mahasiswa, bahkan masyarakat umum yang mengikuti dan mengonsumsi tulisan-tulisan dan buku-buku orisinal mereka.
Yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana mereka mampu mengimplementasikan budaya akademik dan kultur literasi yang sehat dan maju ke dalam sistem dan kelembagaan yang juga sehat dan adil bisa dimanfaatkan oleh mereka yang ingin mendapatkan manfaatnya. Dalam hal ini tentu keberadaan riset, pelatihan dan diskusi, sebagai contohnya, menjadi niscaya sebagai proses peningkatan literasi dan kapasitas akademik para warga kampus.
Upaya menanamkan kesadaran dan budaya membaca harus diteladankan oleh para guru besar mereka dengan produktivitas para guru besar yang diharapkan bisa menginspirasi banyak orang. Dari segi infrastruktur, peran aktif perpustakaan dan laboratorium riset yang optimal dan sanggup memotivasi para mahasiswa dan dosen untuk menulis dan melakukan riset. Hal lain yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana kampus menggalakkan jurnal dan publikasi yang diusahakan berwibawa sebagai wadah produktivitas akademik dan literer para guru besar, dosen dan para mahasiswa berprestasi.
Dan terakhir, meski bukan yang paling terakhir, pentingnya para mahasiswa dan warga kampus berkenalan dan mengapresiasi seni dan sastra sebagai medium dan wasilah meningkatkan kepekaan rasa sekaligus ketajaman pikir yang akan menjadi rahim kecerdasan dan kreativitas insan-insan akademik yang manusiawi. (*)