Beranda Hukum Eks Dirops PT PCM Ungkap Biang Kerok Gagalnya Proyek Akses Pelabuhan Warnasari

Eks Dirops PT PCM Ungkap Biang Kerok Gagalnya Proyek Akses Pelabuhan Warnasari

Sidang kasus korupsi jalan akses pelabuhan warnasari. (Audindra/bantennews)

SERANG – Akmal Firmansyah, mantan Direktur Operasional (Dirops) PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) yang juga terdakwa perkara korupsi proyek Pembangunan Tahap II Akses Pelabuhan Warnasari mengungkap peran PT Krakatau Steel (KS) sebagai penghambat terlaksananya proyek yang telah dilelangkan dan terdapat pemenangnya akibat lahan yang akan dibangun disebut milik PT Krakatau Daya Listrik (KDL), anak perusahaan PT KS.

“Padahal PT Krakatau Steel banyak dibantu termasuk pembangunan PT Krakatau Posco yang mana tanah Pemerintah Daerah Kota Cilegon tukar guling dengan Warnasari, tetapi ketika Warnasari akan dibangun selalu diganggu dan dihambat PT Krakatau Steel,” kata Akmal saat membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Kamis (14/11/2024).

Akmal membeberkan kaitan rencana semula ia dan kuasa hukumnya yang sempat berupaya untuk menghadirkan saksi meringankan, yaitu mantan Komisaris PT KDL periode 2016-2017, Ing Raden Henanto. Namun hal itu urung terlaksana karena terhambat perizinan sebab Ing Raden berada di Rutan Kelas IIB Serang.

Sebagai alternatif, Akmal lalu menghimpun dokumen yang dimiliki Ing Raden mengenai persoalan tanah. Kata Akmal, di tahun 2011 ada MoU atau kesepakatan antara PT KS selaku induk perusahaan dengan Pemkot Cilegon, yaitu MoU No.101/DU-KS/MOU/2011 dan No.180/04-HUK/2011 tanggal 4 Februari 2011.

Dalam Pasal 1 ayat 2 ia menyebut bahwa isinya mengizinkan Pemkot Cilegon untuk melakukan segala aktivitas terkait pembangunan di atas lahan 45 hektare dan akses jalan kawasan termasuk kawasan PT KDL.

MoU itu juga diperkuat oleh hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT KS tahun 2011 silam. Pada pokoknya, perjanjian itu mengizinkan Pemkot Cilegon melalui PT PCM untuk membangun dermaga dan jalan untuk kepentingan pelabuhan milik daerah.

“Jadi tidak seharusnya PT Krakatau Steel keberatan dan menghentikan pembangunan jalan akses termasuk jembatan layang (fly over yang terhubung dengan akses lelabuhan Warnasari-red) karena sudah ada DED yang dibuat oleh PT Krakatau Steel. Secara legalitas tanah akses tersebut merupakan milik Pemda Cilegon yang tertuang dalam HPL-13. Sayangnya Direksi PT PCM dan Walikota sebagai pemegang saham atas PT PCM terlalu reaktif dalam menanggapi surat keberatan dari PT Krakatau Steel terhadap pembangunan akses Warnasari sehingga penyedia tidak bisa melakukan pekerjaannya dan menggugat PT PCM, bagi saya ini sebuah kecerobohan,” ujarnya.

Perjanjian itu kemudian berakhir pada tahun 2017 dan menurut Akmal yang harus bertanggungjawab adalah Pemkot Cilegon yang seharusnya melakukan perpanjangan kontrak perjanjian dengan PT KS.

“Sesuai tugas dan fungsi terdakwa selaku Direktur Operasional PT PCM jadi hanya menjalankan hasil RUPS PT PCM sehingga tidak tepat terdakwa untuk menanggung tanggungjawab ini,” imbuhnya.

Akmal juga membantah kalau dirinya menerima uang Rp300 juta dari Sugiman. Uang itu disebut merupakan upaya Sugiman yang meminjam bendera PT Arkindo dan PT Marina Cipta Pratama menjadi pemenang proyek. Diketahui, Sugiman saat ini sudah mendekam di penjara bersama terdakwa lainnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon, lanjut Akmal juga bahkan disebut gagal membuktikan aliran dana kepada dirinya. Tuntutan JPU yang menuntut dirinya 2 tahun penjara juga dinilai tidaklah berkeadilan karena jaksa disebut tidak melihat fakta-fakta di persidangan.

“Tuntutan dari saudara penuntut umum kepada terdakwa sebagai episode pertanggungjawaban perbuatan kesalahan dalam dugaan tindak pidana korupsi menurut terdakwa dibuat dengan kacamata kuda,” tutur Akmal.

Dari saksi-saksi yang dihadirkan di muka persidangan, menurut Akmal tidak ada satu orang pun yang memberikan kesaksian kalau dirinya menerima aliran dana. Ia keberatan dengan tuntutan jaksa yang juga menuntut dirinya untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp300 juta.

Akmal memohon kepada majelis hakim yang diketuai oleh Arief Adikusumo agar mengabulkan semua nota pembelaannya. Ia menyebut kalau selama jalannya proses persidangan dirinya sangat kooperatif dan tidak bertele-tele.

Ia juga meminta belas kasih dan pertimbangan hakim mengingat dirinya merupakan tulang punggung keluarga dan masih memiliki tanggungan istri dan anak yang sedang menempuh pendidikan.

“Memohon kepada majelis hakim yang arif dan bijaksana untuk menjatuhkan putusan pengadilan yang adil, proporsional dan seringan-ringannya kepada terdakwa,” pintanya.

Setelah mendengar pledoi Akmal, JPU mengatakan akan mengajukan replik atau jawaban atas pledoi tersebut. Hakim lalu memberikan waktu hingga tanggal 18 November 2024 untuk jaksa menyiapkan repliknya.

“Baik, sidang dilanjutkan pada Senin 18 November,” kata Ketua Majelis Hakim, Arief Adikusumo.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News